Waspadai Mimbar Agama untuk Penyebaran Radikalisme
Jum'at, 01 Juli 2022 - 18:46 WIB
JAKARTA - Mimbar agama menjadi sarana paling efektif untuk menyampaikan banyak hal, paling khusus soal ajaran agama. Namun, mimbar agama sangat rentan disalahgunakan kelompok tertentu untuk melakukan penyebaran atau propaganda radikalisme .
"Itu harus diakui karena faktanya mimbar agama dari dulu sampai sekarang. Seperti di Islam, dakwah-dakwah melalui mimbar agama seperti khotbah Jumat sudah sejak awal dipakai untuk menyampaikan ajaran Islam," kata Ketua Umum Asosiasi Dai dan Daiyah Indonesia (ADDI) Moch Syarif Hidayatullah dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (1/7/2022).
Menurutnya, ada penjelasan juga di dalam hadis yang menyebut ketika khotib sedang berkhotbah, jamaah dilarang melakukan aktivitas lain selain mendengarkan khotbah itu. "Supaya apa? Supaya khotbah itu bisa dipahami, bisa dimengerti lalu kemudian bisa diimplementasikan atau diamalkan," katanya.
Namun, dalam perjalanan penggunaan mimbar masjid ini dipakai ideoligasasi pihak tertentu soal teologi maupun fiqih. Hal ini menjadi bahan penelitian dalam desertasi Syarif yang secara khusus tentang khotbah jihad. "Bahkan mimbar khotbah dipakai juga untuk memobilisasi massa, misalkan berjihad. Termasuk yang saya teliti dalam konteks perang Aceh itu digerakkan juga melalui mimbar khotbah," kata Wakil Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Syarif menilai tidak bisa dipungkiri bahwa mimbar dakwah di masjid atau tempat ibadah agama lain, sangat efektif untuk menyampaikan ajaran kepada jamaah. Para jamaah juga cenderung sangat memperhatikan apa yang disampaikan penceramah. Situasi ini kemudian dipakai oleh kelompok kepentingan tertentu, kelompok ideologi tertentu untuk melakukan ideologisasi, untuk melakukan agitasi, politisasi, dan seterusnya.
Menurutnya, inilah pentingnya bagi para dai, khotib, atau penceramah untuk diberikan wawasan bahwa dalam berceramah atau dalam menyampaikan materi keagamaan di mimbar agama, ada tanggung jawabnya. Baik tanggung jawab moral, tanggung jawab kepada Allah SWT terhadap apa pun yang disampaikan.
Baca juga: Cegah Radikalisme, Kemenag Tekankan Pentingnya Moderasi Beragama di Sektor Pendidikan
"Saya sampaikan jangan sampai mimbar masjid itu dipakai untuk kepentingan agitasi, dipakai untuk kepentingan yang bukan kepentingan agama. Apalagi seperti biasa dalam musim-musim Pilpres, Pilkada, Pilgub itu ada kelompok-kelompok kepentingan yang sengaja masuk ke masjid untuk mengganggu," kata Syarif.
Dalam pengamantannya, kadang-kadang ada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) juga ikut terlibat. Padahal, DKM seharusnya menjadi wasit dengan mengingatkan para khatib atau ustaz atau dai agar tidak keluar dari perspektif agama. "Intinya peran DKM sangat penting, di mana sebelum khotib itu naik mimbar untuk mengingatkan materi dakwah agar tidak offside," ungkapnya.
"Itu harus diakui karena faktanya mimbar agama dari dulu sampai sekarang. Seperti di Islam, dakwah-dakwah melalui mimbar agama seperti khotbah Jumat sudah sejak awal dipakai untuk menyampaikan ajaran Islam," kata Ketua Umum Asosiasi Dai dan Daiyah Indonesia (ADDI) Moch Syarif Hidayatullah dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (1/7/2022).
Menurutnya, ada penjelasan juga di dalam hadis yang menyebut ketika khotib sedang berkhotbah, jamaah dilarang melakukan aktivitas lain selain mendengarkan khotbah itu. "Supaya apa? Supaya khotbah itu bisa dipahami, bisa dimengerti lalu kemudian bisa diimplementasikan atau diamalkan," katanya.
Namun, dalam perjalanan penggunaan mimbar masjid ini dipakai ideoligasasi pihak tertentu soal teologi maupun fiqih. Hal ini menjadi bahan penelitian dalam desertasi Syarif yang secara khusus tentang khotbah jihad. "Bahkan mimbar khotbah dipakai juga untuk memobilisasi massa, misalkan berjihad. Termasuk yang saya teliti dalam konteks perang Aceh itu digerakkan juga melalui mimbar khotbah," kata Wakil Dekan Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Syarif menilai tidak bisa dipungkiri bahwa mimbar dakwah di masjid atau tempat ibadah agama lain, sangat efektif untuk menyampaikan ajaran kepada jamaah. Para jamaah juga cenderung sangat memperhatikan apa yang disampaikan penceramah. Situasi ini kemudian dipakai oleh kelompok kepentingan tertentu, kelompok ideologi tertentu untuk melakukan ideologisasi, untuk melakukan agitasi, politisasi, dan seterusnya.
Menurutnya, inilah pentingnya bagi para dai, khotib, atau penceramah untuk diberikan wawasan bahwa dalam berceramah atau dalam menyampaikan materi keagamaan di mimbar agama, ada tanggung jawabnya. Baik tanggung jawab moral, tanggung jawab kepada Allah SWT terhadap apa pun yang disampaikan.
Baca juga: Cegah Radikalisme, Kemenag Tekankan Pentingnya Moderasi Beragama di Sektor Pendidikan
"Saya sampaikan jangan sampai mimbar masjid itu dipakai untuk kepentingan agitasi, dipakai untuk kepentingan yang bukan kepentingan agama. Apalagi seperti biasa dalam musim-musim Pilpres, Pilkada, Pilgub itu ada kelompok-kelompok kepentingan yang sengaja masuk ke masjid untuk mengganggu," kata Syarif.
Dalam pengamantannya, kadang-kadang ada Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) juga ikut terlibat. Padahal, DKM seharusnya menjadi wasit dengan mengingatkan para khatib atau ustaz atau dai agar tidak keluar dari perspektif agama. "Intinya peran DKM sangat penting, di mana sebelum khotib itu naik mimbar untuk mengingatkan materi dakwah agar tidak offside," ungkapnya.
tulis komentar anda