Bahas Kasus HAM Masa Lalu Bersama Mahasiswa, Sikap Moeldoko Diapresiasi
Kamis, 19 Mei 2022 - 20:09 WIB
JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menemui perwakilan mahasiswa Universitas Trisakti membahas berbagai pekerjaan rumah negara tentang persoalan HAM di masa lalu. Kesediaan Moeldoko ini tidak sekadar menemui, melainkan memberikan waktu bersama perwakilan mahasiswa.
Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) mengapresiasi cara dialog Moeldoko tersebut. Hal ini merupakan bukti bahwa Moeldoko, meneladani dan menjalankan amanat proklamator RI, Bung Karno.
"Bagi AMMI, sikap Pak Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah," kata Ketua AMMI, Nurkhasanah, Kamis (19/5/2022).
Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut Nurkhasanah, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!” (“Djas Merah") tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.
Menurut Nurkhasanah, sikap Moeldoko tersebut sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan.
"Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Pak Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini," ujarnya.
"Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya," kata Nurkhasanah, menambahkan.
Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
“Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak,”kata Nurkhasanah.
Aliansi Mahasiswa dan Milenial Indonesia (AMMI) mengapresiasi cara dialog Moeldoko tersebut. Hal ini merupakan bukti bahwa Moeldoko, meneladani dan menjalankan amanat proklamator RI, Bung Karno.
"Bagi AMMI, sikap Pak Moeldoko itu secara langsung menunjukkan bahwa beliau menghormati dan meneruskan amanat Bung Karno untuk tidak melupakan sejarah," kata Ketua AMMI, Nurkhasanah, Kamis (19/5/2022).
Ia merujuk amanat tertulis Bung Karno yang diberikan sebagai pidato kenegaraan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia, 17 Agustus 1966. Menurut Nurkhasanah, catatan sejarah menunjukkan bahwa pidato "Djangan Sekali-kali Meninggalkan Sedjarah!” (“Djas Merah") tersebut merupakan pidato kepresidenan terakhir Bung Karno.
Menurut Nurkhasanah, sikap Moeldoko tersebut sangat menginspirasi organisasinya yang terdiri dari kalangan milenial dan mahasiswa, generasi muda yang pada saatnya akan menerima estafet kepemimpinan.
"Dengan menunjukkan keteladanan untuk berani meneladani hal-hal baik dari para pemimpin negeri di masa lalu, Pak Moeldoko menginspirasi kami untuk berani mengambil hal-hal baik dari keteladanan yang pernah tumbuh di negeri ini," ujarnya.
"Kami pernah mendengar kalimat bernas seorang sahabat Nabi, bahwa hikmah dan keteladanan itu milik seluruh Muslim, dan keharusan untuk mengambil dan meneladaninya dari mana pun datangnya," kata Nurkhasanah, menambahkan.
Terkait isi pertemuan KSP dengan BEM Trisakti, AMMI pun menggarisbawahi beberapa hal esensial. AMMI, misalnya, menunjuk sikap terbuka dan apa adanya dari KSP seputar penyelesaian kasus pelanggaran HAM di masa lalu.
“Pernyataan Kepala Staf Kepresidenan RI Dr. Moeldoko, yang memastikan bahwa pemerintah tidak tinggal diam dan tetap menjadikan pelanggaran HAM masa lalu sebagai prioritas dengan terus mengupayakan penyelesaiannya secara yudisial maupun non yudisial, sementara di sisi lain mengajak BEM Trisakti untuk berpikir dalam kerangka kepentingan negara yang lebih luas, menurut kami adalah hal yang bijak,”kata Nurkhasanah.
tulis komentar anda