Sejarah dan Latar Belakang Terjadinya Perjanjian Renville
Selasa, 20 September 2022 - 16:54 WIB
JAKARTA - Perjanjian Renville memiliki sejarah dan latar belakang yang menarik untuk dibahas. Setelah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, bangsa Indonesia masih harus berjuang untuk mempertahankan kedaulatannya dari ancaman negara lain termasuk Belanda yang ingin mengulang kembali sejarah.
Seperti yang diketahui, pasca kemerdekaan Indonesia, Belanda melakukan agresi militer dengan tujuan kembali menguasai nusantara. Berbagai bentuk perlawanan tentu tetap dilakukan para pejuang, baik melalui perlawanan fisik maupun jalur diplomasi.
Baca juga : USS Renville, Veteran Tiga Perang yang Berakhir di Galangan Penghancur Kapal
Perjanjian Renville sendiri menjadi salah satu contoh bentuk perjuangan jalur diplomasi yang dilakukan bangsa Indonesia guna mempertahankan kedaulatannya. Disadur dari jurnal berjudul Politik Diplomasi Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Perjanjian Renville karya Ervani, dkk, Perundingan Renville terjadi saat Amir menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia.
Semua berawal ketika Amir Syarifudin diangkat menggantikan kabinet Sjahrir. Kala itu, Presiden Soekarno memberi mandat kepada Amir untuk membentuk kabinet baru yang resmi berdiri pada 3 Juli 1947.
Adapun tujuan pembentukan Kabinet Amir ini agar bisa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Belanda yang terus mengganggu kedaulatan Indonesia.
Dalam berbagai upaya yang ditempuh, PBB kemudian campur tangan dan membentuk Komisi Tiga Negara yang beranggotakan Belgia, Australia, dan Amerika Serikat sebagai wakil PBB.
KTN inilah yang akan menjadi penengah perundingan Lanjutan antara RI dan Belanda. Amir Syarifudin selaku Perdana Menteri meminta kepada KTN agar jalannya perundingan dilakukan di luar wilayah Belanda untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Akhirnya, atas usulan KTN, kedua belah pihak setuju mengadakan perundingan di atas kapal laut yang berlabuh di luar zona tiga mil dan dianggap sebagai tempat netral. Kapal yang digunakan adalah USS Renville milik Amerika Serikat.
Seperti yang diketahui, pasca kemerdekaan Indonesia, Belanda melakukan agresi militer dengan tujuan kembali menguasai nusantara. Berbagai bentuk perlawanan tentu tetap dilakukan para pejuang, baik melalui perlawanan fisik maupun jalur diplomasi.
Baca juga : USS Renville, Veteran Tiga Perang yang Berakhir di Galangan Penghancur Kapal
Perjanjian Renville sendiri menjadi salah satu contoh bentuk perjuangan jalur diplomasi yang dilakukan bangsa Indonesia guna mempertahankan kedaulatannya. Disadur dari jurnal berjudul Politik Diplomasi Perdana Menteri Amir Syarifudin dan Perjanjian Renville karya Ervani, dkk, Perundingan Renville terjadi saat Amir menjabat sebagai Perdana Menteri Indonesia.
Semua berawal ketika Amir Syarifudin diangkat menggantikan kabinet Sjahrir. Kala itu, Presiden Soekarno memberi mandat kepada Amir untuk membentuk kabinet baru yang resmi berdiri pada 3 Juli 1947.
Adapun tujuan pembentukan Kabinet Amir ini agar bisa menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan Belanda yang terus mengganggu kedaulatan Indonesia.
Dalam berbagai upaya yang ditempuh, PBB kemudian campur tangan dan membentuk Komisi Tiga Negara yang beranggotakan Belgia, Australia, dan Amerika Serikat sebagai wakil PBB.
KTN inilah yang akan menjadi penengah perundingan Lanjutan antara RI dan Belanda. Amir Syarifudin selaku Perdana Menteri meminta kepada KTN agar jalannya perundingan dilakukan di luar wilayah Belanda untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Akhirnya, atas usulan KTN, kedua belah pihak setuju mengadakan perundingan di atas kapal laut yang berlabuh di luar zona tiga mil dan dianggap sebagai tempat netral. Kapal yang digunakan adalah USS Renville milik Amerika Serikat.
tulis komentar anda