Nusron Wahid Minta Pemerintah Larang Ekspor CPO untuk Atasi Kelangkaan Minyak Goreng
Selasa, 08 Maret 2022 - 15:38 WIB
JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR Nusron Wahid mendesak pemerintah dalam hal ini Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi segera mengambil kebijakan larangan ekspor Crude Palm Oil (CPO). Hal itu untuk menstabilkan kepanikan di masyarakat akibat kelangkaan minyak goreng .
"Sekarang saatnya Menteri Perdagangan menujukkan taringnya. Larang ekspor CPO untuk sementara sampai harga stabil. Pasti akan ketahuan siapa pengusaha yang tidak taat terhadap penerapan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Setelah itu, cabut izin usaha dan HGU industri dan pabrik yang tidak nurut DMO dan DPO," kata Nusron Wahid, Selasa (7/3/2022).
Menurut Nusron, kebijakan DMO dan DPO ternyata tidak mampu mengatasi kelangkaan minyak goreng. Ribuan orang antre untuk beli minyak goreng terjadi di mana-mana. Harga juga tidak sesuai dengan harga patokan Rp14.000. ”Kebijakan DMO dan DPO telat. Masyarakat kadung tidak percaya. Panic buying terjadi dimana-mana. Begitu ada barang di pasar, langsung diserbu," ujarnya.
Nusron menyebut, dua pekan sebelum diberlakukan DMO dan DPO pada Januari, pemerintah sudah memberlakukan single harga di konsumen sebesar Rp14.000 per liter. Padahal harga keekonomian menurut pengusaha Rp19.000. Akibatnya pemerintah menyubsidi konsumen melalui produsen sebesar Rp5.000 per liter.
"Dalam praktiknya, ketika itu, barang tidak ada. Sebab produsen masih kucing-kucingan dan ogah-ogahan menjual barang di harga Rp14.000. Alasannya, ketakutan diaudit karena terima subsidi sehingga terjadi penimbunan di mana-mana," tegasnya
Akibatnya, lanjut Nusron, masyarakat terlanjur tidak percaya. Ketika ada DMO dan DPO, meski minyak goreng ada di harga Rp14.000 langsung diborong masyarakat. "Terjadi traumatik. Takut besok barangnya tidak ada lagi. Makanya diborong," ujarnya
Maka dari itu, sekarang waktunya pemerintan untuk mengambil suatu kebijakan yang bisa menghentikan kepanikan di masyarakat akibat kelangkaan minyak goreng dengan memberlakukan larangan ekspor CPO untuk sementara sampai kondisi stabil.
Ibarat perang melawan pengusaha nakal, lanjut Nusron, negara tidak boleh kalah. Untuk itu harus gunakan senjata pamungkas. "Setop dan larang ekspor CPO sampai situasi stabil. Namanya perang ketika dibom ya pasti banyak korban. Tidak hanya manusia ya ada hewan, anak kecil ikut mati. Tapi menang dulu," beber Nusron.
Hal yang sama terjadi di dunia sawit, pasti akan ada korban termasuk dari petani sawit kecil dan sebagainya. Tapi yang penting, tambah Nusron, harga stabil dulu. Setelah itu baru ditata ulang. "Biar ada efek jera bagi pengusaha. Sambil evaluasi HGU bagi pengusaha yang nakal," tegas Wakil Ketua Umum PBNU ini.
"Sekarang saatnya Menteri Perdagangan menujukkan taringnya. Larang ekspor CPO untuk sementara sampai harga stabil. Pasti akan ketahuan siapa pengusaha yang tidak taat terhadap penerapan domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO). Setelah itu, cabut izin usaha dan HGU industri dan pabrik yang tidak nurut DMO dan DPO," kata Nusron Wahid, Selasa (7/3/2022).
Menurut Nusron, kebijakan DMO dan DPO ternyata tidak mampu mengatasi kelangkaan minyak goreng. Ribuan orang antre untuk beli minyak goreng terjadi di mana-mana. Harga juga tidak sesuai dengan harga patokan Rp14.000. ”Kebijakan DMO dan DPO telat. Masyarakat kadung tidak percaya. Panic buying terjadi dimana-mana. Begitu ada barang di pasar, langsung diserbu," ujarnya.
Nusron menyebut, dua pekan sebelum diberlakukan DMO dan DPO pada Januari, pemerintah sudah memberlakukan single harga di konsumen sebesar Rp14.000 per liter. Padahal harga keekonomian menurut pengusaha Rp19.000. Akibatnya pemerintah menyubsidi konsumen melalui produsen sebesar Rp5.000 per liter.
"Dalam praktiknya, ketika itu, barang tidak ada. Sebab produsen masih kucing-kucingan dan ogah-ogahan menjual barang di harga Rp14.000. Alasannya, ketakutan diaudit karena terima subsidi sehingga terjadi penimbunan di mana-mana," tegasnya
Akibatnya, lanjut Nusron, masyarakat terlanjur tidak percaya. Ketika ada DMO dan DPO, meski minyak goreng ada di harga Rp14.000 langsung diborong masyarakat. "Terjadi traumatik. Takut besok barangnya tidak ada lagi. Makanya diborong," ujarnya
Maka dari itu, sekarang waktunya pemerintan untuk mengambil suatu kebijakan yang bisa menghentikan kepanikan di masyarakat akibat kelangkaan minyak goreng dengan memberlakukan larangan ekspor CPO untuk sementara sampai kondisi stabil.
Ibarat perang melawan pengusaha nakal, lanjut Nusron, negara tidak boleh kalah. Untuk itu harus gunakan senjata pamungkas. "Setop dan larang ekspor CPO sampai situasi stabil. Namanya perang ketika dibom ya pasti banyak korban. Tidak hanya manusia ya ada hewan, anak kecil ikut mati. Tapi menang dulu," beber Nusron.
Hal yang sama terjadi di dunia sawit, pasti akan ada korban termasuk dari petani sawit kecil dan sebagainya. Tapi yang penting, tambah Nusron, harga stabil dulu. Setelah itu baru ditata ulang. "Biar ada efek jera bagi pengusaha. Sambil evaluasi HGU bagi pengusaha yang nakal," tegas Wakil Ketua Umum PBNU ini.
(cip)
tulis komentar anda