Rapid Test Harus Bayar, Pemerintah Didesak Turun Tangan
Senin, 22 Juni 2020 - 13:25 WIB
JAKARTA - Penarikan bayaran untuk rapid test menimbulkan keresahan bagi masyarakat. Kebijakan ini dinilai makin menambah beban masyarakat di tengah dampak pandemi Covid-19 .
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengatakan, masyarakat akan lebih bertambah bebannya dengan adanya rapid test berbayar ini. Padahal, anggaran untuk penanganan Covid-19 terus meningkat.
"Jadi, banyak yang ditarik itu ada 300.000, ada 500.000 malah ada yang satu hingga satu setengah juta ada ini masyarakat menjadi korban ada banyak rumah sakit yang aji mumpung. Dari aji mumpung ini yang menyebabkan masyarakat jadinya sangat kasihan, jadi korban seperti itu," tandas Trubus saat dihubungi SINDOnews, Senin (22/6/2020). (Baca juga: Rapid Test Harus Bayar, KH Cholil Nafis: Kemana Uang Triliunan Rupiah Itu?)
Trubus pun berharap pemerintah dapat mengeluarkan regulasi atau aturan agar rapid test dapat dilaksanakan secara gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal itu berdasarkan pada Keppres 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional tanggal 13 April 2020.
"Jadi, solusinya pemerintah harus ngeluarin kebijakan berupa aturan dan regulasi yang jelas bahwa rapid test itu gratis, ditanggung pemerintah. Dasarnya apa? dasarnya itu Kepres no 11 tentang kedaruratan kesehatan sama Kepres 12 tentang Covid-19 sebagai bencana alam," tandasnya.
"Terus itu ada perppu yang jadi undang-undang itu tentang pembiayaan Covid-19, jadi menurut saya itu dasarnya jangan dibebankan ke masyarakat lagi kalau perlu pemeritah daerah mengupayakan jadi jangan sampai pemerintah daerah lepas tangan," tambahnya.
Sebelumnya, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia yang juga Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis mengeluhkan besarnya biaya rapid test khususnya terhadap para santri yang akan pulang ke pondok pesantren (ponpes).
Keluhan Kiai Cholil ini diungkapkan dalam Twitter pribadinya @cholilnafis. Dalam cuitannya, Kiai Cholil mempersoalkan alokasi anggaran negara yang terus naik untuk penanganan Covid-19. Namun, hanya untuk rapid test para santri saja, mereka tetap harus membayar Rp400.000 di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
“Kemana ya uang 405 T yg skrng naik 667 T. Ini anak2 santri mau balik ke pesantren harus rapit tes masih bayar. Lah anak saya minggu lalu mau ke malang utk lulusan sekolahnya di Airport Halim harus rapid tes Bayar 400 rb. Bener nihh serius nanya kemana uang kita sebanyak itu ya?,” begitu cuitan Kiai Cholil.
Pengamat kebijakan publik Trubus Rahardiansyah mengatakan, masyarakat akan lebih bertambah bebannya dengan adanya rapid test berbayar ini. Padahal, anggaran untuk penanganan Covid-19 terus meningkat.
"Jadi, banyak yang ditarik itu ada 300.000, ada 500.000 malah ada yang satu hingga satu setengah juta ada ini masyarakat menjadi korban ada banyak rumah sakit yang aji mumpung. Dari aji mumpung ini yang menyebabkan masyarakat jadinya sangat kasihan, jadi korban seperti itu," tandas Trubus saat dihubungi SINDOnews, Senin (22/6/2020). (Baca juga: Rapid Test Harus Bayar, KH Cholil Nafis: Kemana Uang Triliunan Rupiah Itu?)
Trubus pun berharap pemerintah dapat mengeluarkan regulasi atau aturan agar rapid test dapat dilaksanakan secara gratis bagi seluruh masyarakat Indonesia. Hal itu berdasarkan pada Keppres 11 tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) 12 tahun 2020 tentang Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) sebagai bencana nasional tanggal 13 April 2020.
"Jadi, solusinya pemerintah harus ngeluarin kebijakan berupa aturan dan regulasi yang jelas bahwa rapid test itu gratis, ditanggung pemerintah. Dasarnya apa? dasarnya itu Kepres no 11 tentang kedaruratan kesehatan sama Kepres 12 tentang Covid-19 sebagai bencana alam," tandasnya.
"Terus itu ada perppu yang jadi undang-undang itu tentang pembiayaan Covid-19, jadi menurut saya itu dasarnya jangan dibebankan ke masyarakat lagi kalau perlu pemeritah daerah mengupayakan jadi jangan sampai pemerintah daerah lepas tangan," tambahnya.
Sebelumnya, dosen Pascasarjana Universitas Indonesia yang juga Ketua Komisi Dakwah MUI Pusat KH Cholil Nafis mengeluhkan besarnya biaya rapid test khususnya terhadap para santri yang akan pulang ke pondok pesantren (ponpes).
Keluhan Kiai Cholil ini diungkapkan dalam Twitter pribadinya @cholilnafis. Dalam cuitannya, Kiai Cholil mempersoalkan alokasi anggaran negara yang terus naik untuk penanganan Covid-19. Namun, hanya untuk rapid test para santri saja, mereka tetap harus membayar Rp400.000 di Bandara Halim Perdanakusumah, Jakarta.
“Kemana ya uang 405 T yg skrng naik 667 T. Ini anak2 santri mau balik ke pesantren harus rapit tes masih bayar. Lah anak saya minggu lalu mau ke malang utk lulusan sekolahnya di Airport Halim harus rapid tes Bayar 400 rb. Bener nihh serius nanya kemana uang kita sebanyak itu ya?,” begitu cuitan Kiai Cholil.
(nbs)
tulis komentar anda