Fadli Zon Ungkap Narasi Menyesatkan di Balik Kenaikan Harga BBM

Rabu, 07 September 2022 - 20:05 WIB
Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai pemerintah seharusnya tidak perlu menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah proses pemulihan ekonomi masyarakat pascapandemi Covid-19. FOTO/DOK.SINDOnews
JAKARTA - Anggota DPR dari Fraksi Gerindra Fadli Zon menilai pemerintah seharusnya tidak perlu menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) di tengah proses pemulihan ekonomi masyarakat pascapandemi Covid-19. Kebijakan tersebut akan memicu inflasi dan berimplikasi serius terhadap ekonomi yang baru menggeliat kembali.

Untuk diketahui, Presiden Joko Widodo telah mengumumkan kenaikan harga BBM jenis solar, pertalite, dan pertamax di tengah harga minyak dunia yang terus turun sejak Agustus 2022. Harga pertalite naik hampir 31%, dari sebelumnya Rp7.650 menjadi Rp10.000 per liter; harga solar bersubsidi naik lebih dari 32%, dari Rp5.150 menjadi Rp6.800 per liter, sedangkan harga pertamax naik sebesar 16%, dari Rp12.500 menjadi Rp14.500 per liter.

"Kebijakan ini penuh dengan tanda tanya. Apalagi, sejumlah narasi yang dibangun pemerintah untuk membenarkan kebijakan ini terbukti menyesatkan," kata Fadli Zon dalam keterangan tertulisnya, Rabu (7/9/2022).



Fadli Zon mencatat ada beberapa narasi menyesatkan terkait dengan kebijakan harga BBM dan subsidi pemerintah di bidang energi. Pertama, Presiden Jokowi dan Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah melontarkan pernyataan bahwa anggaran subsidi energi mencapai Rp502 triliun dan jumlah itu sangat membebani APBN. Pernyataan itu telah diprotes oleh banyak kalangan karena dianggap tidak menggambarkan kenyataan yang sebenarnya.

"Nyatanya, subsidi BBM di dalam APBN kita hanya sebesar Rp149,4 triliun, dari total subsidi energi sebesar Rp208,9 triliun," papar Anggota Komisi I DPR ini.

Kedua, pemerintah selalu mengatakan kenaikan harga minyak telah menambah beban APBN. Padahal meskipun tergolong net oil importer, setiap kenaikan harga minyak dunia sebenarnya ikut meningkatkan pendapatan pemerintah. Fadli Zon mengutip Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) Anthony Budiawan, dengan produksi minyak mentah Indonesia yang mencapai 611.000 barel per hari, maka dengan tingkat harga minyak saat ini, pendapatan negara secara umum sebenarnya masih surplus sekitar Rp33,15 triliun.

Perhitungan tersebut kurang lebih senapas dengan hasil kajian INDEF pada Maret 2022, yang menyatakan bahwa kenaikan harga ICP (Indonesian Crude Price) USD1 per barel akan menambah pendapatan negara Rp3 triliun, di mana pada sisi belanja negara akan memberi tambahan Rp2,6 triliun. Karena itu dengan kenaikan harga ICP, diperkirakan masih ada surplus sekitar Rp400 miliar.

Baca juga: Sri Mulyani Pusing Jika Harga BBM Tak Naik, Subsidi Jebol Jadi Rp698 Triliun

"Jika mengacu pada skenario tersebut, selisih antara harga ICP sebagaimana diasumsikan APBN 2022, yaitu sebesar USD63 per barel, dengan harga riil ICP yang menyentuh rata-rata angka USD100 per barel, tidaklah otomatis menghasilkan kerugian. Selisih harga ICP sebesar USD37 per barel itu, menurut INDEF, justru telah menambah pendapatan negara sebesar Rp111 triliun. Dari sisi belanja memang mengakibatkan bertambahnya belanja negara, tapi jumlahnya menurut INDEF hanya sebesar Rp96,2 triliun. Sehingga, negara sebenarnya masih mengantongi surplus anggaran sebesar Rp14,8 triliun," ungkap Fadli Zon.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More