ICW Ungkap Enam Fakta Indikasi Maladministrasi di Kartu Prakerja

Kamis, 02 Juli 2020 - 14:59 WIB
Indonesia Corruption Watch melaporkan indikasi maladministrasi program Kartu Prakerja ke Ombudsman Republik Indonesia. FOTO/ILUSTRASI/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan indikasi maladministrasi program Kartu Prakerja ke Ombudsman Republik Indonesia. Jika program tersebut tetap dipaksakan berjalan, maka dapat melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan dan berpotensi terjadinya tindak pidana korupsi.

"Kesimpulan ini bukan tanpa dasar, sebab jika dikaji lebih mendalam ditemukan fakta bahwa program ini berpotensi merugikan keuangan negara, membiarkan praktik monopoli terjadi, hingga adanya nuansa konflik kepentingan," kata peneliti ICW, Wana Alamsyah dalam keterangan tertulisnya, Kamis (2/7/2020).

Wana menjelaskan terdapat enam argumentasi yang menjadi landasan laporan program Kartu Prakerja ke Ombudsman. Yakni penempatan program Kartu Prakerja tidak sesuai dengan tugas, pokok, fungsi yang selama ini diemban oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. ( )

Sedari awal ICW sudah mempertanyakan dasar argumentasi pemerintah untuk menempatkan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sebagai pengampu program Kartu Prakerja.

"Dengan menempatkan Kemenko Perekonomian sebagai pelaksana teknis program Kartu Prakerja, timbul konflik peran secara internal, karena fungsi pengawasan dan fungsi pelaksanaan teknis menyatu pada satu Kementerian. Sehingga, ini dipandang sebagai maladministrasi karena melampaui wewenang sesuai dengan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2008," katanya.



Argumentasi kedua adalah mekanisme kurasi lembaga pelatihan tidak layak dan mengandung konflik kepentingan. Berdasarkan Pasal 27 Permenkoper 3/2020 sudah dijelaskan bahwa jangka waktu yang dibutuhkan oleh platform digital dan manajemen pelaksana untuk melakukan proses kurasi yakni paling lama 21 hari sampai akhirnya bisa ditetapkan sebagai lembaga pelatihan.

"Namun faktanya, rentang waktu antara proses pendaftaran gelombang I sampai penutupan hanya 5 hari saja. Tentu waktu ini dipandang tidak cukup untuk menghasilkan lembaga pelatihan yang benar-benar teruji dan profesional. Bahkan dapat berpotensi merusak kualitas pelatihan yang sebelumnya dijanjikan akan diberikan," ungkapnya.

Argumentasi lainnya yakni perjanjian kerja sama antara manajemen pelaksana dengan platform digital dilakukan sebelum terbitnya Permenko 3/2020. Menurut ICW, secara kronologi, manajemen pelaksana baru dibentuk oleh Komite pada 17 Maret 2020. Lalu perjanjian kerja sama antara manajemen pelaksana dilakukan pada 20 Maret 2020. Sedangkan Permenko 3/2020 yang mengatur teknis perjanjian kerja sama baru terbit pada 27 Maret 2020.( )

"Artinya, patut diduga bahwa perjanjian kerja sama yang dilakukan antara manajemen pelaksana dengan platform digital merupakan bentuk maladministrasi karena dasar hukum teknis yang mengatur tentang perjanjian kerja sama sebenarnya belum ada. Dengan kata lain, perjanjian kerja sama antara manajemen pelaksana dengan platform digital tidak berdasarkan aturan sama sekali," paparnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More