Kasus Sambo: Hukum Masih Tajam ke Atas
loading...
A
A
A
Aswar Hasan
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unhas
HAKIM Ketua Wahyu Iman Santoso akhirnya membacakan vonis hukuman mati kepada terdakwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo. Vonis tersebut lebih berat daripada tuntutan jaksa yang meminta terdakwa Sambo dihukum seumur hidup.
Tidak ada alasan pembenar dan pemaaf yang bisa membuat hukuman Ferdy Sambo diturunkan, ucap Wahyu saat membacakan amar putusan majelis hakim yang dipimpinnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sambo divonis bersalah karena telah dengan sadar merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Joshua Hutabarat (Brigadir J) secara sadis dan juga telah menyusun skenario agar lolos dari jerat hukum dengan menghilangkan barang bukti.
Sementara itu, sikap hakim justru melunak saat menjatuhkan vonis kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang hanya dihukum satu tahun enam bulan, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 12 tahun.
Hal itu disebabkan karena perannya sebagai justice collaborator atas kasus pembunuhan Brigadir J. Dengan demikian putusan hakim menunjukkan ketajamannya ke atas di mana semula Ferdy Sambo yang dituntut oleh jaksa hukuman seumur hidup, menjadi vonis hukuman mati.
Ketika Hakim membacakan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, emak-emak dari berbagai suku dan agama yang berbaur menyatu menyesaki ruang sidang, serentak berteriak riuh gembira menyambut vonis hakim tersebut.
Sementara itu, ketika hakim membacakan vonis hukuman bagi Richard Eliezer, sang terdakwa yang telah berani jujur di mengungkap kebenaran di balik peliknya kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Sambo, disambut haru dan histeris pendukungnya.
“Hidup Hakim! Keadilan masih ada bagi tersangka yang jujur lagi berpangkat rendah”. Kurang lebih demikian komentar publik di media sosial.
Keadilan di negeri ini, memang sungguh mahal, tapi masih bisa hadir di tengah masyarakat yang mendambakannya. Keadilan yang mahal itu, bukan tanpa risiko. Betapa tidak, Hakim ketua Wahyu Iman Santoso, sebagai mana diberitakan, telah mengalami teror dan dugaan intervensi.
Dosen Ilmu Komunikasi FISIP Unhas
HAKIM Ketua Wahyu Iman Santoso akhirnya membacakan vonis hukuman mati kepada terdakwa pembunuhan berencana Ferdy Sambo. Vonis tersebut lebih berat daripada tuntutan jaksa yang meminta terdakwa Sambo dihukum seumur hidup.
Tidak ada alasan pembenar dan pemaaf yang bisa membuat hukuman Ferdy Sambo diturunkan, ucap Wahyu saat membacakan amar putusan majelis hakim yang dipimpinnya.
Baca Juga: koran-sindo.com
Sambo divonis bersalah karena telah dengan sadar merencanakan pembunuhan terhadap Brigadir Joshua Hutabarat (Brigadir J) secara sadis dan juga telah menyusun skenario agar lolos dari jerat hukum dengan menghilangkan barang bukti.
Sementara itu, sikap hakim justru melunak saat menjatuhkan vonis kepada Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang hanya dihukum satu tahun enam bulan, jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa selama 12 tahun.
Hal itu disebabkan karena perannya sebagai justice collaborator atas kasus pembunuhan Brigadir J. Dengan demikian putusan hakim menunjukkan ketajamannya ke atas di mana semula Ferdy Sambo yang dituntut oleh jaksa hukuman seumur hidup, menjadi vonis hukuman mati.
Ketika Hakim membacakan vonis hukuman mati kepada Ferdy Sambo, emak-emak dari berbagai suku dan agama yang berbaur menyatu menyesaki ruang sidang, serentak berteriak riuh gembira menyambut vonis hakim tersebut.
Sementara itu, ketika hakim membacakan vonis hukuman bagi Richard Eliezer, sang terdakwa yang telah berani jujur di mengungkap kebenaran di balik peliknya kasus pembunuhan Brigadir J yang diotaki Sambo, disambut haru dan histeris pendukungnya.
“Hidup Hakim! Keadilan masih ada bagi tersangka yang jujur lagi berpangkat rendah”. Kurang lebih demikian komentar publik di media sosial.
Keadilan di negeri ini, memang sungguh mahal, tapi masih bisa hadir di tengah masyarakat yang mendambakannya. Keadilan yang mahal itu, bukan tanpa risiko. Betapa tidak, Hakim ketua Wahyu Iman Santoso, sebagai mana diberitakan, telah mengalami teror dan dugaan intervensi.