Lebih Berbahaya, Waspadai Karhutla di Masa Pandemi Corona

Rabu, 24 Juni 2020 - 09:42 WIB
Penyakit yang bisa timbul akibat kabut asap antara lain infeksi saluran pernapasan atas (ASPA). Pakar forensik api dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Bambang Hero Saharjo juga mengingatkan risiko karhutla tahun ini. Menurut dia, kondisi asap yang berkepanjangan akan meningkatkan peluang mereka yang terkena ISPA atau gangguan kesehatan lainnya untuk mudah terkena dampak Covid-19.

“Tahun ini ada peluang double trouble, karena kebakaran terjadi di masa pandemi. Untuk itulah, jauh-jauh hari sudah diingatkan agar upaya pengendalian kebakaran hutan dan lahan ditingkatkan, khususnya yang berkaitan dengan pencegahan,” ujarnya saat dihubungi KORAN SINDO pekan lalu.

Bambang mengatakan, untuk mencegah karhutla banyak hal yang bisa dilakukan pada tahapan ini misalnya melalui audit kepatuhan. Melalui kegiatan ini, pihak korporasi tidak bisa lagi berkelit bila mereka belum siap karena data dan fakta yang digunakan untuk melakukan audit adalah berdasarkan aturan main yang wajib mereka penuhi. Apalagi, bagi mereka yang memiliki lahan usahanya yang berada di lahan gambut yang sangat sensitif terhadap terjadi kebakaran.

Langkah Pencegahan

Karhutla pada umumnya terjadi karena modus pembakaran. Kerapkali oknum masyarakat atau korporasi melakukan pembukaan lahan dengan membakar. Pembukaan lahan dilakukan untuk berbagai kepentingan antara lain lahan untuk budi daya atau permukiman. Sejak Januari hingga Mei 2020 api sudah menghanguskan 38.772 ha hutan dan lahan. (Baca juga: India Bentrok dengan China, Rusia Percepat Pengiriman S-400 ke New Delhi)

Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Basar Manullang mengatakan, terjadi penurunan sebesar 15% dibandingkan 2019 pada periode yang sama. Sedangkan hasil pemantauan titik panas (hotspot) untuk periode 1 Januari-14 Juni berdasarkan satelit Terra/Aqua (NASA) confident level =80% juga menurun 39,36% dibanding tahun lalu.

Basar mengatakan, untuk memperkuat pencegahan dan penegakan hukum dalam upaya penanggulangan karhutla telah diterbitkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan.

Sejauh ini pihaknya mendorong pemerintah daerah, terutama di wilayah rawan karhutla untuk terus meningkatkan kesiapan dan kewaspadaannya, serta mengedepankan upaya pencegahan. Juga, meningkatkan kerja sama dengan kementerian atau lembaga terkait pengendalian karhutla seperti BNPB, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), TNI, Polri, Kementerian Desa, Kementerian Dalam Negeri, dan perguruan tinggi. “Kami bekerja sama merumuskan langkah-langkah mengatasi penyebab mendasar terjadinya karhutla,” ujarnya saat dihubungi. (Baca juga: Tentara Suriah Ditangkap karena Melamar Putri Presiden Assad)

Terkait langkah pencegahan karhutla, Presiden Jokowi pada ratas kemarin memberikan beberapa arahan. Pertama, berkaitan dengan manajemen lapangan yang harus terkonsolidasi dan terkoordinasi dengan baik. Terutama untuk area-area yang rawan hotspot. Dia meminta agar jajarannya memanfaatkan sistem dashboard untuk melakukan monitoring dan pengawasan.

Kedua, Jokowi memperingatkan jangan sampai api membesar baru dipadamkan. Ketiga, Jokowi meminta bahwa penegakan hukum pada kasus karhutla haruslah tegas. Pasalnya, kata dia, 99% kebakaran hutan karena ulah manusia baik disengaja maupun karena kelalaian. “Oleh sebab itu, penegakan hukum harus tegas dan tanpa kompromi untuk menyelesaikan masalah ini,” tegasnya.

Terakhir dia juga meminta agar kebakaran di wilayah lahan gambut dicegah. “Saya kira, LHK, BRG (Badan Restorasi Gambut), dan Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat) terus menjaga agar tinggi muka air tanah terus dijaga agar gambut tetap basah dan dengan sekat kanal embung, teknologi lainnya sudah kita lakukan. Ini harus konsisten,” tandasnya.

Menteri LHK Siti Nurbaya mengatakan bahwa waktu-waktu ledakan kebakaran lahan dan hutan rata-rata dimulai pada Agustus dan akan berlangsung hingga September. (Lihat videonya: Heboh! Pemuda di Lombok Nikahi Dua Gadis Sekaligus)

Dia menyebutkan untuk wilayah Sumatera seperti Riau dan Aceh memiliki dua fase krisis. Fase pertama pada Maret hingga April. Kemudian fase kedua pada Juni, Juli, dan seterusnya. Pemerintah menurut dia mengambil langkah memodifikasi cuaca pada 13 hingga 31 Mei 2020. Modifikasi ini dengan merekayasa awan untuk diinduksi sehingga memiliki banyak uap air. Dengan begitu, bisa terjadi hujan yang membasahi lahan gambut. Teknologi modifikasi cuaca atas analisis BMKG dan dilaksanakan oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) didukung TNI AU.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More