PKS: Masyarakat Butuh Solusi Konkret, Bukan Keluh Kesah Presiden
Selasa, 30 Juni 2020 - 14:26 WIB
JAKARTA - Juru Bicara Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Pipin Sopian mengkritik kemarahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) kepada para pembantunya dalam Rapat Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, 18 Juni 2020. Menurut Pipin, kemarahan itu menunjukkan lemahnya kepemimpinan Presiden Jokowi dalam menangani krisis COVID-19 .
"Arahan Presiden Jokowi tersebut lebih banyak berkeluh kesah atas masalah di internal kabinet yang hanya membebani psikologi masyarakat Indonesia," ujar Pipin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/6/2020). (Baca juga: Soroti Kinerja Menteri, Jokowi: Tak Ada Progres Signifikan)
Alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini berpendapat sebagai kepala pemerintahan seharusnya Presiden Jokowi memantau langsung hari per hari kebijakan menterinya dalam menangani krisis. "Ada pepatah dalam manajemen kepemimpinan itu you get what you inspect, not what you expect," katanya.
Dia melanjutkan jika Presiden Jokowi memiliki sense of crisis seharusnya fokus mengawal day by day kinerja menteri-menterinya yang ditugasi khusus menangani COVID-19. "Bukan malah berkeluh kesah setelah berbulan-bulan diberikan arahan. Jadi naon atuh yang dikerjakan Presiden Jokowi kemarin-kemarin?" tanyanya.
Menurutnya, beban masyarakat saat ini semakin tinggi. "Masyarakat butuh solusi konkret dan progres positif penanganan pandemi dan dampaknya, bukan cerita keluh kesah yang justru akan menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena hanya menunjukkan sebuah pemerintahan yang lemah," kata Ketua Departemen Politik DPP PKS ini.
Pipin juga menilai dari arahan Jokowi tersebut tergambar rapuhnya soliditas Kabinet Indonesia Maju. Bahkan sampai menyatakan misalnya dalam belanja kementerian bidang kesehatan, dari Rp75 triliun yang dianggarkan baru 1,53% yang dikeluarkan.
"Kasus seperti ini bukan untuk diungkap ke publik. Selesaikan langsung di internal kabinet. Kalau kerja menterinya enggak beres. Silakan diberhentikan dan diganti. Bukan malah ngancem-ngancem reshuffle," jelasnya.
Menurut Pipin, kualitas pemimpin itu bisa dilihat dari sikapnya terhadap kegagalan dan keberhasilan dalam menangani krisis. "Kalau berhasil, pemimpin baik tak lupa memberi apresiasi berbagai pihak yang terlibat dan tidak mengklaimnya sebagai keberhasilannya sendiri. Kalau gagal, dia bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, bukan menyalahkan orang lain atau anak buahnya," imbuhnya. (Baca juga: Semprot Menteri Soal Kinerja, Jokowi Ancam Bubarkan Lembaga Sampai Reshuffle)
Dia menambahkan dalam situasi krisis seperti ini, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menahkodai melewati badai. Bukan seorang manajer yang bisa delegasi semata dan berkeluh kesah. Seakan-akan bukan bagian dari masalah. "Jangan terlalu banyak dramaturgi politik," ucapnya.
"Arahan Presiden Jokowi tersebut lebih banyak berkeluh kesah atas masalah di internal kabinet yang hanya membebani psikologi masyarakat Indonesia," ujar Pipin dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/6/2020). (Baca juga: Soroti Kinerja Menteri, Jokowi: Tak Ada Progres Signifikan)
Alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) ini berpendapat sebagai kepala pemerintahan seharusnya Presiden Jokowi memantau langsung hari per hari kebijakan menterinya dalam menangani krisis. "Ada pepatah dalam manajemen kepemimpinan itu you get what you inspect, not what you expect," katanya.
Dia melanjutkan jika Presiden Jokowi memiliki sense of crisis seharusnya fokus mengawal day by day kinerja menteri-menterinya yang ditugasi khusus menangani COVID-19. "Bukan malah berkeluh kesah setelah berbulan-bulan diberikan arahan. Jadi naon atuh yang dikerjakan Presiden Jokowi kemarin-kemarin?" tanyanya.
Menurutnya, beban masyarakat saat ini semakin tinggi. "Masyarakat butuh solusi konkret dan progres positif penanganan pandemi dan dampaknya, bukan cerita keluh kesah yang justru akan menimbulkan kekhawatiran masyarakat karena hanya menunjukkan sebuah pemerintahan yang lemah," kata Ketua Departemen Politik DPP PKS ini.
Pipin juga menilai dari arahan Jokowi tersebut tergambar rapuhnya soliditas Kabinet Indonesia Maju. Bahkan sampai menyatakan misalnya dalam belanja kementerian bidang kesehatan, dari Rp75 triliun yang dianggarkan baru 1,53% yang dikeluarkan.
"Kasus seperti ini bukan untuk diungkap ke publik. Selesaikan langsung di internal kabinet. Kalau kerja menterinya enggak beres. Silakan diberhentikan dan diganti. Bukan malah ngancem-ngancem reshuffle," jelasnya.
Menurut Pipin, kualitas pemimpin itu bisa dilihat dari sikapnya terhadap kegagalan dan keberhasilan dalam menangani krisis. "Kalau berhasil, pemimpin baik tak lupa memberi apresiasi berbagai pihak yang terlibat dan tidak mengklaimnya sebagai keberhasilannya sendiri. Kalau gagal, dia bertanggung jawab atas kegagalan tersebut, bukan menyalahkan orang lain atau anak buahnya," imbuhnya. (Baca juga: Semprot Menteri Soal Kinerja, Jokowi Ancam Bubarkan Lembaga Sampai Reshuffle)
Dia menambahkan dalam situasi krisis seperti ini, dibutuhkan seorang pemimpin yang mampu menahkodai melewati badai. Bukan seorang manajer yang bisa delegasi semata dan berkeluh kesah. Seakan-akan bukan bagian dari masalah. "Jangan terlalu banyak dramaturgi politik," ucapnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda