Tak Cukup Ditunda, GP Ansor Minta Legislasi RUU HIP Dikaji Lebih Dalam
Sabtu, 20 Juni 2020 - 13:31 WIB
JAKARTA - Pimpinan Pusat (PP) Gerakan Pemuda (GP) Ansor menilai Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) akan menimbulkan banyak dampak buruk bagi bangsa Indonesia. Atas dasar itu, GP Ansor meminta agar pembahasan RUU ini tak sekadar ditunda sebagaimana rekomendasi pemerintah pada Selasa (16/6/2020), namun dikaji ulang lagi lebih mendalam.
GP Ansor juga meminta DPR sebagai pengusul RUU ini berpikir jernih karena inisiatif tersebut juga mendapatkan penolakan keras dari masyarakat. “Sebaiknya proses legislasi RUU HIP ditinjau ulang dan segera dilakukan diskusi dengan komponen bangsa, sehingga akan melahirkan kesepakatan bersama dalam menjaga ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa secara komprehensif,” ujar Mohammad Nuruzzaman, Ketua Bidang Kajian Strategis PP GP Ansor di Jakarta, Sabtu (20/6/2020). (Baca juga info grafis: Ini Isi RUU HIP yang Memicu Kontroversi dan Ditolak Ramai-Ramai)
Menurut Nuruzzaman, Pancasila tidak boleh diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah peraturan perundang-undangan, lanjut dia, akan menimbulkan masalah baru yaitu Pancasila bisa diuji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. Jika itu terjadi, lanjut Kadensus 99 Banser ini, Pancasila sebagai ideologi negara bisa dipermasalahkan secara hukum. (Baca juga: MUI Minta RUU HIP Ditunda Selama-lamanya)
Nuruzzaman mengatakan, dengan rumusan finalnya, Pancasila sebagaimana Pembukaan UUD 1945, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, juga bukan negara sekuler, tetapi negara nasionalis-religius. “Pancasila jelas menolak ideologi transnasional yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara agama maupun negara sekuler,” tandas Nuruzzaman, yang dikenal juga sebagai pengamat terorisme ini.
Dia menjelaskan, RUU ini bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok pengusung ideologi transnasional terhadap berubahnya ideologi Pancasila. Kondisi kerukunan kebangsaan yang sudah susah payah dirajut oleh founding fathers bisa terkoyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP. “Belum lagi menguatnya intoleransi, radikalisme belakangan ini yang diproduksi oleh pendukung ideologi transnasional dan para politisi pragmatis,” tutur Nuruzzaman.
GP Ansor juga meminta DPR sebagai pengusul RUU ini berpikir jernih karena inisiatif tersebut juga mendapatkan penolakan keras dari masyarakat. “Sebaiknya proses legislasi RUU HIP ditinjau ulang dan segera dilakukan diskusi dengan komponen bangsa, sehingga akan melahirkan kesepakatan bersama dalam menjaga ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa secara komprehensif,” ujar Mohammad Nuruzzaman, Ketua Bidang Kajian Strategis PP GP Ansor di Jakarta, Sabtu (20/6/2020). (Baca juga info grafis: Ini Isi RUU HIP yang Memicu Kontroversi dan Ditolak Ramai-Ramai)
Menurut Nuruzzaman, Pancasila tidak boleh diatur oleh peraturan perundang-undangan yang lebih rendah. Pengaturan Pancasila ke dalam sebuah peraturan perundang-undangan, lanjut dia, akan menimbulkan masalah baru yaitu Pancasila bisa diuji materi (judicial review) di Mahkamah Konstitusi. Jika itu terjadi, lanjut Kadensus 99 Banser ini, Pancasila sebagai ideologi negara bisa dipermasalahkan secara hukum. (Baca juga: MUI Minta RUU HIP Ditunda Selama-lamanya)
Nuruzzaman mengatakan, dengan rumusan finalnya, Pancasila sebagaimana Pembukaan UUD 1945, tidak menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, juga bukan negara sekuler, tetapi negara nasionalis-religius. “Pancasila jelas menolak ideologi transnasional yang ingin mengubah Indonesia menjadi negara agama maupun negara sekuler,” tandas Nuruzzaman, yang dikenal juga sebagai pengamat terorisme ini.
Dia menjelaskan, RUU ini bisa saja dimanfaatkan oleh kelompok pengusung ideologi transnasional terhadap berubahnya ideologi Pancasila. Kondisi kerukunan kebangsaan yang sudah susah payah dirajut oleh founding fathers bisa terkoyak kembali dengan rumusan-rumusan pasal RUU HIP. “Belum lagi menguatnya intoleransi, radikalisme belakangan ini yang diproduksi oleh pendukung ideologi transnasional dan para politisi pragmatis,” tutur Nuruzzaman.
(cip)
tulis komentar anda