Pemilu 2024 di IKN
Selasa, 05 Juli 2022 - 18:34 WIB
Khairul Fahmi
Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pemilu Fakultas Hukum Universitas Andalas
PADA pertengahan Februari lalu, Presiden Joko Widodo secara resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). UU ini tidak hanya sebatas mengatur bagaimana kerangka pembentukan, pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN, melainkan juga mengatur sejumlah dampak pembentukan IKN, salah satunya terhadap penyelenggaraan pemilu di wilayah baru tersebut. Pengaturan ini tentu sangat beralasan karena desain pemerintahan khusus IKN menyebabkan penyelenggaraan pemilu di sana akan berbeda dengan daerah lain.
Bila dibaca, UU IKN setidaknya menyinggung tiga hal berkenaan dengan pemilu. Pertama, di IKN hanya diselenggarakan pemilu nasional. Pemilu nasional dimaksud mencakup pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR dan anggota DPD. Kedua, dengan ditetapkannya IKN, penataan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi legislatif pusat, provinsi dan kabupaten/kota di daerah terdampak perlu dilakukan. Ketiga, KPU diberi mandat untuk menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPR dan DPD di IKN dengan berkonsultasi bersama Otorita IKN.
Representasi Lokal
Dengan hanya melaksanakan pemilu nasional, dipastikan tidak akan ada representasi lokal di daerah khusus IKN layaknya seperti daerah khusus DKI, DIY, Aceh dan Papua. Idealnya, sebagai sebuah satuan pemerintahan daerah khusus setingkat provinsi, IKN tetap mesti memiliki lembaga representasi daerah seperti daerah khusus lainnya. Sebab, jika IKN ditempatkan sebagai satuan pemerintahan daerah, maka sesuai Pasal 18 ayat (3) UUD 1945, pemerintahan daerah memiliki DPRD sebagai lembaga representasi rakyat daerah. Hanya saja, dengan status khusus yang dilekatkan pada IKN, terdapat ruang bagi pembentuk undang-undang untuk menentukan bentuk kekhususan IKN sendiri sesuai Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Sampai batas ini, ketiadaan lembaga representasi daerah yang berkonsekuensi terhadap tidak adanya pemilu tingkat daerah di IKN agaknya dapat dimaklumi.
Sebagai imbangannya, keterwakilan warga negara di IKN betul-betul harus terfasilitasi secara baik di DPR dan DPD. Sebab, berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak bagi rakyat di daerah khusus IKN mesti atas persetujuan wakil rakyat. Sehubungan dengan itu, tidak satu pun kebijakan yang membebani rakyat seperti pungutan bersifat memaksa yang dapat diterapkan kecuali atas persetujuan rakyat sendiri.
Masalah Penataan Dapil
Sejalan dengan itu, sebagai konsekuensi logis pembentukan daerah baru, penataan dapil pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi Kalimantan Timur dan DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara menjadi sangat urgen dilakukan. Penataan dapil DPR dan DPD diperlukan karena wilayah yang awalnya masuk dalam Provinsi Kaltim telah dikeluarkan dan ditetapkan menjadi daerah baru setingkat provinsi. Sebagai daerah baru, IKN akan menjadi dapil sendiri dalam pengisian anggota DPR dan DPD. Dengan demikian, bila hari ini terdapat delapan alokasi kursi DPR untuk dapil Kaltim, maka penataan perlu dilakukan dengan cara membagi alokasi kursi yang tersedia di Kaltim atau dengan menambah alokasi kursi DPR untuk IKN tanpa mengganggu jumlah kursi yang ada bagi Kaltim. Demikian pula dengan DPD, juga akan ada penambahan empat kursi DPD sebagai konsekuensi pembentukan daerah provinsi baru.
Dosen Hukum Tata Negara dan Peneliti Pemilu Fakultas Hukum Universitas Andalas
PADA pertengahan Februari lalu, Presiden Joko Widodo secara resmi mengesahkan Undang-Undang (UU) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN). UU ini tidak hanya sebatas mengatur bagaimana kerangka pembentukan, pembangunan dan penyelenggaraan pemerintahan daerah khusus IKN, melainkan juga mengatur sejumlah dampak pembentukan IKN, salah satunya terhadap penyelenggaraan pemilu di wilayah baru tersebut. Pengaturan ini tentu sangat beralasan karena desain pemerintahan khusus IKN menyebabkan penyelenggaraan pemilu di sana akan berbeda dengan daerah lain.
Bila dibaca, UU IKN setidaknya menyinggung tiga hal berkenaan dengan pemilu. Pertama, di IKN hanya diselenggarakan pemilu nasional. Pemilu nasional dimaksud mencakup pemilu untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden, anggota DPR dan anggota DPD. Kedua, dengan ditetapkannya IKN, penataan daerah pemilihan (dapil) dan alokasi kursi legislatif pusat, provinsi dan kabupaten/kota di daerah terdampak perlu dilakukan. Ketiga, KPU diberi mandat untuk menyusun dan menetapkan daerah pemilihan anggota DPR dan DPD di IKN dengan berkonsultasi bersama Otorita IKN.
Representasi Lokal
Dengan hanya melaksanakan pemilu nasional, dipastikan tidak akan ada representasi lokal di daerah khusus IKN layaknya seperti daerah khusus DKI, DIY, Aceh dan Papua. Idealnya, sebagai sebuah satuan pemerintahan daerah khusus setingkat provinsi, IKN tetap mesti memiliki lembaga representasi daerah seperti daerah khusus lainnya. Sebab, jika IKN ditempatkan sebagai satuan pemerintahan daerah, maka sesuai Pasal 18 ayat (3) UUD 1945, pemerintahan daerah memiliki DPRD sebagai lembaga representasi rakyat daerah. Hanya saja, dengan status khusus yang dilekatkan pada IKN, terdapat ruang bagi pembentuk undang-undang untuk menentukan bentuk kekhususan IKN sendiri sesuai Pasal 18B ayat (1) UUD 1945. Sampai batas ini, ketiadaan lembaga representasi daerah yang berkonsekuensi terhadap tidak adanya pemilu tingkat daerah di IKN agaknya dapat dimaklumi.
Sebagai imbangannya, keterwakilan warga negara di IKN betul-betul harus terfasilitasi secara baik di DPR dan DPD. Sebab, berbagai kebijakan pemerintah yang berdampak bagi rakyat di daerah khusus IKN mesti atas persetujuan wakil rakyat. Sehubungan dengan itu, tidak satu pun kebijakan yang membebani rakyat seperti pungutan bersifat memaksa yang dapat diterapkan kecuali atas persetujuan rakyat sendiri.
Masalah Penataan Dapil
Sejalan dengan itu, sebagai konsekuensi logis pembentukan daerah baru, penataan dapil pemilu DPR, DPD, DPRD Provinsi Kalimantan Timur dan DPRD Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara menjadi sangat urgen dilakukan. Penataan dapil DPR dan DPD diperlukan karena wilayah yang awalnya masuk dalam Provinsi Kaltim telah dikeluarkan dan ditetapkan menjadi daerah baru setingkat provinsi. Sebagai daerah baru, IKN akan menjadi dapil sendiri dalam pengisian anggota DPR dan DPD. Dengan demikian, bila hari ini terdapat delapan alokasi kursi DPR untuk dapil Kaltim, maka penataan perlu dilakukan dengan cara membagi alokasi kursi yang tersedia di Kaltim atau dengan menambah alokasi kursi DPR untuk IKN tanpa mengganggu jumlah kursi yang ada bagi Kaltim. Demikian pula dengan DPD, juga akan ada penambahan empat kursi DPD sebagai konsekuensi pembentukan daerah provinsi baru.
tulis komentar anda