Hakim Bantarkan Lukas Enembe Dua Pekan di RSPAD
loading...
A
A
A
JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat mengabulkan permohonan pembantaran penahanan Gubernur Papua nonaktif, Lukas Enembe . Hakim memutuskan Lukas dibantarkan selama dua pekan.
"Penahanan terdakwa harus dibantarkan terhitung mulai 26 Juni 2023 sampai 9 Juli 2023," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).
Keputusan itu dipertimbangkan hakim berdasarkan surat permohonan dari tim penasihat hukum Lukas Enembe serta hasil pemeriksaan laboratorium RSPAD. Demi kemanusian dan menjamin persidangan, maka hakim memutuskan mengabulkan permohonan pembantaran penahanan Lukas Enembe.
"Permohonan dari terdakwa Lukas mengenai kesehatan saudara tersebut dihubungkan laboratorium RSPAD Gatot Soebroto atas nama pasien Lukas cukup beralasan untuk dikabulkan," kata hakim.
Hakim memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan perkembangan kondisi Kesehatan Lukas selama menjalani pembantaran penahanan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
"Dibantarkan di RSPAD Gatot Soebroto. Dokter yang ditunjuk terdakwa dan keluarga adalah Dokter Terawan," katanya.
Untuk diketahui, Lukas didakwa telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar. Dengan rincian, ia menerima suap sebesar Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di Papua.
Baca Juga: Eksepsi Lukas Enembe Ditolak Majelis Hakim
Lukas didakwa oleh tim jaksa KPK menerima suap bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017, Mikael Kambuaya dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021, Gerius One Yoman.
Adapun, uang suap itu berasal dari Direktur sekaligus Pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, Piton Enumbi sejumlah Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar). Kemudian, sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) berasal dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu, Rijatono Lakka.
Suap tersebut bertujuan agar Lukas Enembe, Mikael Kambuaya, dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Selain itu, Lukas juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan melalui perantaraan Imelda Sun. Gratifikasi tersebut dapat dikatakan suap karena diduga berkaitan dengan proyek di Papua.
Uang sebesar Rp1 miliar tersebut, dianggap KPK sebagai bentuk gratifikasi yang bertentangan dengan jabatan Lukas selaku Gubernur Papua. Lukas juga tidak melaporkan penerimaan uang sebesar Rp1 miliar tersebut ke lembaga antirasuah dalam kurun waktu 30 hari.
"Penahanan terdakwa harus dibantarkan terhitung mulai 26 Juni 2023 sampai 9 Juli 2023," kata Ketua Majelis Hakim Rianto Adam Pontoh di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Senin (26/6/2023).
Keputusan itu dipertimbangkan hakim berdasarkan surat permohonan dari tim penasihat hukum Lukas Enembe serta hasil pemeriksaan laboratorium RSPAD. Demi kemanusian dan menjamin persidangan, maka hakim memutuskan mengabulkan permohonan pembantaran penahanan Lukas Enembe.
"Permohonan dari terdakwa Lukas mengenai kesehatan saudara tersebut dihubungkan laboratorium RSPAD Gatot Soebroto atas nama pasien Lukas cukup beralasan untuk dikabulkan," kata hakim.
Hakim memerintahkan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk melaporkan perkembangan kondisi Kesehatan Lukas selama menjalani pembantaran penahanan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto.
"Dibantarkan di RSPAD Gatot Soebroto. Dokter yang ditunjuk terdakwa dan keluarga adalah Dokter Terawan," katanya.
Untuk diketahui, Lukas didakwa telah menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp46,8 miliar. Dengan rincian, ia menerima suap sebesar Rp45.843.485.350 (Rp45,8 miliar) dan gratifikasi sebesar Rp1 miliar. Suap dan gratifikasi itu berkaitan dengan proyek pengadaan barang dan jasa di Papua.
Baca Juga: Eksepsi Lukas Enembe Ditolak Majelis Hakim
Lukas didakwa oleh tim jaksa KPK menerima suap bersama-sama dengan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Papua 2013-2017, Mikael Kambuaya dan Kadis Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) 2018-2021, Gerius One Yoman.
Adapun, uang suap itu berasal dari Direktur sekaligus Pemilik PT Melonesia Mulia, PT Lingge-lingge, Piton Enumbi sejumlah Rp10.413.929.500 (Rp10,4 miliar). Kemudian, sebesar Rp35.429.555.850 (Rp35,4 miliar) berasal dari Direktur PT Tabi Anugerah Pharmindo, Direktur PT Tabi Bangun Papua sekaligus pemilik manfaat CV Walibhu, Rijatono Lakka.
Suap tersebut bertujuan agar Lukas Enembe, Mikael Kambuaya, dan Gerius One Yoman mengupayakan perusahaan-perusahaan milik Piton dan Rijatono dimenangkan dalam proyek pengadaan barang dan jasa di Lingkungan Pemerintah Provinsi Papua Tahun Anggaran 2013-2022.
Selain itu, Lukas juga didakwa menerima gratifikasi sebesar Rp1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan melalui perantaraan Imelda Sun. Gratifikasi tersebut dapat dikatakan suap karena diduga berkaitan dengan proyek di Papua.
Uang sebesar Rp1 miliar tersebut, dianggap KPK sebagai bentuk gratifikasi yang bertentangan dengan jabatan Lukas selaku Gubernur Papua. Lukas juga tidak melaporkan penerimaan uang sebesar Rp1 miliar tersebut ke lembaga antirasuah dalam kurun waktu 30 hari.
(abd)