Istitaah Haji antara Persepsi dan Implementasi
loading...
A
A
A
M Ishom el-Saha
Wakil Dekan I Fakultas Syariah UIN Banten, Pengasuh Pesantren Arrohimiyyah
PENYESUAIAN biaya haji 2023 sebesar Rp69,1 juta yang kini viral di media sosial sebetulnya pernah diwacanakan sebelum pandemi pada 2019.
Salah seorang anggota DPR RI saat itu menyebut kondisi normal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) di Indonesia ialah Rp69.950.000,- akan tetapi sebelum tahun ini jamaah Indonesia hanya membayar 35 juta dan itu pun masih dikembalikan ke jamaah lagi dalam bentuk living cost 1500 riyal.
Baca Juga: koran-sindo.com
Usulan penyesuaian biaya haji 2023 itu pada dasarnya telah mempertimbangkan pengurangan 70% dari usulan rata-rata BPIH yang mencapai Rp98,8 juta. Seperti biasa untuk menutup kekurangannya, pemerintah sebagai penyelenggara haji nasional memanfaatkan optimalisasi hasil efisiensi (murabahah) dana haji.
Di tengah arus pro-kontra usulan penyesuaian biaya haji 2023 sebesar Rp69,1 juta kita perlu mendudukkan masalah pokok di atas ketentuan istitaah sebagai syarat wajib haji (QS. Ali Imran ayat 97). Secara bahasa istitaah berarti kemampuan (thaqah) dan kuasa (qudrah), sedangkan secara istilah istitaah adalah orang yang mampu (mustati’) yakni yang memiliki kuasa atas harta dan badannya.
Pro dan kontra rencana penyesuaian biaya haji lebih dari Rp40 juta plus setoran awal porsi haji Rp25 jutaan pada dasarnya berkaitan erat dengan tolok ukur kemampuan masyarakat yang bersifat relatif. Masyarakat yang pro rencana penyesuaian biaya haji membandingkan biaya umroh 2023: Kalau paket umroh 9 hari saja biayanya lebih dari Rp25 juta, maka wajar biaya haji selama 40 hari lebih dari Rp60 juta.
Sementara masyarakat yang kontra beralasan bahwa rencana penyesuaian biaya haji itu sangat membebani masyarakat yang telah susah payah mendaftar dan mengumpulkan ongkos haji. Jika tiba-tiba mereka dituntut melunasi biaya haji Rp40 juta lebih, padahal tahun-tahun sebelumnya pelunasan haji kurang dari Rp15 juta, maka calon haji akan kesulitan melunasinya.
Standar Istitaah
Kemampuan setiap orang bersifat relatif akan tetapi kemampuan seseorang untuk menjalankan haji telah distandardisasikan dari sejak dulu oleh para ulama fiqh. Tujuannya supaya relativitas ini tidak mendatangkan masalah, baik pada pribadi calon jamaah haji maupun pemerintah, penduduk serta pendatang lainnya di Tanah Suci.
Para ulama telah membuat standardisasi istitaah, khususnya biaya hidup (al-zad) dan transportasi (al-rahilah). Menurut Abdullah b. Shalih al-Qashir dalam kitab Zad al-Hujjaj wa al-Mu’tamirin, standardisasi istitaah sangat penting mengingat penjelasan hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari sahabat Anas b. Malik. Disebutkan bahwa ada seseorang yang menanyakan: Apa yang dimaksud dengan orang yang mampu atas jalannya dalam QS. Ali Imran ayat 97? Rasulullah menjawab: (orang yang mampu) atas biaya hidup (al-zad) dan transportasi (al-rahilah).
Wakil Dekan I Fakultas Syariah UIN Banten, Pengasuh Pesantren Arrohimiyyah
PENYESUAIAN biaya haji 2023 sebesar Rp69,1 juta yang kini viral di media sosial sebetulnya pernah diwacanakan sebelum pandemi pada 2019.
Salah seorang anggota DPR RI saat itu menyebut kondisi normal Biaya Perjalanan Ibadah Haji (BPIH) di Indonesia ialah Rp69.950.000,- akan tetapi sebelum tahun ini jamaah Indonesia hanya membayar 35 juta dan itu pun masih dikembalikan ke jamaah lagi dalam bentuk living cost 1500 riyal.
Baca Juga: koran-sindo.com
Usulan penyesuaian biaya haji 2023 itu pada dasarnya telah mempertimbangkan pengurangan 70% dari usulan rata-rata BPIH yang mencapai Rp98,8 juta. Seperti biasa untuk menutup kekurangannya, pemerintah sebagai penyelenggara haji nasional memanfaatkan optimalisasi hasil efisiensi (murabahah) dana haji.
Di tengah arus pro-kontra usulan penyesuaian biaya haji 2023 sebesar Rp69,1 juta kita perlu mendudukkan masalah pokok di atas ketentuan istitaah sebagai syarat wajib haji (QS. Ali Imran ayat 97). Secara bahasa istitaah berarti kemampuan (thaqah) dan kuasa (qudrah), sedangkan secara istilah istitaah adalah orang yang mampu (mustati’) yakni yang memiliki kuasa atas harta dan badannya.
Pro dan kontra rencana penyesuaian biaya haji lebih dari Rp40 juta plus setoran awal porsi haji Rp25 jutaan pada dasarnya berkaitan erat dengan tolok ukur kemampuan masyarakat yang bersifat relatif. Masyarakat yang pro rencana penyesuaian biaya haji membandingkan biaya umroh 2023: Kalau paket umroh 9 hari saja biayanya lebih dari Rp25 juta, maka wajar biaya haji selama 40 hari lebih dari Rp60 juta.
Sementara masyarakat yang kontra beralasan bahwa rencana penyesuaian biaya haji itu sangat membebani masyarakat yang telah susah payah mendaftar dan mengumpulkan ongkos haji. Jika tiba-tiba mereka dituntut melunasi biaya haji Rp40 juta lebih, padahal tahun-tahun sebelumnya pelunasan haji kurang dari Rp15 juta, maka calon haji akan kesulitan melunasinya.
Standar Istitaah
Kemampuan setiap orang bersifat relatif akan tetapi kemampuan seseorang untuk menjalankan haji telah distandardisasikan dari sejak dulu oleh para ulama fiqh. Tujuannya supaya relativitas ini tidak mendatangkan masalah, baik pada pribadi calon jamaah haji maupun pemerintah, penduduk serta pendatang lainnya di Tanah Suci.
Para ulama telah membuat standardisasi istitaah, khususnya biaya hidup (al-zad) dan transportasi (al-rahilah). Menurut Abdullah b. Shalih al-Qashir dalam kitab Zad al-Hujjaj wa al-Mu’tamirin, standardisasi istitaah sangat penting mengingat penjelasan hadis Rasulullah yang diriwayatkan dari sahabat Anas b. Malik. Disebutkan bahwa ada seseorang yang menanyakan: Apa yang dimaksud dengan orang yang mampu atas jalannya dalam QS. Ali Imran ayat 97? Rasulullah menjawab: (orang yang mampu) atas biaya hidup (al-zad) dan transportasi (al-rahilah).