PBNU Akan Gelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban, Bahas Piagam PBB
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama ( PBNU ) akan menggelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban di Surabaya, Jawa Timur, Senin (6/2/2023). Salah satu tema penting yang dibahas adalah pandangan hukum Islam terhadap Piagam PBB.
Pembahasan ini memiliki nilai kebaruan yang sangat penting untuk memperkuat legitimasi PBB sebagai institusi penting dalam menjaga keutuhan negara bangsa modern saat ini.
"Para ulama akan menyampaikan argumentasi fiqhiyah bahwa piagam dan keputusan-keputusan PBB ini bisa menjadi rujukan otoritatif dan mendapat legitimasi dari ortodoksi yang tersedia dalam Islam," kata Kepala Divisi Strategi Komunikasi dan Media Muktamar Internasional Fikih Peradaban, Ishaq Zubaedi Raqib, Kamis (26/1/2023).
Baca juga: PBNU Gelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban, Bahas Negara Bangsa hingga Konsep Kafir
Sebagaimana diketahui, Piagam PBB merupakan salah satu hal yang menjadi kesepakatan para pemimpin negara untuk menghentikan Perang Dunia II. "Para pemimpin negara menandatangani Piagam PBB tersebut untuk tidak lagi berperang. Ini demi keberlangsungan hidup bersama yang nyaman, aman, dan bebas dari ancaman negara dan bangsa lain," ujarnya.
Namun, hingga saat ini belum tersedia legitimasi fiqhiyah atas Piagam PBB tersebut. Sebab, salah satu alasan itu, maka PBNU berinisiatif untuk mengajak para ulama dari berbagai negara untuk bersama-sama memikirkannya.
Dengan adanya legitimasi berdasarkan hukum Islam, Piagam PBB akan memiliki kekuatan sebagai bagian tak terpisahkan dari perspektif agama Islam itu sendiri. "Di sinilah letak urgensi pembahasan Piagam PBB dalam perspektif Islam ini," kata Ketua Lembaga Informasi dan Publikasi (LTN) PBNU itu.
Baca juga: Porseni dan Jalan Sehat 1 Abad NU Usai, Nusron Wahid Berterima Kasih ke Warga Solo
Selain itu, Piagam PBB yang menegaskan perlunya batas-batas negara bangsa juga belum dibahas dalam fikih-fikih klasik. Karenanya, pembahasan ini penting untuk merumuskan konsep dan istilah baru dalam hukum Islam.
"Ini menjawab perlunya terobosan dalam ajaran fikih yang membahas perihal kenegaraan mengingat realitasnya yang sudah jauh berbeda dengan masa, di mana fikih klasik itu dirumuskan para ulama terdahulu," katanya.
Sebagai informasi, Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini akan diikuti oleh 300 ulama dari dalam dan luar negeri. Mereka adalah para ahli hukum Islam yang mewakili lembaga ataupun negaranya sebagai mufti.
Muktamar Internasional Fikih Peradaban merupakan puncak dari rangkaian Halaqah Fikih Peradaban yang digelar di 250 titik se-Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari salah satu agenda peringatan Harlah 1 Abad NU.
Pembahasan ini memiliki nilai kebaruan yang sangat penting untuk memperkuat legitimasi PBB sebagai institusi penting dalam menjaga keutuhan negara bangsa modern saat ini.
"Para ulama akan menyampaikan argumentasi fiqhiyah bahwa piagam dan keputusan-keputusan PBB ini bisa menjadi rujukan otoritatif dan mendapat legitimasi dari ortodoksi yang tersedia dalam Islam," kata Kepala Divisi Strategi Komunikasi dan Media Muktamar Internasional Fikih Peradaban, Ishaq Zubaedi Raqib, Kamis (26/1/2023).
Baca juga: PBNU Gelar Muktamar Internasional Fikih Peradaban, Bahas Negara Bangsa hingga Konsep Kafir
Sebagaimana diketahui, Piagam PBB merupakan salah satu hal yang menjadi kesepakatan para pemimpin negara untuk menghentikan Perang Dunia II. "Para pemimpin negara menandatangani Piagam PBB tersebut untuk tidak lagi berperang. Ini demi keberlangsungan hidup bersama yang nyaman, aman, dan bebas dari ancaman negara dan bangsa lain," ujarnya.
Namun, hingga saat ini belum tersedia legitimasi fiqhiyah atas Piagam PBB tersebut. Sebab, salah satu alasan itu, maka PBNU berinisiatif untuk mengajak para ulama dari berbagai negara untuk bersama-sama memikirkannya.
Dengan adanya legitimasi berdasarkan hukum Islam, Piagam PBB akan memiliki kekuatan sebagai bagian tak terpisahkan dari perspektif agama Islam itu sendiri. "Di sinilah letak urgensi pembahasan Piagam PBB dalam perspektif Islam ini," kata Ketua Lembaga Informasi dan Publikasi (LTN) PBNU itu.
Baca juga: Porseni dan Jalan Sehat 1 Abad NU Usai, Nusron Wahid Berterima Kasih ke Warga Solo
Selain itu, Piagam PBB yang menegaskan perlunya batas-batas negara bangsa juga belum dibahas dalam fikih-fikih klasik. Karenanya, pembahasan ini penting untuk merumuskan konsep dan istilah baru dalam hukum Islam.
"Ini menjawab perlunya terobosan dalam ajaran fikih yang membahas perihal kenegaraan mengingat realitasnya yang sudah jauh berbeda dengan masa, di mana fikih klasik itu dirumuskan para ulama terdahulu," katanya.
Sebagai informasi, Muktamar Internasional Fikih Peradaban ini akan diikuti oleh 300 ulama dari dalam dan luar negeri. Mereka adalah para ahli hukum Islam yang mewakili lembaga ataupun negaranya sebagai mufti.
Muktamar Internasional Fikih Peradaban merupakan puncak dari rangkaian Halaqah Fikih Peradaban yang digelar di 250 titik se-Indonesia. Kegiatan ini juga menjadi bagian dari salah satu agenda peringatan Harlah 1 Abad NU.
(abd)