Jimly Asshiddiqie Sebut DPR Langgar Undang-Undang Copot Hakim Konstitusi Aswanto
Sabtu, 01 Oktober 2022 - 21:48 WIB
JAKARTA - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menyebut DPR melanggar Undang-Undang tentang MK dalam pencopotan hakim konstitusi Aswanto. Diketahui, hakim konstitusi dari usulan DPR Aswanto mendadak dicopot dari jabatannya oleh DPR melalui rapat internal Komisi III DPR dan Rapat Paripurna DPR pada Kamis (29/9/2022).
Aswanto digantikan oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi (MK). "Melanggar konstitusi, melanggar UU dan salah paham terhadap maksud surat," ujar Jimly di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (1/10/2022).
Jimly bersama delapan mantan hakim konstitusi membahas pencopotan Aswanto. Jimly, Maruarar Siahaan, Hamdan Zoelva, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD hadir di Gedung MK. Sedangkan lima mantan hakim konstitusi lainnya, Maria Farida Indrati, Laica Marzuki, I Dewa Gede Palguna, Haryono, dan Ahmad Sodiki mengikuti pertemuan itu secara daring.
Sementara itu, Hamdan Zoelva membeberkan poin pelanggaran UU dalam pencopotan Aswanto, yakni prosedur dan materilnya. "Prosedurnya pemberhentian hakim harus diberitahukan ketua hakim ke lembaga negara terkait, bahkan ada jangka waktunya 6 bulan. Itu sebagai dasar lembaga terkait untuk memproses penggantian hakim yang baru," katanya.
Hamdan mengatakan berdasarkan Pasal 23 ayat 4 UU MK, pemberhentian hakim konstitusi harus dari ketua MK. "Demikian juga prosedur pengangkatan hakim baru," ucapnya.
Terkait aspek materil hukumnya, kata Hamdan, UU MK menjelaskan masa jabatan hakim konstitusi sampai usia 70 tahun. "Jadi UU itu ketika diuji boleh MK, dan MK menolak pengujian UU itu sehingga UU itu tetap eksis dan berlaku, karena itu masa jabatan hakim konstitusi memang sampai umur 70 tahun," ungkap Hamdan.
Hamdan menambahkan, menurut UU tersebut pemberhentian hakim belum dapat dilakukan sebelum masa jabatan berakhir atau belum mencapai batas usia tersebut, kecuali meninggal dunia.
"Karena mengundurkan diri atau diberhentikan karena banyak alasan-alasan antara lain pelanggaran etik, pelanggaran hukum dan sebagainya. Nah, ini tidak ada satu pun terpenuhi. Karena itu kami melihat, baik dari aspek prosedur maupun materil, pemberhentian itu bertentangan dengan UU," pungkasnya.
Aswanto digantikan oleh Guntur Hamzah yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) Mahkamah Konstitusi (MK). "Melanggar konstitusi, melanggar UU dan salah paham terhadap maksud surat," ujar Jimly di Gedung MK, Jakarta, Sabtu (1/10/2022).
Jimly bersama delapan mantan hakim konstitusi membahas pencopotan Aswanto. Jimly, Maruarar Siahaan, Hamdan Zoelva, dan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD hadir di Gedung MK. Sedangkan lima mantan hakim konstitusi lainnya, Maria Farida Indrati, Laica Marzuki, I Dewa Gede Palguna, Haryono, dan Ahmad Sodiki mengikuti pertemuan itu secara daring.
Baca Juga
Sementara itu, Hamdan Zoelva membeberkan poin pelanggaran UU dalam pencopotan Aswanto, yakni prosedur dan materilnya. "Prosedurnya pemberhentian hakim harus diberitahukan ketua hakim ke lembaga negara terkait, bahkan ada jangka waktunya 6 bulan. Itu sebagai dasar lembaga terkait untuk memproses penggantian hakim yang baru," katanya.
Hamdan mengatakan berdasarkan Pasal 23 ayat 4 UU MK, pemberhentian hakim konstitusi harus dari ketua MK. "Demikian juga prosedur pengangkatan hakim baru," ucapnya.
Terkait aspek materil hukumnya, kata Hamdan, UU MK menjelaskan masa jabatan hakim konstitusi sampai usia 70 tahun. "Jadi UU itu ketika diuji boleh MK, dan MK menolak pengujian UU itu sehingga UU itu tetap eksis dan berlaku, karena itu masa jabatan hakim konstitusi memang sampai umur 70 tahun," ungkap Hamdan.
Hamdan menambahkan, menurut UU tersebut pemberhentian hakim belum dapat dilakukan sebelum masa jabatan berakhir atau belum mencapai batas usia tersebut, kecuali meninggal dunia.
"Karena mengundurkan diri atau diberhentikan karena banyak alasan-alasan antara lain pelanggaran etik, pelanggaran hukum dan sebagainya. Nah, ini tidak ada satu pun terpenuhi. Karena itu kami melihat, baik dari aspek prosedur maupun materil, pemberhentian itu bertentangan dengan UU," pungkasnya.
(rca)
Lihat Juga :
tulis komentar anda