Mendikbud Disarankan Segera Datangi PBNU dan Muhammadiyah
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar (Gus AMI) meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim untuk segera mendatangi Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) dan Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah untuk membicarakan berbagai persoalan pendidikan yang dinilai mengalami stagnasi di era pandemi COVID-19 saat ini.
"Saya berharap Pak Mendikbud segera datang ke NU, datang ke Muhammadiyah untuk mencari jalan keluar atas stagnasi pendidikan kita. Salah satu stagnasi yang kita hadapi adalah sekarang pendidikan di tingkat SD mengalami kesulitan. Online gak jalan, di lapangan nggak jalan," ujar Gus AMI di sela Tasyakuran dan Harlah ke-22 PKB dengan tema "Aksi Melayani Indonesia" di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2020) malam.
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra ini mendorong agar semua pihak dilibatkan dalam memajukan pendidikan di Tanah Air. "Saya sejak awal pendukung utama Pak Nadiem, dan saya berharap semua langkah tepat dan cepat yang dilakukan Pak Nadiem diikuti dengan terus melibatkan organisasi-organisasi yang memiliki sejarah panjang. Pendidikan nasional kita bisa seperti hari ini karena peran NU, Muhammadiyah jauh sebelum merdeka," katanya. ( )
Gus AMI mengatakan, pendidikan pesantren menjadi pendidikan vital di masa lalu dan saat ini. Jangan pernah menyingkirkan NU dan Muhammadiyah dalam hal pendidikan. "Era Pak Nasir (mantan Menristek Dikti M Nasir), saya pernah bilang kalau pendidikan swasta perlu mendapat perhatian, terutama pesantren. Kalau sekolah negeri, merem pun mereka sudah pasti maju. Sekolah swasta kan masih ada yang hanya buka Sabtu dan Minggu. Lembaga pendidikan seperti itu harus mendapat perhatian pemerintah," tuturnya.
Anggaran pendidikan 20%, kata Muhaimin, sangat membantu pemerintah memperbaiki sektor pendidikan. Berkat Fraksi PKB DPR RI Undang-Undang Pesantren disahkan, pesantren menjadi bagian yang diperhatikan. "Terima kasih atas perjuangan FPKB DPR RI yang berhasil menggolkan RUU Pesantren menjadi UU," tuturnya.
Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Maarif NU memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kemendikbud. Langkah serupa juga diambil Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.( )
Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Pasalnya, dia mengaku, pihaknya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan. "Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).
Entah mengapa, Arifin mengungkapkan, pihak Kemendikbud kembali menghubungi Lembaga Pendidikan Maarif NU untuk melengkapi syarat-syarat. Kala itu, dia menjelaskan, Lembaga Pendidikan Maarif NU diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU. "Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," katanya.
Esok harinya, dia menerangkan, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat tersebut tidak sesuai dengan AD/ART. "Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya.
Sementara Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari keikutsertaannya di POP yang diluncurkan Kemendikbud. Ada tiga pertimbangan yang menjadikan mundurnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah tersebut.
Dalam surat pernyataan sikap yang diterima SINDOnews, surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno dan Sekretaris Maulana Ishak pada 20 Juli. Ia menjelaskan, sebenarnya Muhammadiyah memandang program ini sangat bagus dan kreatif. Apalagi pendidikan ini merupakan masalah yang harus diseriusi dan dipecahkan masalahnya dari segi SDM, baik kepala sekolah maupun gurunya, sehingga pengembangan SDM akan berdampak pada kualitas output dan outcome pendidikan di Indonesia.
"Sehingga itu motif Muhammadiyah berpartisipasi dalam program ini dan itu menjadi core Muhammadiyah yang lebih dari satu abad sehingga kami serius mengajukan proposal itu dan diterima," katanya.
"Saya berharap Pak Mendikbud segera datang ke NU, datang ke Muhammadiyah untuk mencari jalan keluar atas stagnasi pendidikan kita. Salah satu stagnasi yang kita hadapi adalah sekarang pendidikan di tingkat SD mengalami kesulitan. Online gak jalan, di lapangan nggak jalan," ujar Gus AMI di sela Tasyakuran dan Harlah ke-22 PKB dengan tema "Aksi Melayani Indonesia" di Kantor DPP PKB, Jalan Raden Saleh, Jakarta Pusat, Kamis (23/7/2020) malam.
Wakil Ketua DPR Bidang Korkesra ini mendorong agar semua pihak dilibatkan dalam memajukan pendidikan di Tanah Air. "Saya sejak awal pendukung utama Pak Nadiem, dan saya berharap semua langkah tepat dan cepat yang dilakukan Pak Nadiem diikuti dengan terus melibatkan organisasi-organisasi yang memiliki sejarah panjang. Pendidikan nasional kita bisa seperti hari ini karena peran NU, Muhammadiyah jauh sebelum merdeka," katanya. ( )
Gus AMI mengatakan, pendidikan pesantren menjadi pendidikan vital di masa lalu dan saat ini. Jangan pernah menyingkirkan NU dan Muhammadiyah dalam hal pendidikan. "Era Pak Nasir (mantan Menristek Dikti M Nasir), saya pernah bilang kalau pendidikan swasta perlu mendapat perhatian, terutama pesantren. Kalau sekolah negeri, merem pun mereka sudah pasti maju. Sekolah swasta kan masih ada yang hanya buka Sabtu dan Minggu. Lembaga pendidikan seperti itu harus mendapat perhatian pemerintah," tuturnya.
Anggaran pendidikan 20%, kata Muhaimin, sangat membantu pemerintah memperbaiki sektor pendidikan. Berkat Fraksi PKB DPR RI Undang-Undang Pesantren disahkan, pesantren menjadi bagian yang diperhatikan. "Terima kasih atas perjuangan FPKB DPR RI yang berhasil menggolkan RUU Pesantren menjadi UU," tuturnya.
Sebelumnya, Lembaga Pendidikan Maarif NU memutuskan mundur dari Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kemendikbud. Langkah serupa juga diambil Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah.( )
Ketua Lembaga Pendidikan Maarif NU, Arifin Junaidi menilai, program ini dari awal sudah janggal. Pasalnya, dia mengaku, pihaknya dimintai proposal dua hari sebelum penutupan. "Kami nyatakan tidak bisa bikin proposal dengan berbagai macam syarat dalam waktu singkat, tapi kami diminta ajukan saja syarat-syarat menyusul. Tanggal 5 Maret lewat website mereka dinyatakan proposal kami ditolak," katanya saat dihubungi, Rabu (22/7/2020).
Entah mengapa, Arifin mengungkapkan, pihak Kemendikbud kembali menghubungi Lembaga Pendidikan Maarif NU untuk melengkapi syarat-syarat. Kala itu, dia menjelaskan, Lembaga Pendidikan Maarif NU diminta menggunakan badan hukum sendiri bukan badan hukum NU. "Kami menolak dan kami jelaskan badan hukum kami NU," katanya.
Esok harinya, dia menerangkan, Kemendikbud kembali meminta surat kuasa dari PBNU. Padahal syarat tersebut tidak sesuai dengan AD/ART. "Kami terus didesak, akhirnya kami minta surat kuasa dan memasukkannya di detik-detik terakhir," ujarnya.
Sementara Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) PP Muhammadiyah menyatakan mundur dari keikutsertaannya di POP yang diluncurkan Kemendikbud. Ada tiga pertimbangan yang menjadikan mundurnya Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah tersebut.
Dalam surat pernyataan sikap yang diterima SINDOnews, surat tersebut ditandatangani oleh Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah Kasiyarno dan Sekretaris Maulana Ishak pada 20 Juli. Ia menjelaskan, sebenarnya Muhammadiyah memandang program ini sangat bagus dan kreatif. Apalagi pendidikan ini merupakan masalah yang harus diseriusi dan dipecahkan masalahnya dari segi SDM, baik kepala sekolah maupun gurunya, sehingga pengembangan SDM akan berdampak pada kualitas output dan outcome pendidikan di Indonesia.
"Sehingga itu motif Muhammadiyah berpartisipasi dalam program ini dan itu menjadi core Muhammadiyah yang lebih dari satu abad sehingga kami serius mengajukan proposal itu dan diterima," katanya.
(abd)