Para Manusia Tegar untuk Dedikasi yang Tak Berujung demi Membangun SDM
loading...
A
A
A
KUTAI BARAT - Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) masih menjadi pekerjaan rumah yang belum terselesaikan, khususnya di dunia pendidikan terutama di pelosok daerah. Hal ini pun menjadi tugas berat bagi Pemerintah Daerah (Pemda) untuk bisa mengatasi dan melakukan perbaikan secara perlahan.
Kondisi geografis dan fasilitas yang belum memadai, adalah sesuatu yang umum dihadapi di pelosok daerah di Indonesia. Tak hanya fasilitas pendidikan yang minim, fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya seakan turut menjadi penghambat berkembangnya pendidikan di Indonesia.
Meski berada di pedalaman dengan akses jalan yang belum memadai serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang masih minim, ada manusia-manusia tangguh yang dengan dedikasinya serta pengorbanannya tak kenal waktu, mau mengabdi untuk negeri, khususnya di bidang pendidikan.
Tampak depan SDN 004 Long Iram. Foto/SINDOnews
Salah satu manusia tangguh itu adalah seorang guru bernama Agustina, yang kini menjadi Kepala SDN 004 Long Iram. SD tersebut merupakan mitra dari Tanoto Foundation, yang berada Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: Upaya Gigih Tembus Pelosok Kubar demi Majukan Pendidikan
Dituturkan Agustina, dia merasakan saat-saat sulitnya untuk menjadi guru dan berusaha mendapatkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Awalnya saya mendaftar di Samarinda untuk menjadi guru PNS enggak lolos, di Tenggarong dulu juga enggak lolos. Jadi dulu saya mengabdi dulu menjadi guru di Hulu, Kabupaten Hulu, saya mengabdi 9 tahunan di sana," kata Agustina kepada SINDOnews saat mengikuti kegiatan Tanoto Foundation di Kutai Barat, Kaltim, Rabu 15 Maret 2023.
"Setelah itu saya kembali lagi ke Samarinda, ikut tes lagi dan enggak lulus kembali. Alasannya disuruh kuliah lagi D2 PGSD. Setelah menempuh pendidikan selama dua tahun setengah, kemudian ikut tes lagi, lulus," ungkap Agustina yang menuturkan kisah perjuangannya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah dirinya lolos, tak begitu saja mudah mendapatkan tempat sebagai guru untuk mengajar. Dirinya kembali harus mencari sekolahan yang membuka posisi guru.
"Setelah beberapa proses, saya kemudian ke Long Iram. Rupanya di Long Iram ini ada kepala sekolahnya diangkat jadi kepala cabang. Jadi ada peluang di sini, pada tahun 2000, sudah PNS. mengabdi di sini sampai sekarang," tutur Agustina.
"Kemudian menjadi guru dan saya sudah 11 tahun sekarang ini mengabdi jadi kepala sekolah, sekarang berarti saya sudah 30-an tahun lebih," tuturnya.
Baca juga: Ciptakan Siswa Mandiri lewat Bertani Memanfaatkan Lahan
Diakui perempuan yang penuh semangat ini, tak ada perjuangan yang mudah diraih. Menurutnya, asal ada kemauan dan tekad, semua akan bisa diraih.
"Jadi kalau memang sudah niat, kita jalan terus. Saya sudah punya niat dari Sulawesi tadi, pokoknya apa pun yang terjadi, saya akan mengabdi sesuai dengan keahlian yang saya miliki," jelasnya.
"Bahwa kita harus berusaha, jangan terpaku kepada keahlian yang tidak bisa kita kembangkan. Banyak tenaga pengajar di daerah yang terjauh, tenaga pengajarnya tamatan SMA, tidak ada orang yang mau ke sana. Karena aksesnya itu, kesulitan dalam kesehatan, faskes. Saat ini yang ada di sini sudah lumayan, ada rumah sakit, apotek," jelasnya.
Perpustakaan SDN 004 Long Iram. Foto/SINDOnews
Ketika ditanya mengenai kendala bagi guru-guru yang ingin mengabdi karena faktor faskes dan sebagainya, dia mengiyakannya. Namun dia berharap para putra-putri daerah mau mengabdikan dirinya untuk daerahnya.
"Ada faktor itu, faskes kesehatan. Tapi saya yakin, kalau orang yang berdomisili di situ dengan harapan Pemerintah Kutai Barat bisa bermitra dengan universitas mana, untuk memanfaatkan SDM lokal yang tinggal di daerah itu. Tidak mungkin dia menolak lagi, kalau itu mereka perhatikan, saya yakin mereka tidak akan menolak," kata Agustinus.
Baca juga: Lestarikan Budaya Lokal dengan Mengenalkan Lagu dan Kesenian Daerah
Hal ini ditegaskan Agustina, agar pendidikan di daerah, terutamannya di wilayah pedalaman bisa mengejar ketertinggalan di kota.
"Supaya kami yang ada di pedalaman ini diperhatikan tidak jauh beda dengan yang ada di kota, supaya pendidikan itu merata," tandasnya.
"Sehingga kita ini, saya sebagai guru sangat bingung juga yang mana harus kita terapkan, yang mana harus dilaksanakan. Sehingga di bawah ini terutama kami, ada beberapa kampung itu sinyal internetnya susah," kata Deny.
"Jadi kalau harus terima transfer data, download itu agak kesusahan. Kalau yang seputar kecamatan, di Long Iram ini memang sinyalnya masih kencang," tambahnya.
Diungkapkan Deny, bahkan ada beberapa kampung di Long Iram yang benar-benar susah sinyal. Hal ini yang menjadi hambatan untuk menerapkan kurikulum pendidikan.
"Tapi nanti kalau beralih ke Hulu, karena kami di Kecamatan Long Iram ini ada 11 Kampung, yang dua kampung di terhulu itu mereka harus mendekat ke arah kantor desa yang ada wifi dari kementerian itu, baru mereka download," jelasnya.
"Nah itu tolong sampaikan ke Pak Menteri, tolong kalau mau ganti kurikulum untuk memperhatikan yang di desa ini. Kalau di sana kota, kalau ganti kurikulum, mereka langsung terima. Sementara kita di sini belum. Baru pelatihan kurikulum merdeka," tutupnya.
Di sisi lain, sentuhan Tanoto Foundation yang bersinergi dengan Pemkab Kutai Barat, khususnya Dinas Pendidikan Kubar, memberikan secercah harapan untuk membangkitkan dan memberikan semangat bagi mereka. Agar pembangunan kualitas SDM terutama di bidang pendidikan bisa lebih tertata.
Lewat guru penggerak yang merupakan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tanoto Foundation kemudian menjadi salah satu organisasi filantropi yang ditunjuk Kemendikbud untuk menjadi salah satu organisasi penggerak, namun menggunakan dana mandiri atau independen.
Pendidikan guru penggerak, juga membekali guru penggerak keterampilan mengambil keputusan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan penting karena sebagai kepala sekolah nantinya akan dihadapkan pada suatu keadaan pengambilan keputusan.
Organisasi ini merupakan organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 atas keyakinan bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh.
Programnya dirancang berdasarkan filosofi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang. Dengan mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas dari usia dini sampai usia berkarya. Tiga pilar komitmennya adalah memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa depan, dan memfasilitasi riset.
Saat menyeberang Sungai Mahakam. Foto/SINDOnews
Untuk diketahui, Long Iram merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Daerah ini berada terpencil dari akses perkotaan. Saat SINDOnews mengunjungi sekolah di Long Iram, dengan menyeberangi sungai Mahakam, tengah diadakan pelatihan.
Pelatihan tersebut dibagi dalam tiga kategori/kelas, yaitu, Kategori MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dengan target peserta satu kepala sekolah dan satu guru senior. Kedua Kategori Pembelajaran Kelas Awal dengan target peserta dua guru kelas awal (kelas 1-3). Ketiga, Kategori Pembelajaran Kelas Tinggi dengan target peserta tiga guru kelas tinggi (kelas 4-6).
Topik pelatihan yakni MBS atau Manajemen Berbasis Sekolah, untuk kelas awal merancang LKPD atauu Lembar Kerja Peserta Didik dan pertanyaan PIT atau Produktif, Imajinatif, Terbuka. Sedangkan untuk Kelas Tinggi, merancang LKPD atau Lembar Kerja Peserta Didik dan Pertanyaan PIT.
Kondisi geografis dan fasilitas yang belum memadai, adalah sesuatu yang umum dihadapi di pelosok daerah di Indonesia. Tak hanya fasilitas pendidikan yang minim, fasilitas kesehatan dan fasilitas umum lainnya seakan turut menjadi penghambat berkembangnya pendidikan di Indonesia.
Meski berada di pedalaman dengan akses jalan yang belum memadai serta fasilitas pendidikan dan kesehatan yang masih minim, ada manusia-manusia tangguh yang dengan dedikasinya serta pengorbanannya tak kenal waktu, mau mengabdi untuk negeri, khususnya di bidang pendidikan.
Tampak depan SDN 004 Long Iram. Foto/SINDOnews
Salah satu manusia tangguh itu adalah seorang guru bernama Agustina, yang kini menjadi Kepala SDN 004 Long Iram. SD tersebut merupakan mitra dari Tanoto Foundation, yang berada Kutai Barat, Kalimantan Timur (Kaltim).
Baca juga: Upaya Gigih Tembus Pelosok Kubar demi Majukan Pendidikan
30 Tahun Mengabdi
Dia mengatakan, dirinya mengabdi sebagai guru sekitar 30 tahunan. Perempuan asli Toraja, Sulawesi Selatan ini menceritakan saat awal dirinya merantau ke daerah Kutai Barat, tepatnya di Long Iram.Dituturkan Agustina, dia merasakan saat-saat sulitnya untuk menjadi guru dan berusaha mendapatkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Awalnya saya mendaftar di Samarinda untuk menjadi guru PNS enggak lolos, di Tenggarong dulu juga enggak lolos. Jadi dulu saya mengabdi dulu menjadi guru di Hulu, Kabupaten Hulu, saya mengabdi 9 tahunan di sana," kata Agustina kepada SINDOnews saat mengikuti kegiatan Tanoto Foundation di Kutai Barat, Kaltim, Rabu 15 Maret 2023.
"Setelah itu saya kembali lagi ke Samarinda, ikut tes lagi dan enggak lulus kembali. Alasannya disuruh kuliah lagi D2 PGSD. Setelah menempuh pendidikan selama dua tahun setengah, kemudian ikut tes lagi, lulus," ungkap Agustina yang menuturkan kisah perjuangannya dengan mata berkaca-kaca.
Setelah dirinya lolos, tak begitu saja mudah mendapatkan tempat sebagai guru untuk mengajar. Dirinya kembali harus mencari sekolahan yang membuka posisi guru.
"Setelah beberapa proses, saya kemudian ke Long Iram. Rupanya di Long Iram ini ada kepala sekolahnya diangkat jadi kepala cabang. Jadi ada peluang di sini, pada tahun 2000, sudah PNS. mengabdi di sini sampai sekarang," tutur Agustina.
"Kemudian menjadi guru dan saya sudah 11 tahun sekarang ini mengabdi jadi kepala sekolah, sekarang berarti saya sudah 30-an tahun lebih," tuturnya.
Baca juga: Ciptakan Siswa Mandiri lewat Bertani Memanfaatkan Lahan
Diakui perempuan yang penuh semangat ini, tak ada perjuangan yang mudah diraih. Menurutnya, asal ada kemauan dan tekad, semua akan bisa diraih.
"Jadi kalau memang sudah niat, kita jalan terus. Saya sudah punya niat dari Sulawesi tadi, pokoknya apa pun yang terjadi, saya akan mengabdi sesuai dengan keahlian yang saya miliki," jelasnya.
Bertahan di Daerah Pedalaman
Ketika ditanya apa yang membuatnya bisa bertahan di daerah pedalaman tersebut, jawaban perempuan setengah baya ini cukup menyentak dan memberikan suntikan semangat bagi kaum muda untuk bisa mengabdi kepada daerahnya."Bahwa kita harus berusaha, jangan terpaku kepada keahlian yang tidak bisa kita kembangkan. Banyak tenaga pengajar di daerah yang terjauh, tenaga pengajarnya tamatan SMA, tidak ada orang yang mau ke sana. Karena aksesnya itu, kesulitan dalam kesehatan, faskes. Saat ini yang ada di sini sudah lumayan, ada rumah sakit, apotek," jelasnya.
Perpustakaan SDN 004 Long Iram. Foto/SINDOnews
Ketika ditanya mengenai kendala bagi guru-guru yang ingin mengabdi karena faktor faskes dan sebagainya, dia mengiyakannya. Namun dia berharap para putra-putri daerah mau mengabdikan dirinya untuk daerahnya.
"Ada faktor itu, faskes kesehatan. Tapi saya yakin, kalau orang yang berdomisili di situ dengan harapan Pemerintah Kutai Barat bisa bermitra dengan universitas mana, untuk memanfaatkan SDM lokal yang tinggal di daerah itu. Tidak mungkin dia menolak lagi, kalau itu mereka perhatikan, saya yakin mereka tidak akan menolak," kata Agustinus.
Baca juga: Lestarikan Budaya Lokal dengan Mengenalkan Lagu dan Kesenian Daerah
Hal ini ditegaskan Agustina, agar pendidikan di daerah, terutamannya di wilayah pedalaman bisa mengejar ketertinggalan di kota.
"Supaya kami yang ada di pedalaman ini diperhatikan tidak jauh beda dengan yang ada di kota, supaya pendidikan itu merata," tandasnya.
Susahnya Sinyal Internet
Sementara Deny Liongson, guru kelas di SD 003 Long Iram mengungkapkan, sulitnya sinyal internet di pedalaman. Hal itu diungkapkan menyampaikan keluhan para guru di pelosok yang kesulitan saat harus men-download kurikulum pendidikan yang kerap berubah secara cepat."Sehingga kita ini, saya sebagai guru sangat bingung juga yang mana harus kita terapkan, yang mana harus dilaksanakan. Sehingga di bawah ini terutama kami, ada beberapa kampung itu sinyal internetnya susah," kata Deny.
"Jadi kalau harus terima transfer data, download itu agak kesusahan. Kalau yang seputar kecamatan, di Long Iram ini memang sinyalnya masih kencang," tambahnya.
Diungkapkan Deny, bahkan ada beberapa kampung di Long Iram yang benar-benar susah sinyal. Hal ini yang menjadi hambatan untuk menerapkan kurikulum pendidikan.
"Tapi nanti kalau beralih ke Hulu, karena kami di Kecamatan Long Iram ini ada 11 Kampung, yang dua kampung di terhulu itu mereka harus mendekat ke arah kantor desa yang ada wifi dari kementerian itu, baru mereka download," jelasnya.
"Nah itu tolong sampaikan ke Pak Menteri, tolong kalau mau ganti kurikulum untuk memperhatikan yang di desa ini. Kalau di sana kota, kalau ganti kurikulum, mereka langsung terima. Sementara kita di sini belum. Baru pelatihan kurikulum merdeka," tutupnya.
Di sisi lain, sentuhan Tanoto Foundation yang bersinergi dengan Pemkab Kutai Barat, khususnya Dinas Pendidikan Kubar, memberikan secercah harapan untuk membangkitkan dan memberikan semangat bagi mereka. Agar pembangunan kualitas SDM terutama di bidang pendidikan bisa lebih tertata.
Lewat guru penggerak yang merupakan program dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud). Tanoto Foundation kemudian menjadi salah satu organisasi filantropi yang ditunjuk Kemendikbud untuk menjadi salah satu organisasi penggerak, namun menggunakan dana mandiri atau independen.
Pendidikan guru penggerak, juga membekali guru penggerak keterampilan mengambil keputusan. Hal ini menjadi salah satu pertimbangan penting karena sebagai kepala sekolah nantinya akan dihadapkan pada suatu keadaan pengambilan keputusan.
Organisasi ini merupakan organisasi filantropi independen di bidang pendidikan yang didirikan oleh Sukanto Tanoto dan Tinah Bingei Tanoto pada tahun 1981 atas keyakinan bahwa setiap individu harus memiliki kesempatan untuk mewujudkan potensinya secara penuh.
Programnya dirancang berdasarkan filosofi bahwa pendidikan berkualitas mempercepat kesetaraan peluang. Dengan mengembangkan potensi individu dan memperbaiki taraf hidup melalui pendidikan berkualitas dari usia dini sampai usia berkarya. Tiga pilar komitmennya adalah memperbaiki lingkungan belajar, mengembangkan pemimpin masa depan, dan memfasilitasi riset.
Saat menyeberang Sungai Mahakam. Foto/SINDOnews
Untuk diketahui, Long Iram merupakan salah satu kecamatan yang terletak di Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur. Daerah ini berada terpencil dari akses perkotaan. Saat SINDOnews mengunjungi sekolah di Long Iram, dengan menyeberangi sungai Mahakam, tengah diadakan pelatihan.
Pelatihan tersebut dibagi dalam tiga kategori/kelas, yaitu, Kategori MBS (Manajemen Berbasis Sekolah) dengan target peserta satu kepala sekolah dan satu guru senior. Kedua Kategori Pembelajaran Kelas Awal dengan target peserta dua guru kelas awal (kelas 1-3). Ketiga, Kategori Pembelajaran Kelas Tinggi dengan target peserta tiga guru kelas tinggi (kelas 4-6).
Topik pelatihan yakni MBS atau Manajemen Berbasis Sekolah, untuk kelas awal merancang LKPD atauu Lembar Kerja Peserta Didik dan pertanyaan PIT atau Produktif, Imajinatif, Terbuka. Sedangkan untuk Kelas Tinggi, merancang LKPD atau Lembar Kerja Peserta Didik dan Pertanyaan PIT.
(maf)