Cegah Terpapar Radikalisme, Literasi Digital Syarat Utama Belajar Agama di Dunia Maya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Literasi digital merupakan syarat penting yang harus dipenuhi dalam belajar agama di dunia maya. Tujuannya untuk menghindari kesalahan dalam memahami ajaran agama sekaligus mencegah terpapar paham radikalisme.
Hal itu terungkap dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator (Ngobras) yang diselenggarakan Kominfo dan Komisi I DPR pada Kamis, 30 Maret 2023. Webinar yang mengambil tema “Belajar Agama di Dunia Maya” ini dibuka langsung oleh Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Anggota Komisi I DPR RI Fadhullah mengatakan di zaman kemajuan teknologi informasi, banyak hal dapat dilakukan salah satunya belajar melalui dunia maya. “Belajar bisa lewat YouTube, Instagram dan lainnya. Perlu diingat kita harus memperhatikan etika dalam berkomunikasi dan menggunakan teknologi tersebut,” kata Fadhullah, dikutip Jumat (31/3/2023).
Setidaknya ada empat dampak positif internet untuk belajar agama yaitu akses yang sangat luas untuk belajar agama baik dalam negeri maupun luar negeri, dapat melihat atau menonton langsung kajian-kajian agama, dapat membaca atau mengunduh langsung sumber-sumber kajian agama serta dapat melakukan konsultasi agama secara online.
Sementara itu, efek radikalisme tetap harus diwaspadai terlebih konten-konten tersebut banyak beredar di dunia maya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2021, sekitar 12,2% masyarakat indoneisa berpotensi terpapar radikalisme. Kominfo juga telah memblokir 21.330 konten radikalisme terorisme sejak 2017 hingga 2021.
Selain radikalisme, waspadai ujaran kebencian dan hoaks. Hanya 32% responden penduduk Indonesia yang merasa yakin atau pun sangat yakin dapat mengidentifikasi hoaks. Mayoritas menganggap keberadaan berita atau informasi yang salah, tidak sesuai fakta atau hoaks merupakan permasalahan serius.
“Setidaknya 12% responden mengaku pernah menyebarkan berita hoaks. Mereka mayoritas beralasan hanya meneruskan berita yang sudah tersebar tanpa memikirkan hoaks atau bukan. Sebagian besar responden 45% juga tidak tahu bahwa berita tersebut ternyata hoaks,” katanya.
Peneliti Asia-Japan Research Institute Riza Nurdin mengatakan ada empat panduan belajar agama di dunia maya yaitu menggunakan internet sebagai wasilah mengamalkan hadits, selektif dalam memilih sumber, tetap memiliki guru di dunia nyata serta meningkatkan literasi digital.
“Literasi digital merupakan kecakapan penting yang harus dipenuhi dalam proses belajar agama di dunia maya agar selamat di dunia dan akhirat,” jelasnya.
Hal itu terungkap dalam webinar Ngobrol Bareng Legislator (Ngobras) yang diselenggarakan Kominfo dan Komisi I DPR pada Kamis, 30 Maret 2023. Webinar yang mengambil tema “Belajar Agama di Dunia Maya” ini dibuka langsung oleh Dirjen Aptika Kominfo Semuel Abrijani Pangerapan.
Anggota Komisi I DPR RI Fadhullah mengatakan di zaman kemajuan teknologi informasi, banyak hal dapat dilakukan salah satunya belajar melalui dunia maya. “Belajar bisa lewat YouTube, Instagram dan lainnya. Perlu diingat kita harus memperhatikan etika dalam berkomunikasi dan menggunakan teknologi tersebut,” kata Fadhullah, dikutip Jumat (31/3/2023).
Setidaknya ada empat dampak positif internet untuk belajar agama yaitu akses yang sangat luas untuk belajar agama baik dalam negeri maupun luar negeri, dapat melihat atau menonton langsung kajian-kajian agama, dapat membaca atau mengunduh langsung sumber-sumber kajian agama serta dapat melakukan konsultasi agama secara online.
Sementara itu, efek radikalisme tetap harus diwaspadai terlebih konten-konten tersebut banyak beredar di dunia maya. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) 2021, sekitar 12,2% masyarakat indoneisa berpotensi terpapar radikalisme. Kominfo juga telah memblokir 21.330 konten radikalisme terorisme sejak 2017 hingga 2021.
Selain radikalisme, waspadai ujaran kebencian dan hoaks. Hanya 32% responden penduduk Indonesia yang merasa yakin atau pun sangat yakin dapat mengidentifikasi hoaks. Mayoritas menganggap keberadaan berita atau informasi yang salah, tidak sesuai fakta atau hoaks merupakan permasalahan serius.
“Setidaknya 12% responden mengaku pernah menyebarkan berita hoaks. Mereka mayoritas beralasan hanya meneruskan berita yang sudah tersebar tanpa memikirkan hoaks atau bukan. Sebagian besar responden 45% juga tidak tahu bahwa berita tersebut ternyata hoaks,” katanya.
Peneliti Asia-Japan Research Institute Riza Nurdin mengatakan ada empat panduan belajar agama di dunia maya yaitu menggunakan internet sebagai wasilah mengamalkan hadits, selektif dalam memilih sumber, tetap memiliki guru di dunia nyata serta meningkatkan literasi digital.
“Literasi digital merupakan kecakapan penting yang harus dipenuhi dalam proses belajar agama di dunia maya agar selamat di dunia dan akhirat,” jelasnya.
(cip)