Argo Sebut Red Notice Djoko Tjandra Terhapus Otomatis dari Sistem
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kadiv Humas Polri, Irjen Pol Argo Yuwono Prabowo memastikan penghapusan red notice buronan Djoko Tjandra terjadi secara otomatis dari sistem.
”Red notice nama seseorang akan terhapus sendirinya oleh sistem setelah melebihi batas waktu lima tahun. Itu adalah delete by system sesuai artikel 51 dalam aturan Interpol," kata Argo ditemui di kantornya, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020). (Baca juga: Polri Sebut Ada Orang yang Ngaku Djoko Tjandra Buat Surat Bebas Covid-19)
Argo menjelaskan, Kejaksaan Agung mengajukan permohonan red notice terhadap Djoko Tjandra pada 2009. Kemudian, secara otomatis red notice Djoko Tjandra terhapus oleh sistem pada 2014. Hal itu sesuai dengan aturan Interpol. "Itu pasal 51. Artikel 51, ada tertulis delete otomatical. Itu di artikel 51. Kemudian, dalam artikel 68, bahwa file ini ada batas waktunya, lima tahun," katanya. (Baca juga: Bahas Djoko Tjandra, Rapat Komisi III Tertahan Izin Azis Syamsuddin)
Lebih lanjut, kata Argo, pihaknya telah melakukan upaya setelah red notice ini terhapus oleh sistem. Polri kemudian mengajukan permohonan Daftar Pencarian Orang (DPO) atasnama Djoko Tjandra pada 2015. Dimana, pada 2015 sempat ada isu Djoko Tjandra berada di Papua Nugini. Polri Lantas mengeluarkan surat ke Ditjen Imigrasi mohon bantuan untuk memasukkan Djoko Tjandra ke dalam DPO Imigrasi dan melakukan pengamanan jika terlacak. "Kenapa DPO, karena sudah terdelete by system pada 2014. Kemudian itu sudah upaya Polri," terangnya.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara. Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya.
”Red notice nama seseorang akan terhapus sendirinya oleh sistem setelah melebihi batas waktu lima tahun. Itu adalah delete by system sesuai artikel 51 dalam aturan Interpol," kata Argo ditemui di kantornya, Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Jumat (17/7/2020). (Baca juga: Polri Sebut Ada Orang yang Ngaku Djoko Tjandra Buat Surat Bebas Covid-19)
Argo menjelaskan, Kejaksaan Agung mengajukan permohonan red notice terhadap Djoko Tjandra pada 2009. Kemudian, secara otomatis red notice Djoko Tjandra terhapus oleh sistem pada 2014. Hal itu sesuai dengan aturan Interpol. "Itu pasal 51. Artikel 51, ada tertulis delete otomatical. Itu di artikel 51. Kemudian, dalam artikel 68, bahwa file ini ada batas waktunya, lima tahun," katanya. (Baca juga: Bahas Djoko Tjandra, Rapat Komisi III Tertahan Izin Azis Syamsuddin)
Lebih lanjut, kata Argo, pihaknya telah melakukan upaya setelah red notice ini terhapus oleh sistem. Polri kemudian mengajukan permohonan Daftar Pencarian Orang (DPO) atasnama Djoko Tjandra pada 2015. Dimana, pada 2015 sempat ada isu Djoko Tjandra berada di Papua Nugini. Polri Lantas mengeluarkan surat ke Ditjen Imigrasi mohon bantuan untuk memasukkan Djoko Tjandra ke dalam DPO Imigrasi dan melakukan pengamanan jika terlacak. "Kenapa DPO, karena sudah terdelete by system pada 2014. Kemudian itu sudah upaya Polri," terangnya.
Diketahui, Djoko Tjandra mendaftar PK atas kasusnya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020. Sidang pertamanya dilangsungkan pada Senin, 29 Juni 2020. Namun, Djoko tidak hadir dalam sidang perdananya karena alasan sedang sakit.
Djoko Tjandra merupakan terdakwa kasus pengalihan hak yang mengakibatkan terjadinya pergantian kreditur (cessie) Bank Bali senilai Rp904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000. Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan bebas dari tuntutan karena perbuatannya bukan pidana melainkan perdata.
Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus Djoko ke Mahkamah Agung pada Oktober 2008. Majelis hakim memvonis Djoko Tjandra dua tahun penjara dan harus membayar Rp15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali Rp546,166 miliar pun dirampas negara. Dia juga sempat dikabarkan berada di Papua Nugini pada 2009. Lalu dalam beberapa waktu lalu, dikabarkan sudah di Indonesia hampir tiga bulan lamanya.
(cip)