Pintu Masuk Intoleransi, Kepala BNPT Imbau Masyarakat Hindari Ujaran Kebencian
Sabtu, 18 Juni 2022 - 14:11 WIB
JAKARTA - Meningkatnya skala ujaran kebencian dinilai karena seiring kemajuan teknologi dan merebaknya media sosial. Hal ini dikhawatirkan akan membelah bangsa dan mengikis nilai-nilai persatuan dan kesatuan yang menjadi perekat bangsa Indonesia selama ini.
"Seluruh warga masyarakat untuk benar-benar menghindari, menjauhi dan menangkal perilaku buruk tersebut," kata Boy Rafli dalam pencanangan Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian (International Day for Countering Hate Speech), Sabtu (18/6/2022).
"Ujaran kebencian menjadi pintu masuk intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan yang dapat mengarah pada terorisme," tambahnya.
Boy menjelaskan, meski kian menjadi wacana popular akibat skalanya yang terus naik, ujaran kebencian sebenarnya bukan hal baru. Sejak lama disadari selalu ada unsur-unsur di masyarakat yang melakukan hal tersebut disebabkan keterbatasan pemikiran atau kurangnya kemampuan menjaga diri.
"Akibatnya, dampaknya pun tak lagi bisa diperkirakan. Sebuah ujaran kebencian mungkin saja tidak langsung memantik kerusuhan. Bisa tertahan karena kewaspadaan semua pihak," jelas Boy Rafli.
"Namun kebencian yang tercipta sangat mungkin mengendap menjadi bara api yang sewaktu-waktu, pada saat yang paling buruk, bisa memantik api dan meledakkan kerusuhan," sambungnya.
Karena itu Boy menegaskan, seharusnya tak ada toleransi untuk ujaran kebencian karena dampaknya yang dapat merusak perdamaian dan pembangunan, menjadi dasar konflik dan ketegangan, dan menjadi sebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam skala luas.
Mengulas adanya kritik sebagian kalangan yang memaknai ujaran kebencian sebagai 'istilah karet', Boy menegaskan, hal tersebut sama sekali tidak benar. Ia mengutip definisi tegas tentang ujaran kebencian sebagaimana disepakati Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
"Seluruh warga masyarakat untuk benar-benar menghindari, menjauhi dan menangkal perilaku buruk tersebut," kata Boy Rafli dalam pencanangan Hari Internasional untuk Melawan Ujaran Kebencian (International Day for Countering Hate Speech), Sabtu (18/6/2022).
"Ujaran kebencian menjadi pintu masuk intoleransi, diskriminasi, dan kekerasan yang dapat mengarah pada terorisme," tambahnya.
Boy menjelaskan, meski kian menjadi wacana popular akibat skalanya yang terus naik, ujaran kebencian sebenarnya bukan hal baru. Sejak lama disadari selalu ada unsur-unsur di masyarakat yang melakukan hal tersebut disebabkan keterbatasan pemikiran atau kurangnya kemampuan menjaga diri.
"Akibatnya, dampaknya pun tak lagi bisa diperkirakan. Sebuah ujaran kebencian mungkin saja tidak langsung memantik kerusuhan. Bisa tertahan karena kewaspadaan semua pihak," jelas Boy Rafli.
"Namun kebencian yang tercipta sangat mungkin mengendap menjadi bara api yang sewaktu-waktu, pada saat yang paling buruk, bisa memantik api dan meledakkan kerusuhan," sambungnya.
Karena itu Boy menegaskan, seharusnya tak ada toleransi untuk ujaran kebencian karena dampaknya yang dapat merusak perdamaian dan pembangunan, menjadi dasar konflik dan ketegangan, dan menjadi sebab terjadinya pelanggaran hak asasi manusia dalam skala luas.
Mengulas adanya kritik sebagian kalangan yang memaknai ujaran kebencian sebagai 'istilah karet', Boy menegaskan, hal tersebut sama sekali tidak benar. Ia mengutip definisi tegas tentang ujaran kebencian sebagaimana disepakati Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB).
tulis komentar anda