LSI Denny JA: Jateng dan Jatim Jadi Battle Ground Relawan Jokowi Pro Prabowo vs Pro Ganjar
loading...
A
A
A
JAKARTA - Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur diprediksi menjadi daerah pertarungan sengit antara calon presiden (capres) Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo untuk menarik pemilih di Pilpres 2024. Jateng dan Jatim merupakan dua dari lima provinsi dengan populasi pemilih terbanyak, selain Jawa Barat, Banten, dan Sumatera Utara.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa menjelaskan, berdasarkan hasil survei lembaganya, Prabowo Subianto unggul di Jawa Barat dengan meraih 29%. Diikuti Anies Baswedan dengan perolehan 26,3%, dan Ganjar Pranowo hanya 15%.
Di Jawa Timur, Ganjar Pranowo unggul dengan perolehan 35,3%, diikuti Prabowo Subianto dengan 20,2%, dan Anies Baswedan dengan 8,2%. Lalu di Jawa Tengah, saat ini yang teratas adalah Ganjar Pranowo dengan perolehan 55,2%, diikuti Prabowo Subianto dengan 20,4%, dan Anies Baswedan 4,3%.
Di Sumatera Utara, saat ini Prabowo Subianto unggul dengan perolehan 50,0%, diikuti Anies Baswedan dengan 32,6%, dan Ganjar Pranowo dengan 16,2%. Terakhir di Banten, Prabowo unggul dengan perolehan 48,2%, diikuti Anies Baswedan dengan perolehan 17,5%, dan Ganjar Pranowo dengan 17,5%.
Dari hasil survei itu bisa disimpulkan Prabowo Subianto menang di tiga provinsi terbesar (Jawa Barat, Sumut, Banten), sedangkan Ganjar Pranowo menang di dua provinsi terbesar (Jawa Tengah dan Jawa Timur).
"Teritori Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi lumbung suara Ganjar Pranowo. Di dua provinsi ini, Ganjar mendapatkan dukungan terbesar. Namun, dominasi Ganjar di Jawa Tengah dan Jawa Timur bisa tergerus. Ini akan terjadi jika di dua provinsi terbesar itu menjadi pertarungan relawan Jokowi pro Prabowo vs relawan Jokowi pro Ganjar," kata Ardian dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (30/5/2023).
Ardian menambahkan, dalam survei LSI Denny JA, selain isu teritori lima provinsi terbesar, masih ada isu lain menjelang Pilpres 2024, yakni isu ekonomi, dukungan pemilih partai, dan pemilik akun media sosial. Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan saling mengalahkan dalam beragam isu tersebut.
Probowo Subianto lebih diuntungkan dalam hal isu ekonomi pascapandemi Covid-19 bila dibandingkan capres lain. Hal itu terjadi karena tiga tahun pandemi telah membuat isu ekonomi semakin dianggap paling penting oleh mayoritas pemilih.
Sebelum pandemi, tepatnya pada 2019, survei LSI Denny JA menemukan pemilih yang menyatakan isu ekonomi sebagai hal yang paling penting sebesar 42,3%. Sedangkan, pemilih yang menyatakan isu hukum sebagai hal paling penting sebesar 14,5%; isu politik 11,7%; isu budaya 8,6%; dan isu hubungan international sebagai hal paling penting sebesar 5,7%.
"Setelah pandemi, survei terbaru LSI Denny JA Mei 2023 menemukan bahwa pemilih yang menyatakan isu ekonomi sebagai hal yang paling penting meningkat menjadi 64,7%," ujar Ardian.
Kemudian, pemilih yang menyatakan isu hukum sebagai hal paling adalah sebesar 10,7%; isu politik 8,2%; isu budaya 5,3%; dan isu hubungan international sebagai hal paling penting sebesar 3,1%.
"Dengan kata lain, pentingnya isu ekonomi akibat Covid-19 mengalami kenaikan sebesar 22,4%, dari 42,3% (September 2019), menjadi 64,7% (Mei 2023)," kata Ardian.
Menurut temuan LSI Denny JA, tiga tahun Covid-19 membuat publik tidak puas di tiga isu, tingkat kepuasannya di bawah 50%. Ketiga isu tersebut adalah pembukaan lapangan pekerjaan yang hanya sebesar 38,1%; isu mengurangi kemiskinan 43,5%, dan kesejahteraan petani, buruh dan nelayan sebesar 44,6%.
Menurut Ardian, setelah pandemi, kebutuhan strong leader untuk menumbuhkan ekonomi sangat tinggi yang mencapai 85,6%.
"Pemilih yang menyatakan biasa saja terhadap pentingnya strong leader untuk menumbuhkan ekonomi adalah sebesar 10,1%. Sedangkan, pemilih yang menyatakan tidak penting terhadap strong leader untuk menumbuhkan ekonomi hanya 2,1%," katanya.
Di antara tiga capres yang muncul ke permukaan saat ini, Prabowo Subianto merupakan capres yang lebih mengesankan strong leader yang menumbuhkan ekonomi. Survei LSI Denny JA mengungkapkan, Prabowo berada di urutan pertama dengan 56,2%, diikuti oleh Anies Baswedan dengan 18,7%, dan Ganjar Pranowo 14,8%.
Data juga menunjukkan, untuk populasi umum, Prabowo Subianto bersaing ketat dengan Ganjar Pranowo. Elektabilitas Prabowo 33,9%, Ganjar Pranowo 31,9%, dan Anies Baswedan 20,8%. Jika dibandingkan, selisih perolehan dukungan Prabowo dan Ganjar anya 2%. Tetapi dalam isu strong leader yang mampu menumbuhkan ekonomi selisihnya sebesar 46,1%.
"Semakin isu strong leader tumbuhkan ekonomi meluas, semakin Prabowo menjulang, semakin Ganjar menurun," katanya.
Ardian menjelaskan, alasan mengapa Ganjar Pranowo berada di urutan ketiga dalam isu strong leader menjelang Pilpres 2024.
Pertama, petugas partai versus pendiri/ketua umum partai. Istilah petugas partai melemahkan figur Ganjar di hadapan Prabowo yang merupakan pendiri dan ketua umum partai. Petugas partai tidak mengesankan strong leader, pemimpin yang mandiri, pengendali partai, apalagi pengendali pemerintah/elite negara.
Kedua, rekam jejak kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah. Jika memimpin satu provinsi saja, Jawa Tengah, Ganjar dinilai gagal soal isu kemiskinan, bagaimana memimpin 38 provinsi?
"Ketiga, rekam jejak dibandingkan dengan capres lain, Prabowo terkesan pemimpin yang diterima di spektrum politik yang lebih luas, untuk kuat memulai kebangkitan ekonomi," kata Ardian.
Jika Ganjar Pranowo di garis nasionalis, Anies Baswedan di kubu politik Islam, maka Prabowo berada di poros tengah. Posisi politik ini memudahkan Prabowo Subianto membangun kerja sama dengan spektrum politik yang lebih luas.
Keempat, rekam jejak cita-cita Prabowo Subianto soal ekonomi Indonesia menjadi Macan Asia sudah dikenal luas sejak Pilpres 2014 atau 9 tahun yang lalu. Prabowo dianggap sudah lebih lama dan intens tenggelam dalam cita-cita membangkitkan ekonomi Indonesia untuk lebih menonjol di tingkat dunia.
Kelima, rekam jejak sejak Pilpres 2014, di mana prabowo sudah dikenal mempopulerkan mengangkat ekonomi rakyat. "Jenis ekonomi yang mewarnai pemikiran Prabowo dikenal lebih berwarna kerakyatan, ekonomi yang banyak perhatian kepada mereka yang tertinggal," katanya.
Keenam, rekam jejak ekonomi Anies di Jakarta belum diketahui secara luas oleh pemilih Indonesia. "Ini yang membuat Anies Baswedan belum menonjol soal ekonomi," tutupnya.
Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa menjelaskan, berdasarkan hasil survei lembaganya, Prabowo Subianto unggul di Jawa Barat dengan meraih 29%. Diikuti Anies Baswedan dengan perolehan 26,3%, dan Ganjar Pranowo hanya 15%.
Di Jawa Timur, Ganjar Pranowo unggul dengan perolehan 35,3%, diikuti Prabowo Subianto dengan 20,2%, dan Anies Baswedan dengan 8,2%. Lalu di Jawa Tengah, saat ini yang teratas adalah Ganjar Pranowo dengan perolehan 55,2%, diikuti Prabowo Subianto dengan 20,4%, dan Anies Baswedan 4,3%.
Di Sumatera Utara, saat ini Prabowo Subianto unggul dengan perolehan 50,0%, diikuti Anies Baswedan dengan 32,6%, dan Ganjar Pranowo dengan 16,2%. Terakhir di Banten, Prabowo unggul dengan perolehan 48,2%, diikuti Anies Baswedan dengan perolehan 17,5%, dan Ganjar Pranowo dengan 17,5%.
Dari hasil survei itu bisa disimpulkan Prabowo Subianto menang di tiga provinsi terbesar (Jawa Barat, Sumut, Banten), sedangkan Ganjar Pranowo menang di dua provinsi terbesar (Jawa Tengah dan Jawa Timur).
"Teritori Jawa Tengah dan Jawa Timur menjadi lumbung suara Ganjar Pranowo. Di dua provinsi ini, Ganjar mendapatkan dukungan terbesar. Namun, dominasi Ganjar di Jawa Tengah dan Jawa Timur bisa tergerus. Ini akan terjadi jika di dua provinsi terbesar itu menjadi pertarungan relawan Jokowi pro Prabowo vs relawan Jokowi pro Ganjar," kata Ardian dalam keterangan tertulis dikutip, Selasa (30/5/2023).
Ardian menambahkan, dalam survei LSI Denny JA, selain isu teritori lima provinsi terbesar, masih ada isu lain menjelang Pilpres 2024, yakni isu ekonomi, dukungan pemilih partai, dan pemilik akun media sosial. Prabowo Subianto, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan saling mengalahkan dalam beragam isu tersebut.
Probowo Subianto lebih diuntungkan dalam hal isu ekonomi pascapandemi Covid-19 bila dibandingkan capres lain. Hal itu terjadi karena tiga tahun pandemi telah membuat isu ekonomi semakin dianggap paling penting oleh mayoritas pemilih.
Sebelum pandemi, tepatnya pada 2019, survei LSI Denny JA menemukan pemilih yang menyatakan isu ekonomi sebagai hal yang paling penting sebesar 42,3%. Sedangkan, pemilih yang menyatakan isu hukum sebagai hal paling penting sebesar 14,5%; isu politik 11,7%; isu budaya 8,6%; dan isu hubungan international sebagai hal paling penting sebesar 5,7%.
"Setelah pandemi, survei terbaru LSI Denny JA Mei 2023 menemukan bahwa pemilih yang menyatakan isu ekonomi sebagai hal yang paling penting meningkat menjadi 64,7%," ujar Ardian.
Kemudian, pemilih yang menyatakan isu hukum sebagai hal paling adalah sebesar 10,7%; isu politik 8,2%; isu budaya 5,3%; dan isu hubungan international sebagai hal paling penting sebesar 3,1%.
"Dengan kata lain, pentingnya isu ekonomi akibat Covid-19 mengalami kenaikan sebesar 22,4%, dari 42,3% (September 2019), menjadi 64,7% (Mei 2023)," kata Ardian.
Menurut temuan LSI Denny JA, tiga tahun Covid-19 membuat publik tidak puas di tiga isu, tingkat kepuasannya di bawah 50%. Ketiga isu tersebut adalah pembukaan lapangan pekerjaan yang hanya sebesar 38,1%; isu mengurangi kemiskinan 43,5%, dan kesejahteraan petani, buruh dan nelayan sebesar 44,6%.
Menurut Ardian, setelah pandemi, kebutuhan strong leader untuk menumbuhkan ekonomi sangat tinggi yang mencapai 85,6%.
"Pemilih yang menyatakan biasa saja terhadap pentingnya strong leader untuk menumbuhkan ekonomi adalah sebesar 10,1%. Sedangkan, pemilih yang menyatakan tidak penting terhadap strong leader untuk menumbuhkan ekonomi hanya 2,1%," katanya.
Di antara tiga capres yang muncul ke permukaan saat ini, Prabowo Subianto merupakan capres yang lebih mengesankan strong leader yang menumbuhkan ekonomi. Survei LSI Denny JA mengungkapkan, Prabowo berada di urutan pertama dengan 56,2%, diikuti oleh Anies Baswedan dengan 18,7%, dan Ganjar Pranowo 14,8%.
Data juga menunjukkan, untuk populasi umum, Prabowo Subianto bersaing ketat dengan Ganjar Pranowo. Elektabilitas Prabowo 33,9%, Ganjar Pranowo 31,9%, dan Anies Baswedan 20,8%. Jika dibandingkan, selisih perolehan dukungan Prabowo dan Ganjar anya 2%. Tetapi dalam isu strong leader yang mampu menumbuhkan ekonomi selisihnya sebesar 46,1%.
"Semakin isu strong leader tumbuhkan ekonomi meluas, semakin Prabowo menjulang, semakin Ganjar menurun," katanya.
Ardian menjelaskan, alasan mengapa Ganjar Pranowo berada di urutan ketiga dalam isu strong leader menjelang Pilpres 2024.
Pertama, petugas partai versus pendiri/ketua umum partai. Istilah petugas partai melemahkan figur Ganjar di hadapan Prabowo yang merupakan pendiri dan ketua umum partai. Petugas partai tidak mengesankan strong leader, pemimpin yang mandiri, pengendali partai, apalagi pengendali pemerintah/elite negara.
Kedua, rekam jejak kepemimpinan Ganjar di Jawa Tengah. Jika memimpin satu provinsi saja, Jawa Tengah, Ganjar dinilai gagal soal isu kemiskinan, bagaimana memimpin 38 provinsi?
"Ketiga, rekam jejak dibandingkan dengan capres lain, Prabowo terkesan pemimpin yang diterima di spektrum politik yang lebih luas, untuk kuat memulai kebangkitan ekonomi," kata Ardian.
Jika Ganjar Pranowo di garis nasionalis, Anies Baswedan di kubu politik Islam, maka Prabowo berada di poros tengah. Posisi politik ini memudahkan Prabowo Subianto membangun kerja sama dengan spektrum politik yang lebih luas.
Keempat, rekam jejak cita-cita Prabowo Subianto soal ekonomi Indonesia menjadi Macan Asia sudah dikenal luas sejak Pilpres 2014 atau 9 tahun yang lalu. Prabowo dianggap sudah lebih lama dan intens tenggelam dalam cita-cita membangkitkan ekonomi Indonesia untuk lebih menonjol di tingkat dunia.
Kelima, rekam jejak sejak Pilpres 2014, di mana prabowo sudah dikenal mempopulerkan mengangkat ekonomi rakyat. "Jenis ekonomi yang mewarnai pemikiran Prabowo dikenal lebih berwarna kerakyatan, ekonomi yang banyak perhatian kepada mereka yang tertinggal," katanya.
Keenam, rekam jejak ekonomi Anies di Jakarta belum diketahui secara luas oleh pemilih Indonesia. "Ini yang membuat Anies Baswedan belum menonjol soal ekonomi," tutupnya.
(abd)