Dulu Jualan Kue Cucur di Tebet, Siapa Sangka Sosok Ini Jadi Lulusan Terbaik Akmil, Seskoad, dan Sesko TNI
loading...
A
A
A
JAKARTA - Lahir dan besar dari keluarga sangat sederhana mewarnai perjalanan hidup Jenderal TNI (Purn) Budiman . Keprihatinan semasa bocah itu telah menempanya menjadi sosok dengan tekad kuat dan pantang menyerah.
Banyak orang mengenal Budiman sebagai jenderal TNI AD bintang empat. Portofolio militernya juga dihiasi dengan catatan mentereng. Lulusan terbaik Akademi Militer 1978 ini pernah dipercaya sebagai KSAD. Namun tak banyak orang tahu dia pernah mengisi hari-harinya dengan berjualan kue cucur di Tebet, Jakarta Selatan.
Budiman lahir pada Selasa Pon, 25 September 1956. Ayahnya, Sadeli Sunyoto, seorang guru SD yang kemudian kariernya meningkat jadi Kepala SDN Kebon Manggis 01 Matraman, Jakarta Timur. Ibunya, Titin Sumartini, ibu rumah tangga. Keluarga Sadeli hidup dalam kesederhanaan. Ekonomi mereka pas-pasan.
Selain mengajar, sang ayah juga berjualan soto untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Adapun sang ibu membantu dengan berjualan aneka panganan mulai bubur kacang hijau, kue cucur, comro, singkong goreng, dan lainnya. Budi merasakan betul hari-hari dalam suasana sulit itu. Namun dia tak berpangku tangan. Budi turut membantu dengan berjualan cucur keluar masuk kampung di Tebet, tempat mereka tinggal.
“Sejak kelas 1-4 SD, saya bagian yang menjual mulai jam 05.00-06.00 WIB. Kalau nggak laku, saya jual di sekolah,” ujar Budiman dalam buku biografi berjudul ‘Jenderal TNI Budiman, Kasad Peduli Kesejahteraan Prajurit’ yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, dikutip Minggu (26/2/2023).
Perjuangan hidup tak hanya dari sisi ekonomi keluarga. Tempat tinggal mereka juga terbilang sangat sederhana. Semula rumah Sadeli-Titin awalnya di tengah perkampungan padat penduduk di Kampung Bali Matraman. Pada 1968 ketika Budi lulus SD, orang tuanya menempati ‘rumah baru’ di Jalan Slamet Riyadi II/7B.
Rumah itu sebetulnya bekas bangunan WC sekolah. Setelah dirobohkan dibangun bangunan baru. Karena dibikin dengan bahan seadanya dan terburu-buru, ada bagian-bagian yang sekadar ditempel triplek bekas. Ketika panas menyengat, triplek itu ada yang melengkung sehingga membuat celah di dinding.
“Jika malam hari, angin dari luar masuk sehingga Budi dan saudara-saudaranya kedinginan,” tulis Disjarahad.
Menembus Lembah Tidar
Lulus SD, Budi menempuh pendidikan di SMP L (50) Jakarta. Setelahnya, dia melanjutkan pendidikan menengah di SMAN 8 Jakarta. Di kelas dua dia masuk penjurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam (Paspal). Selama di sekolah, Budi aktif di OSIS dan berbagai kegiatan lain seperti pentas seni di radio serta televisi.
Lokasi SMAN 8 di Bukit Duri ketika itu termasuk daerah yang kerap kebanjiran. Situasi ini sedikit banyak memengaruhi karakter siswa. Mereka terbiasa untuk saling menolong dan tidak sombong. Begitu pula yang dirasakan Budiman.
“Masa-masa di SMP dan SMA telah membentuk karakter saya. Selain pendidikan formal, sekolah juga telah memberikan pendidikan budi pekerti sebagai bekal saya hingga kini,” tutur anak ke-2 dari sembilan bersaudara ini.
Lulus SMA, murid yang dikenal cerdas ini memutuskan untuk berkarier sebagai tentara. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Ayahnya telah berujar hanya mampu mengantar pendidikan hingga SMA. Jika ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lanjutan, maka anak-anaknya diminta mencari beasiswa.
Terdorong situasi itu Budiman pun menjajal mengikuti seleksi Akabri Darat (kini Akmil) di Kodam Jaya pada 1974. Semua persyaratan hingga tes dia jalani dengan tekad kuat dan kesabaran. Pada akhirnya, lolos lah dia menuju Lembah Tidar, Magelang.
Hari-hari berat sebagai calon prajurit Taruna akhirnya dirasakan Budi muda. Salah satu teman angkatannya yakni Marciano Norman. Kelak, Marciano melesat menjadi Danpaspampres, Pangdam Jaya, Dankodiklatad hingga Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Pensiun dengan pangkat bintang 3 (Letjen), Marciano kini aktif sebagai Ketua Umum KONI Pusat.
Latihan keras menjadi santapan sehari-hari. Bukan rahasia, capratar digembleng fisik dan mental. Mereka benar-benar dibentuk sebagai sosok tangguh. Bukan hanya dari ilmu-ilmu militer, pengetahuan umum juga diajarkan dengan sangat disiplin. Tapi toh keras dan sulitnya pendidikan Taruna itu mampu dilalui Budiman dengan baik.
Detik berlalu, hari berganti. Perjalanan berliku di Lembah Tidar akhirnya diselesaikan Budiman. Pada 1978 dia resmi dilantik sebagai Letnan Dua. Tidak sekadar lulus, Budiman menyandang predikat prestisius: lulusan terbaik alias peraih lencana Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama!
Terdapat cerita menarik lain dari pendidikannya di Akmil ini. Tentara yang semasa bocah kerap menirukan pidato Bung Karno itu lulus dari Corps Zeni (Czi). Umumnya, rata-rata Taruna memilih kecabangan infanteri sebagai pelabuhan karier militernya.
Budiman yang terkenal sebagai sosok cerdas ini juga merasa heran. Terlebih hasil tes psikologinya juga menunjukkan dia lolos Korps Infanteri. Bagaimana bisa dia ‘nyasar’ ke Zeni? Apa pun, dia merasa semua ada hikmahnya. Faktanya, meski dari kecabangan Zeni, perjalanan kariernya mencapai puncak tertinggi hingga menjadi KSAD ke-29. Empat bintang emas bertengger di pundaknya.
Hat-trick Lulusan Terbaik
Sepanjang kariernya, Budiman dikenal sebagai sosok cerdas. Tidak mengherankan dia kerap menggondol titel juara 1 selama pendidikan Taruna mulai tingkat I hingga IV. Ketika pendidikan Zeni di Amerika Sertikat, dia hanya kalah dari serdadu Israel hingga menjadi terbaik II.
Di kalangan koleganya, kecerdasan Budiman bukan rahasia. Letjen TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo pernah mendeskripsikan kepandaian Budi. “Ketika orang mati-matian belajar saat mau ujian, Budiman biasanya justru santai-santai saja dan bahkan sibuk mengajarkan teman-temannya menghadapi ujian,” kata Suryo dalam wawancara dengan tim Disjarahad.
Pernyataan itu tak berlebihan. Karier pendidikan kemiliteran Budiman sangat cemerlang. Dalam sejaarah TNI, hanya segelintir tentara yang mampu mencetak hat-trick (tiga beruntun) sebagai lulusan terbaik di semua pendidikan TNI.
Budiman adalah orang pertama yang sanggup melakukan itu. Jenderal berzodiak Libra ini tercatat sebagai lulusan terbaik Akmil 1978. Prestasi mengilap itu kembali diulangi ketika mengikuti pendidikan Seskoad. Mantan Pangdam IV/Diponegoro itu menjadi lulusan terbaik pada 1994.
Tinta emas belum berhenti ditorehkan. Ketika mengikuti pendidikan Sesko TNI, pria yang dulu tak pernah malu keliling jualan kue cucur ini kembali menyabet gelar lulusan terbaik. Budiman pun dianugerahi lencana Wira Adi Nugraha.
Dalam data SINDOnews, baru ada tiga orang yang sukses mengukir rekor treble lulusan terbaik pendidikan TNI. Jejak mengagumkan Budiman diikuti Mayjen TNI Bambang Trisnohadi (Dirjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan). Bambang lulusan terbaik Akmil 1993, Seskoad 2008, dan Sesko TNI 2017.
Setelah itu muncul Brigjen TNI Lucky Avianto yang saat ini menjabat Kapusdiklat BIN. Alumnus SMA Taruna Nusantara ini juga tercatat sebagai peraih Adhi Makayasa Akmil 1996. Setelah itu dia juga menyabet status lulusan terbaik Seskoad 2011 dan Sesko TNI 2019.
Namun di antara tiga nama ini, Budiman menorehkan catatan unik tersendiri. Tentara yang memulai karier sebagai Komandan Peleton Yonzipur 3 Kodam III/Siliwangi pada 1979 ini satu-satunya perwira dari Korps Zeni yang sukses meraih hat-trick lulusan terbaik. Untuk diketahui, Bambang Trisnohadi dan Lucky Avianto keduanya dari kecabangan infanteri Kopassus.
Profil Singkat Jenderal TNI (Purn) Budiman
Lahir : 25 September 1956
Jabatan : KSAD ke-29 (30 Agustus 2013-25 Juli 2014)
Pendidikan:
- Akademi Militer 1978 (Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama).
- Seskoad 1994 (lulusan terbaik).
- Sesko TNI 2001 (lulusan terbaik).
Karier ( di antaranya):
- Danton Yonzipur 3 Kodam III/Siliwangi (1979).
- Koorspri KSAD (1998).
- Danrem 061/Surya Kencana Kodam III/Siliwangi (2003).
- Pangdam IV/Diponegoro (2009).
- Dankodiklat TNI AD (2010).
- Wakil KSAD (2011).
- Sekjen Kemhan (2013).
- KSAD (2013-2014).
Banyak orang mengenal Budiman sebagai jenderal TNI AD bintang empat. Portofolio militernya juga dihiasi dengan catatan mentereng. Lulusan terbaik Akademi Militer 1978 ini pernah dipercaya sebagai KSAD. Namun tak banyak orang tahu dia pernah mengisi hari-harinya dengan berjualan kue cucur di Tebet, Jakarta Selatan.
Budiman lahir pada Selasa Pon, 25 September 1956. Ayahnya, Sadeli Sunyoto, seorang guru SD yang kemudian kariernya meningkat jadi Kepala SDN Kebon Manggis 01 Matraman, Jakarta Timur. Ibunya, Titin Sumartini, ibu rumah tangga. Keluarga Sadeli hidup dalam kesederhanaan. Ekonomi mereka pas-pasan.
Selain mengajar, sang ayah juga berjualan soto untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Adapun sang ibu membantu dengan berjualan aneka panganan mulai bubur kacang hijau, kue cucur, comro, singkong goreng, dan lainnya. Budi merasakan betul hari-hari dalam suasana sulit itu. Namun dia tak berpangku tangan. Budi turut membantu dengan berjualan cucur keluar masuk kampung di Tebet, tempat mereka tinggal.
“Sejak kelas 1-4 SD, saya bagian yang menjual mulai jam 05.00-06.00 WIB. Kalau nggak laku, saya jual di sekolah,” ujar Budiman dalam buku biografi berjudul ‘Jenderal TNI Budiman, Kasad Peduli Kesejahteraan Prajurit’ yang diterbitkan Dinas Sejarah Angkatan Darat, dikutip Minggu (26/2/2023).
Perjuangan hidup tak hanya dari sisi ekonomi keluarga. Tempat tinggal mereka juga terbilang sangat sederhana. Semula rumah Sadeli-Titin awalnya di tengah perkampungan padat penduduk di Kampung Bali Matraman. Pada 1968 ketika Budi lulus SD, orang tuanya menempati ‘rumah baru’ di Jalan Slamet Riyadi II/7B.
Rumah itu sebetulnya bekas bangunan WC sekolah. Setelah dirobohkan dibangun bangunan baru. Karena dibikin dengan bahan seadanya dan terburu-buru, ada bagian-bagian yang sekadar ditempel triplek bekas. Ketika panas menyengat, triplek itu ada yang melengkung sehingga membuat celah di dinding.
“Jika malam hari, angin dari luar masuk sehingga Budi dan saudara-saudaranya kedinginan,” tulis Disjarahad.
Menembus Lembah Tidar
Lulus SD, Budi menempuh pendidikan di SMP L (50) Jakarta. Setelahnya, dia melanjutkan pendidikan menengah di SMAN 8 Jakarta. Di kelas dua dia masuk penjurusan Ilmu Pasti dan Pengetahuan Alam (Paspal). Selama di sekolah, Budi aktif di OSIS dan berbagai kegiatan lain seperti pentas seni di radio serta televisi.
Lokasi SMAN 8 di Bukit Duri ketika itu termasuk daerah yang kerap kebanjiran. Situasi ini sedikit banyak memengaruhi karakter siswa. Mereka terbiasa untuk saling menolong dan tidak sombong. Begitu pula yang dirasakan Budiman.
“Masa-masa di SMP dan SMA telah membentuk karakter saya. Selain pendidikan formal, sekolah juga telah memberikan pendidikan budi pekerti sebagai bekal saya hingga kini,” tutur anak ke-2 dari sembilan bersaudara ini.
Lulus SMA, murid yang dikenal cerdas ini memutuskan untuk berkarier sebagai tentara. Keputusan itu bukan tanpa alasan. Ayahnya telah berujar hanya mampu mengantar pendidikan hingga SMA. Jika ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan lanjutan, maka anak-anaknya diminta mencari beasiswa.
Terdorong situasi itu Budiman pun menjajal mengikuti seleksi Akabri Darat (kini Akmil) di Kodam Jaya pada 1974. Semua persyaratan hingga tes dia jalani dengan tekad kuat dan kesabaran. Pada akhirnya, lolos lah dia menuju Lembah Tidar, Magelang.
Hari-hari berat sebagai calon prajurit Taruna akhirnya dirasakan Budi muda. Salah satu teman angkatannya yakni Marciano Norman. Kelak, Marciano melesat menjadi Danpaspampres, Pangdam Jaya, Dankodiklatad hingga Kepala Badan Intelijen Negara (BIN). Pensiun dengan pangkat bintang 3 (Letjen), Marciano kini aktif sebagai Ketua Umum KONI Pusat.
Latihan keras menjadi santapan sehari-hari. Bukan rahasia, capratar digembleng fisik dan mental. Mereka benar-benar dibentuk sebagai sosok tangguh. Bukan hanya dari ilmu-ilmu militer, pengetahuan umum juga diajarkan dengan sangat disiplin. Tapi toh keras dan sulitnya pendidikan Taruna itu mampu dilalui Budiman dengan baik.
Detik berlalu, hari berganti. Perjalanan berliku di Lembah Tidar akhirnya diselesaikan Budiman. Pada 1978 dia resmi dilantik sebagai Letnan Dua. Tidak sekadar lulus, Budiman menyandang predikat prestisius: lulusan terbaik alias peraih lencana Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama!
Terdapat cerita menarik lain dari pendidikannya di Akmil ini. Tentara yang semasa bocah kerap menirukan pidato Bung Karno itu lulus dari Corps Zeni (Czi). Umumnya, rata-rata Taruna memilih kecabangan infanteri sebagai pelabuhan karier militernya.
Budiman yang terkenal sebagai sosok cerdas ini juga merasa heran. Terlebih hasil tes psikologinya juga menunjukkan dia lolos Korps Infanteri. Bagaimana bisa dia ‘nyasar’ ke Zeni? Apa pun, dia merasa semua ada hikmahnya. Faktanya, meski dari kecabangan Zeni, perjalanan kariernya mencapai puncak tertinggi hingga menjadi KSAD ke-29. Empat bintang emas bertengger di pundaknya.
Hat-trick Lulusan Terbaik
Sepanjang kariernya, Budiman dikenal sebagai sosok cerdas. Tidak mengherankan dia kerap menggondol titel juara 1 selama pendidikan Taruna mulai tingkat I hingga IV. Ketika pendidikan Zeni di Amerika Sertikat, dia hanya kalah dari serdadu Israel hingga menjadi terbaik II.
Di kalangan koleganya, kecerdasan Budiman bukan rahasia. Letjen TNI (Purn) Johannes Suryo Prabowo pernah mendeskripsikan kepandaian Budi. “Ketika orang mati-matian belajar saat mau ujian, Budiman biasanya justru santai-santai saja dan bahkan sibuk mengajarkan teman-temannya menghadapi ujian,” kata Suryo dalam wawancara dengan tim Disjarahad.
Pernyataan itu tak berlebihan. Karier pendidikan kemiliteran Budiman sangat cemerlang. Dalam sejaarah TNI, hanya segelintir tentara yang mampu mencetak hat-trick (tiga beruntun) sebagai lulusan terbaik di semua pendidikan TNI.
Budiman adalah orang pertama yang sanggup melakukan itu. Jenderal berzodiak Libra ini tercatat sebagai lulusan terbaik Akmil 1978. Prestasi mengilap itu kembali diulangi ketika mengikuti pendidikan Seskoad. Mantan Pangdam IV/Diponegoro itu menjadi lulusan terbaik pada 1994.
Tinta emas belum berhenti ditorehkan. Ketika mengikuti pendidikan Sesko TNI, pria yang dulu tak pernah malu keliling jualan kue cucur ini kembali menyabet gelar lulusan terbaik. Budiman pun dianugerahi lencana Wira Adi Nugraha.
Dalam data SINDOnews, baru ada tiga orang yang sukses mengukir rekor treble lulusan terbaik pendidikan TNI. Jejak mengagumkan Budiman diikuti Mayjen TNI Bambang Trisnohadi (Dirjen Strategi Pertahanan Kementerian Pertahanan). Bambang lulusan terbaik Akmil 1993, Seskoad 2008, dan Sesko TNI 2017.
Setelah itu muncul Brigjen TNI Lucky Avianto yang saat ini menjabat Kapusdiklat BIN. Alumnus SMA Taruna Nusantara ini juga tercatat sebagai peraih Adhi Makayasa Akmil 1996. Setelah itu dia juga menyabet status lulusan terbaik Seskoad 2011 dan Sesko TNI 2019.
Namun di antara tiga nama ini, Budiman menorehkan catatan unik tersendiri. Tentara yang memulai karier sebagai Komandan Peleton Yonzipur 3 Kodam III/Siliwangi pada 1979 ini satu-satunya perwira dari Korps Zeni yang sukses meraih hat-trick lulusan terbaik. Untuk diketahui, Bambang Trisnohadi dan Lucky Avianto keduanya dari kecabangan infanteri Kopassus.
Profil Singkat Jenderal TNI (Purn) Budiman
Lahir : 25 September 1956
Jabatan : KSAD ke-29 (30 Agustus 2013-25 Juli 2014)
Pendidikan:
- Akademi Militer 1978 (Adhi Makayasa-Tri Sakti Wiratama).
- Seskoad 1994 (lulusan terbaik).
- Sesko TNI 2001 (lulusan terbaik).
Karier ( di antaranya):
- Danton Yonzipur 3 Kodam III/Siliwangi (1979).
- Koorspri KSAD (1998).
- Danrem 061/Surya Kencana Kodam III/Siliwangi (2003).
- Pangdam IV/Diponegoro (2009).
- Dankodiklat TNI AD (2010).
- Wakil KSAD (2011).
- Sekjen Kemhan (2013).
- KSAD (2013-2014).
(kri)