Kapolri Didesak Tegur Kapolda Jabar soal Perintah Tembak Geng Motor
Minggu, 05 Juni 2022 - 12:07 WIB
JAKARTA - Wakil Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Rivanlee Anandar meminta Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menegur Kapolda Jabar Irjen Pol Suntana. Ini berkaitan dengan perintah Suntana yang menginstruksikan jajarannya hingga tiingkat Polsek untuk menindak tegas geng motor dan begal, termasuk dengan melakukan tembak di tempat.
"Kontras mendesak Kapolri untuk menegur kinerja Kapolda Jawa Barat, melakukan audit serta mengevaluasi secara menyeluruh terkait dengan pengerahan kekuatan aparat di lapangan," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (5/6/2022).
Menurutnya, Kapolri juga harus menertibkan jajarannya agar tidak menerbitkan produk hukum, instruksi, langkah teknis yang melanggar HAM dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM RI dan Ombudsman RI agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan operasi cipta kondisi tersebut agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Dia menerangkan, Kontras mengecam pernyataan Kapolda Jawa Barat yang menginstruksikan jajarannya hingga tingkatan Polsek untuk menindak tegas pelaku geng motor dan begal, termasuk dengan cara tembak di tempat. Pasalnya, hal itu dinilai tindakan reaktif dan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan selanjutnya.
"Instruksi ini jelas berbahaya, sebab berpotensi melanggar HAM dan melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur," tuturnya.
Dia menjelaskan, pihaknya mafhum keberadaan begal memberi keresahan bagi masyarakat. Namun, pernyataan dan langkah kepolisian harus terukur karena langkah gagasan kepolisian diawasi oleh peraturan internal dan perundang-undangan, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian disebutkan bahwa penggunaan kekuatan harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable).
Rivanlee memaparkan, adapun sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur.
"Selain itu, Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009 juga menjelaskan mengenai tahapan penggunaan senjata yang mengutamakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. Artinya, keputusan anggota Polisi di lapangan tidak bisa serta merta bertujuan untuk mematikan," katanya.
Lihat Juga: 2 Perwira Polres Bandara Soetta Dimutasi Kapolri, Salah Satunya Jadi Dirressiber Polda Metro Jaya
"Kontras mendesak Kapolri untuk menegur kinerja Kapolda Jawa Barat, melakukan audit serta mengevaluasi secara menyeluruh terkait dengan pengerahan kekuatan aparat di lapangan," ujarnya saat dikonfirmasi, Minggu (5/6/2022).
Menurutnya, Kapolri juga harus menertibkan jajarannya agar tidak menerbitkan produk hukum, instruksi, langkah teknis yang melanggar HAM dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selain itu, Lembaga Pengawas Eksternal seperti Kompolnas, Komnas HAM RI dan Ombudsman RI agar menggunakan kewenangan sesuai mandat masing-masing lembaga untuk melakukan pemantauan terhadap kegiatan operasi cipta kondisi tersebut agar berjalan secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Baca Juga
Dia menerangkan, Kontras mengecam pernyataan Kapolda Jawa Barat yang menginstruksikan jajarannya hingga tingkatan Polsek untuk menindak tegas pelaku geng motor dan begal, termasuk dengan cara tembak di tempat. Pasalnya, hal itu dinilai tindakan reaktif dan tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan selanjutnya.
"Instruksi ini jelas berbahaya, sebab berpotensi melanggar HAM dan melegitimasi tindakan represif aparat di lapangan tanpa parameter yang terukur," tuturnya.
Dia menjelaskan, pihaknya mafhum keberadaan begal memberi keresahan bagi masyarakat. Namun, pernyataan dan langkah kepolisian harus terukur karena langkah gagasan kepolisian diawasi oleh peraturan internal dan perundang-undangan, seperti Peraturan Kapolri (Perkap) No. 1 Tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian disebutkan bahwa penggunaan kekuatan harus dilakukan berdasar prinsip legalitas, proporsionalitas, preventif dan masuk akal (reasonable).
Rivanlee memaparkan, adapun sesuai dengan prinsip kewajiban umum, anggota Polri diharuskan tidak bertindak menurut penilaian sendiri, untuk menjaga, memelihara ketertiban dan menjamin keselamatan umum. Artinya, penggunaan kekuatan harus berdasar parameter yang terukur.
"Selain itu, Pasal 5 Perkap No. 1 Tahun 2009 juga menjelaskan mengenai tahapan penggunaan senjata yang mengutamakan untuk melumpuhkan pelaku kejahatan atau tersangka. Artinya, keputusan anggota Polisi di lapangan tidak bisa serta merta bertujuan untuk mematikan," katanya.
Lihat Juga: 2 Perwira Polres Bandara Soetta Dimutasi Kapolri, Salah Satunya Jadi Dirressiber Polda Metro Jaya
(muh)
tulis komentar anda