Eksaminasi Putusan Ferdy Sambo, Akademisi Nilai Pertimbangan Hakim Kurang Lengkap

Minggu, 11 Juni 2023 - 17:45 WIB
loading...
Eksaminasi Putusan Ferdy...
Terdakwa kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J, Ferdy Sambo menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Senin (13/2/2023). FOTO/ANTARA/Aprillio Akbar
A A A
JAKARTA - Sejumlah akademisi melakukan eksaminasi atas putusan Ferdy Sambo , terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Mantan Kadiv Propam Polri itu divonis hukuman mati oleh majelis hakim.

Pengertian eksaminasi menurut Kamus Oxford adalah pemeriksaan terhadap sesuatu untuk memastikannya berfungsi dengan baik atau sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. Tujuan dari eksaminasi putusan adalah untuk mengetahui, sejauh mana pertimbangan hukum dari hakim yang memutus perkara tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip hukum dan apakah prosedur hukum acaranya telah diterapkan dengan benar, serta apakah putusan tersebut telah menyentuh rasa keadilan masyarakat.

Para eksaminator putusan Ferdy Sambo antara lain, Prof Marcus Priyo Gunarto, Prof Eddy OS. Hiariej, Prof Amir Ilyas, Prof Koentjoro, Chairul Huda, Mahmud Mulyadi, Rocky Marbun, dan Agustinus Pohan. Para eksaminator berpandangan bahwa unsur dalam dakwaan itu harus ada dan jelas dalam persidangan. Harus ada dua alat bukti yang sah dan ditambah keyakinan hakim, sehingga hakim tidak boleh ada keraguan dalam menjatuhkan putusan.



Masalahnya, terdapat dua versi motif dari penasehat hukum dan jaksa yang berbeda, yang kemudian sama-sama ditolak hakim majelis hakim, sehingga pertimbangan hukum tersebut kurang lengkap. Jadi dalam hal ini terkesan terjadi bias yang terungkap di dalam persidangan.

Ahli Hukum Pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta, Chairul Huda, yang juga merupakan salah satu eksaminator, menyampaikan eksaminasi berbekal pada putusan tingkat pertama dan tidak ada bagian dari putusan banding. Menurutnya, memang cukup banyak hal menarik yang dipersoalkan praktisi hukum. Misalnya, mengenai pembunuhan berencana yang menurutnya tidak terlalu dipahami majelis.

Ia menyampaikan, pembunuhan berencana itu adalah pembunuhan yang diperberat karena adanya hal tertentu terkait dengan hal yang dilakukan. Jika mengutip Prof Andi Hamzah pembunuhan berencana adalah pembunuhan yang dipikir-pikir lebih dulu.



Menurut Chairul Huda, salah satu yang krusial, berkaitan dengan posisi Putri Candrawathi (istri Ferdy Sambo), Kuat Ma'ruf (sopir pribadi Ferdy Sambo), dan Ricky Rizal (ajudan Ferdy Sambo. Mereka sebenarnya tidak bisa dikatakan sebagai bagian dari pembunuhan berencana, tapi kemudian majelis beranggapan sebaliknya.

"Mereka dianggap sebagai bagian pembunuhan berencana. Padahal tidak ada," terang Chairul dalam keterangan tertulis, Minggu (11/6/2023).

Selain itu, mengenai peran Ferdy Sambo, eksaminator beranggapan suasana tenang dalam pembunuhan berencana itu sebenarnya ada pada diri Richard Eliezer alias Barada E. Chairul Huda mengatakan, majelis hakim tidak mampu melakukan konstruksi secara jelas seperti apa perbuatan secara bersama-sama sebagaimana dimaksud dalam dakwaan pembunuhan itu.

Selain itu tidak jelas kontribusi Putri, Kuat Ma’ruf, dan Ricky Rizal dalam posisi kasus pembunuhan berencana. Karena yang tampak secara nyata pada Ferdy Sambo dan Bharada E.

"Ini harus dikritisi, dianggap turut serta ini bersama-sama, ada pergeseran makna turut serta yang diartikan bersama-sama. Kami menilai putusan ini diibaratkan sekadar untuk memenuhi keinginan netizen. Karena begitu kuatnya tekanan netizen dalam kasus ini," ujarnya.

Sementara itu, pakar hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Mahrus Ali menilai kasus Ferdy Sambo memang menarik untuk teliti. Ia melihat adanya dua versi motif dari penasehat hukum dan jaksa yang berbeda yang kemudian sama-sama ditolak hakim. Pertimbangan hukum dari hakim tersebut dinilai kurang lengkap.

Eksaminasi ini mengunakan pendekatan perundang-undangan dan dokrin-doktrin hukum. Eksaminasi penting dilakukan karena bermanfaat baik secara teoritis untuk pengembangan khasanah keilmuan hukum pidana maupun praktik kemudian dijadikan sebagai bahan ajar bagi dosen dan mahasiswa pada mata kuliah eksaminasi publik.

Untuk diketahui, Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan menjatuhkan vonis Ferdy Sambo hukuman mati, Senin (13/2/2023). Mantan Kadiv Propam Polri itu dinyatakan secara sah dan meyakinkan telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

"Menjatuhkan hukuman kepada terdakwa pidana mati," kata Ketua Majelis Hakim PN Jakarta Selatan Wahyu Iman santoso membacakan putusannya.

Majelis hakim memiliki pertimbangan atas vonis hukuman mati tersebut. Pertama, Ferdy Sambo membunuh anak buah sendiri yang telah mengabdi selama tiga tahun. Kedua, perbuatan Sambo menyebabkan luka mendalam bagi keluarga Brihadir J dan menimbulkan keresahan serta kegaduhan masyarakat. Ketiga, pembunuhan berencana oleh Ferdy Sambo mencoreng institusi Polri. Keempat, perbuatan Ferdy Sambo menyeret banyak anak buah terlibat dalam kasus ini. Kelima, hakim menilai tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.

Atas putusan hukuman mati Ferdy Sambo telah mengajukan banding tapi ditolak oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta. Saat ini Ferdy Sambo masih berupaya mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA).
(abd)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1874 seconds (0.1#10.140)