Anggota DPD Minta Pemerintah Libatkan Masyarakat Adat dalam Investasi

Jum'at, 18 November 2022 - 22:58 WIB
Anggota DPD asal Papua Barat Filep Wamafma.Foto/Istimewa/DPDRI
JAKARTA - Pemerintah diminta untuk melibatkan masyarakat adat dalam setiap proyek investasi di daerah otonomi khusus (Otsus). Masyarakat adat merupakan pemegang hak ulayat yang harus dimintai pertimbangan atas pemberian atau perpanjangan izin investasi.

Hal ini disampaikan Anggota DPD asal Papua Barat Filep Wamafma menanggapi adanya permintaan perpanjangan kontrak kerja sama proyek kilang LNG Tangguh di Teluk Bintuni, Papua Barat. Proyek kilang tersebut selama ini dikelola perusahaan asal Inggris, BP.

"Sebagai wakil rakyat, saya meminta agar permohonan BP Tangguh tersebut harus memperhatikan aspek-aspek krusial dalam investasi," ungkap Filep dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/11/2022).



Senator Papua Barat ini mengatakan, salah satu aspek krusial dalam rangka investasi di daerah otsus adalah partisipasi masyarakat terdampak. Menurutnya, sebagai salah satu proyek strategis nasional, pengembangan LNG Tangguh harus ditempatkan dalam kerangka tata ruang daerah.

Meskipun pemerintah pusat menetapkannya dalam kawasan strategis nasional berdasarkan UU Cipta Kerja, tapi Pemda harus dilibatkan. Baca: Ketua Kelompok DPD di MPR M Syukur Dukung Gagasan DPD Diatur dalam UU Tersendiri

"Apalagi kalau kita bicara tata ruang pertanahan, UU Otsus Perubahan pada Pasal 4 ayat (6) menegaskan bahwa Gubernur berkoordinasi dengan Pemerintah dalam hal kebijakan tata ruang pertahanan di provinsi," katanya.

Filep menjelaskan, dalam Pasal 38 ayat 2 dan 3 UU Otsus Perubahan juga disebutkan, usaha-usaha perekonomian di Provinsi Papua yang memanfaatkan sumber daya alam dilakukan dengan tetap menghormati hak-hak masyarakat adat, memberikan jaminan kepastian hukum bagi pengusaha, serta prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, dan pembangunan yang berkelanjutan yang pengaturannya ditetapkan dengan Perdasus.

"Artinya, dalam melakukan usaha-usaha perekonomian tersebut, wajib hukumnya memperhatikan sumber daya manusia setempat dengan mengutamakan orang asli Papua. Inilah yang saya maksud dengan titik krusial, yakni pelibatan masyarakat adat," ujarnya.

Pelibatan pemerintah daerah, sama juga dengan pelibatan masyarakat adat. Bahkan pelibatan masyarakat adat harus dilakukan mulai dari pertimbangan penerimaan atau penolakan permohonan perpanjangan kontrak, hingga dalam hal tenaga kerja.

"Ada 7 suku asli yang harus dilibatkan. Merekalah pemegang hak ulayat, yang kepada mereka pihak BP Tangguh dan Pemerintah Pusat meminta izin," tutur Filep.

Anggota Komite I DPD ini menilai perlu dilakukan evaluasi menyeluruh sebelum memberikan keputusan terkait permohonan perpanjangan kontrak tersebut. Evaluasi itu mencakup dampak terhadap masyarakat adat, lingkungan, aspek partisipasi masyarakat, persentase realisasi CSR bagi masyarakat, dan dampak terhadap pendidikan dan kesehatan orang asli Papua.

"Jadi, saya meminta Pemerintah Pusat untuk mendengarkan suara 7 suku yang ada di Papua Barat. Merekalah yang bisa menentukan perpanjangan kontrak dari BP Tangguh ini. Lontrak BP Tangguh harus tunduk pada UU Otsus dan peraturan turunannya," kata Filep.
(hab)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More