Tren Pengembangan Kompetensi SDM
loading...
A
A
A
Muhtadin AR
Kabag TU Pusdiklat Teknis Kemenag RI
BEBERAPA waktu lalu, saya diundang Inovasi, kemitraan Indonesia-Australia untuk pengembangan kemajuan pendidikan di Indonesia melalui lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk berbicara di hadapan 200-an orang yang terdiri kepala, guru, dan pengawas madrasah yang berasal dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.
Atas permintaan panitia, saya diminta menyampaikan dua hal, pertama tentang peluang praktik baik yang dilakukan madrasah mitra Inovasi untuk menjadi materi pelatihan, dan yang kedua tentang platform Pintar yang dikembangkan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan untuk mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Pada materi pertama saya sampaikan, praktik baik adalah hal yang mahal karena sudah teruji oleh beragam situasi dan kondisi. Suatu aktivitas disepakati menjadi baik karena telah berhasil melewati ragam perdebatan, pertentangan, dan ketidaksetujuan. Karenanya, praktik baik harus diperlakukan dengan baik karena akan mudah menjadi inspirasi bagi yang lain. Orang bisa meniru melakukan praktik baik tanpa perlu memberikan tafsir. Dia cukup meniru tujuannya, semangatnya, tahapannya, cara-caranya, dan hasil yang ingin diraihnya.
Lalu apakah praktik baik yang dilakukan di madrasah-madrasah mitra Inovasi bisa masuk dalam pelatihan? Itu soal mudah, karena untuk memasukkan hal baik dalam mesin pelatihan hanya menyetandarkan kemasan. Substansinya adalah praktik baik harus diinformasikan, dikampanyekan, dan disebarluaskan kepada masyarakat. Masyarakat harus mendapatkan contoh baik dari praktik-praktik baik agar dunia dan isinya dipenuhi dengan kebaikan.
Kemudian untuk materi kedua tentang platform Pintar, saya ceritakan Pintar hadir untuk menjawab banyak hal. Pertama, Pintar hadir karena perkembangan teknologi menuntut kita untuk bisa beradaptasi dan memanfaatkannya. Kehadiran teknologi tidak bisa dibendung, apalagi dilawan. Satu-satunya jalan adalah kita harus bersahabat dengan teknologi. Menjauhi teknologi, apalagi melawan teknologi seperti melawan sunnatullah, tidak mungkin.
Kedua, Pintar hadir untuk menyemai demokratisasi pengetahuan. Semua orang harus diberikan akses, dimudahkan, dan ditunjukkan informasi untuk mendapatkan pengetahuan. Pintar sebagai platform yang dikembangkan pemerintah, melalui Pusdiklat Teknis Kementerian Agama, dirancang untuk mewujudkan demokratisasi itu, melayani semua masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi. Pintar diproyeksikan untuk memberikan akses pengetahuan kepada siapa pun yang ingin mendapatkannya.
Namun yang menarik di luar kedua hal tersebut adalah bahwa saat ini tren pengembangan kompetensi dilakukan di luar jam produktif. Saya ceritakan kepada peserta, jam produktif harus digunakan untuk menghasilkan output yang produktif pula. Pengembangan kompetensi, pengembangan diri, pengembangan pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan pengembangan-pengembangan lainnya harus dilakukan di luar jam produktif, karena semua SDM yang terlibat di jam produktif ketika direkrut dianggap sudah kompeten.
Kita bisa melihat tren ini pada perusahaan-perusahaan swasta, di mana mereka mengubah strategi pengembangan kompetensi pegawainya, dari manual tatap muka ke online. Mereka lebih memilih memberikan biaya pengembangan kompetensi di luar jam kerja produktif atau di hari libur, dari pada harus menyelenggarakan pengembangan kompetensi sendiri, repot, dan berbiaya mahal. Prinsip mereka sederhana, pengetahuan sekarang ini ada di mana-mana dan mudah didapat, untuk apa buang-buang waktu. Mereka sadar, biaya produksi yang mahal harus ditutup dengan output/penghasilan yang lebih besar dari biaya produksi. Dan itu berarti pada jam kerja, semua harus produktif.
Lalu bagaimana dengan pengembangan kompetensi pada dunia pendidikan, apakah bisa diperlakukan sama seperti tren di perusahaan? Menurut saya, dunia pendidikan bisa mengambil hal-hal positif dalam pengembangan kompetensi di perusahaan, yaitu memperlakukan jam belajar-mengajar sebagai jam produktif yang tidak boleh ditinggalkan. Jam belajar anak-anak tidak boleh ditinggalkan oleh guru yang ingin meningkatkan kompetensinya. Guru wajib mendampingi anak-anak saat belajar di jam belajar. Jika guru ingin meningkatkan kompetensinya, guru bisa belajar di luar jam belajar tersebut, di malam hari atau di hari libur.
Proses belajar anak adalah jam produktif yang mahal harganya. Pada jam produktif itu, proses yang sedang terjadi di dunia pendidikan adalah proses pembentukan karakter dan kepribadian, bukan proses transfer ilmu pengetahuan. Prinsip ini penting karena jika jam produktif ini hanya dimaknai sebagai proses transfer ilmu pengetahuan, maka pendidikan tidak akan bisa menghasilkan anak-anak berkarakter, karena transfer ilmu pengetahuan sesungguhnya telah digantikan oleh internet. Internet telah menyediakan segalanya, dan anak-anak dalam fase tertentu bahkan lebih pintar dari pada guru yang mengajarnya.
Jadi, para pengelola pendidikan, para guru, pendidik, juga lembaga pelatihan tempat meningkatkan kompetensi para guru, harus memiliki cara pandang yang sama tentang jam produktif di dunia pendidikan, bahwa jam belajar anak-anak adalah jam mendidik, jam menyiapkan generasi emas, bukan yang lain. Jam produktif adalah waktu paling utama, karena pada jam itulah sedang terjadi proses pembentukan karakter peserta didik oleh pendidik.
Bayangkan kalau seorang guru, seorang pendidik harus mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi secara tatap muka selama seminggu. Dia harus meninggalkan kelasnya selama satu minggu, dan pada daerah dengan transportasi terbatas, dia bahkan harus meninggalkan kelasnya lebih dari seminggu. Tugasnya mengajar mungkin akan didelegasikan ke guru lain, tapi tugasnya mendidik tidak akan bisa didelegasikan ke guru lain, karena guru lain juga memiliki tanggung jawab mendidik di kelasnya sendiri. Paling banter, guru lain yang mendapat mandat itu hanya akan meminta anak-anak belajar mandiri, atau sekedar mengomando agar tidak ramai di kelas.
Saya yakin, para peserta sedang mencerna informasi yang saya sampaikan ini. Gestur mereka menunjukkan antusiasme, mendengarkan dengan seksama dalam suasana hening, tapi pikiran mereka sedang membayangkan situasi di madrasahnya masing-masing. Membenarkan bahwa meninggalkan anak-anak belaja dalam rentang waktu lama adalah resiko, tapi meningkatkan kompetensi adalah keharusan.
Sekali lagi saya yakinkan kepada semua yang hadir secara langsung maupun yang hadir melalui live streaming Youtubnya Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, bahwa platform Pintar yang dikembangkan Pusdiklat Teknis Kementerian Agama hadir untuk memberikan solusi, menjembatani para guru meningkat kompetensinya tanpa harus meninggalkan kewajibannya menyiapkan generasi mendatang, mendidik untuk membentuk karakter. Pengetahuan itu mudah dicari, dan Pintar sudah menyediakan, yang susah adalah mendidik, membentuk karakter peserta didik menjadi anak-anak kuat karakternya.
Dengan pendekatan Asynchronous, pengajar dan pembelajar tidak bertemu dalam waktu yang sama, para guru bisa belajar di manapun dan kapan pun mereka menginginkan. Mereka bisa mempelajari materi yang ringkas dan padat yang sudah disiapkan dalam bentuk audio visual. Para guru tidak perlu lagi menunggu undangan atau panggilan untuk meningkatkan kompetensi, cukup mendaftar sendiri, belajar sendiri, ujian sendiri, dan unduh sertifikat sendiri. Selebihnya, waktu harus dicurahkan untuk mendidik anak-anak.
Begitulah acara Inovasi di Surabaya itu berlangsung dengan meriah dan menyenangkan. Seorang penanya mengatakan bahwa dia sudah ikut pengembangan kompetensi melalui platform Pintar sebanyak 4 (empat) kali. Dia mengusulkan agar pengembangan kompetensi yang tidak menggangu mengajar semacam ini diperbanyak. Dia hanya meminta agar pengerjaan soal ketika sudah melewati passing grade tidak bisa diulang.
Mendengar itu, saya mengucap alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa apa yang dilakukan Pusdiklat Teknis Kementerian Agama untuk melayani masyarakat telah diterima dengan baik oleh masyarakat, dan itulah tren pengembangan kompetensi SDM yang harus digalakkan.
Kabag TU Pusdiklat Teknis Kemenag RI
BEBERAPA waktu lalu, saya diundang Inovasi, kemitraan Indonesia-Australia untuk pengembangan kemajuan pendidikan di Indonesia melalui lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, untuk berbicara di hadapan 200-an orang yang terdiri kepala, guru, dan pengawas madrasah yang berasal dari Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Kalimantan Utara.
Atas permintaan panitia, saya diminta menyampaikan dua hal, pertama tentang peluang praktik baik yang dilakukan madrasah mitra Inovasi untuk menjadi materi pelatihan, dan yang kedua tentang platform Pintar yang dikembangkan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan untuk mengembangkan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) yang menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.
Pada materi pertama saya sampaikan, praktik baik adalah hal yang mahal karena sudah teruji oleh beragam situasi dan kondisi. Suatu aktivitas disepakati menjadi baik karena telah berhasil melewati ragam perdebatan, pertentangan, dan ketidaksetujuan. Karenanya, praktik baik harus diperlakukan dengan baik karena akan mudah menjadi inspirasi bagi yang lain. Orang bisa meniru melakukan praktik baik tanpa perlu memberikan tafsir. Dia cukup meniru tujuannya, semangatnya, tahapannya, cara-caranya, dan hasil yang ingin diraihnya.
Lalu apakah praktik baik yang dilakukan di madrasah-madrasah mitra Inovasi bisa masuk dalam pelatihan? Itu soal mudah, karena untuk memasukkan hal baik dalam mesin pelatihan hanya menyetandarkan kemasan. Substansinya adalah praktik baik harus diinformasikan, dikampanyekan, dan disebarluaskan kepada masyarakat. Masyarakat harus mendapatkan contoh baik dari praktik-praktik baik agar dunia dan isinya dipenuhi dengan kebaikan.
Kemudian untuk materi kedua tentang platform Pintar, saya ceritakan Pintar hadir untuk menjawab banyak hal. Pertama, Pintar hadir karena perkembangan teknologi menuntut kita untuk bisa beradaptasi dan memanfaatkannya. Kehadiran teknologi tidak bisa dibendung, apalagi dilawan. Satu-satunya jalan adalah kita harus bersahabat dengan teknologi. Menjauhi teknologi, apalagi melawan teknologi seperti melawan sunnatullah, tidak mungkin.
Kedua, Pintar hadir untuk menyemai demokratisasi pengetahuan. Semua orang harus diberikan akses, dimudahkan, dan ditunjukkan informasi untuk mendapatkan pengetahuan. Pintar sebagai platform yang dikembangkan pemerintah, melalui Pusdiklat Teknis Kementerian Agama, dirancang untuk mewujudkan demokratisasi itu, melayani semua masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi. Pintar diproyeksikan untuk memberikan akses pengetahuan kepada siapa pun yang ingin mendapatkannya.
Namun yang menarik di luar kedua hal tersebut adalah bahwa saat ini tren pengembangan kompetensi dilakukan di luar jam produktif. Saya ceritakan kepada peserta, jam produktif harus digunakan untuk menghasilkan output yang produktif pula. Pengembangan kompetensi, pengembangan diri, pengembangan pengetahuan, pengembangan keterampilan, dan pengembangan-pengembangan lainnya harus dilakukan di luar jam produktif, karena semua SDM yang terlibat di jam produktif ketika direkrut dianggap sudah kompeten.
Kita bisa melihat tren ini pada perusahaan-perusahaan swasta, di mana mereka mengubah strategi pengembangan kompetensi pegawainya, dari manual tatap muka ke online. Mereka lebih memilih memberikan biaya pengembangan kompetensi di luar jam kerja produktif atau di hari libur, dari pada harus menyelenggarakan pengembangan kompetensi sendiri, repot, dan berbiaya mahal. Prinsip mereka sederhana, pengetahuan sekarang ini ada di mana-mana dan mudah didapat, untuk apa buang-buang waktu. Mereka sadar, biaya produksi yang mahal harus ditutup dengan output/penghasilan yang lebih besar dari biaya produksi. Dan itu berarti pada jam kerja, semua harus produktif.
Lalu bagaimana dengan pengembangan kompetensi pada dunia pendidikan, apakah bisa diperlakukan sama seperti tren di perusahaan? Menurut saya, dunia pendidikan bisa mengambil hal-hal positif dalam pengembangan kompetensi di perusahaan, yaitu memperlakukan jam belajar-mengajar sebagai jam produktif yang tidak boleh ditinggalkan. Jam belajar anak-anak tidak boleh ditinggalkan oleh guru yang ingin meningkatkan kompetensinya. Guru wajib mendampingi anak-anak saat belajar di jam belajar. Jika guru ingin meningkatkan kompetensinya, guru bisa belajar di luar jam belajar tersebut, di malam hari atau di hari libur.
Proses belajar anak adalah jam produktif yang mahal harganya. Pada jam produktif itu, proses yang sedang terjadi di dunia pendidikan adalah proses pembentukan karakter dan kepribadian, bukan proses transfer ilmu pengetahuan. Prinsip ini penting karena jika jam produktif ini hanya dimaknai sebagai proses transfer ilmu pengetahuan, maka pendidikan tidak akan bisa menghasilkan anak-anak berkarakter, karena transfer ilmu pengetahuan sesungguhnya telah digantikan oleh internet. Internet telah menyediakan segalanya, dan anak-anak dalam fase tertentu bahkan lebih pintar dari pada guru yang mengajarnya.
Jadi, para pengelola pendidikan, para guru, pendidik, juga lembaga pelatihan tempat meningkatkan kompetensi para guru, harus memiliki cara pandang yang sama tentang jam produktif di dunia pendidikan, bahwa jam belajar anak-anak adalah jam mendidik, jam menyiapkan generasi emas, bukan yang lain. Jam produktif adalah waktu paling utama, karena pada jam itulah sedang terjadi proses pembentukan karakter peserta didik oleh pendidik.
Bayangkan kalau seorang guru, seorang pendidik harus mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi secara tatap muka selama seminggu. Dia harus meninggalkan kelasnya selama satu minggu, dan pada daerah dengan transportasi terbatas, dia bahkan harus meninggalkan kelasnya lebih dari seminggu. Tugasnya mengajar mungkin akan didelegasikan ke guru lain, tapi tugasnya mendidik tidak akan bisa didelegasikan ke guru lain, karena guru lain juga memiliki tanggung jawab mendidik di kelasnya sendiri. Paling banter, guru lain yang mendapat mandat itu hanya akan meminta anak-anak belajar mandiri, atau sekedar mengomando agar tidak ramai di kelas.
Saya yakin, para peserta sedang mencerna informasi yang saya sampaikan ini. Gestur mereka menunjukkan antusiasme, mendengarkan dengan seksama dalam suasana hening, tapi pikiran mereka sedang membayangkan situasi di madrasahnya masing-masing. Membenarkan bahwa meninggalkan anak-anak belaja dalam rentang waktu lama adalah resiko, tapi meningkatkan kompetensi adalah keharusan.
Sekali lagi saya yakinkan kepada semua yang hadir secara langsung maupun yang hadir melalui live streaming Youtubnya Kanwil Kementerian Agama Provinsi Jawa Timur, bahwa platform Pintar yang dikembangkan Pusdiklat Teknis Kementerian Agama hadir untuk memberikan solusi, menjembatani para guru meningkat kompetensinya tanpa harus meninggalkan kewajibannya menyiapkan generasi mendatang, mendidik untuk membentuk karakter. Pengetahuan itu mudah dicari, dan Pintar sudah menyediakan, yang susah adalah mendidik, membentuk karakter peserta didik menjadi anak-anak kuat karakternya.
Dengan pendekatan Asynchronous, pengajar dan pembelajar tidak bertemu dalam waktu yang sama, para guru bisa belajar di manapun dan kapan pun mereka menginginkan. Mereka bisa mempelajari materi yang ringkas dan padat yang sudah disiapkan dalam bentuk audio visual. Para guru tidak perlu lagi menunggu undangan atau panggilan untuk meningkatkan kompetensi, cukup mendaftar sendiri, belajar sendiri, ujian sendiri, dan unduh sertifikat sendiri. Selebihnya, waktu harus dicurahkan untuk mendidik anak-anak.
Begitulah acara Inovasi di Surabaya itu berlangsung dengan meriah dan menyenangkan. Seorang penanya mengatakan bahwa dia sudah ikut pengembangan kompetensi melalui platform Pintar sebanyak 4 (empat) kali. Dia mengusulkan agar pengembangan kompetensi yang tidak menggangu mengajar semacam ini diperbanyak. Dia hanya meminta agar pengerjaan soal ketika sudah melewati passing grade tidak bisa diulang.
Mendengar itu, saya mengucap alhamdulillah, bersyukur kepada Allah, Tuhan Yang Maha Kuasa, bahwa apa yang dilakukan Pusdiklat Teknis Kementerian Agama untuk melayani masyarakat telah diterima dengan baik oleh masyarakat, dan itulah tren pengembangan kompetensi SDM yang harus digalakkan.
(abd)