BNPP Ungkap Penyebab Sipadan-Ligitan Lepas dari Indonesia
Senin, 07 Februari 2022 - 09:27 WIB
JAKARTA - Masalah kearsipan di dalam sebuah lembaga negara ternyata berdampak besar terhadap kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Peristiwa lepasnya Sipadan-Ligitan dari bumi Indonesia karena kurangnya dukungan arsip kepemilikan dua pulau tersebut menjadi pelajaran berharga bagi pemerintah.
Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud mengakui kenyataan tersebut, sehingga perlu penguatan arsip untuk pulau-pulau lainnya di Indonesia, terutama Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tak berpenghuni.
"Kita punya peran atau kontribusi atau ruang yang sangat besar di situ karena cukup banyak dokumen negara yang berkaitan dengan tugas-tugas BNPP. Naskah perjanjian, kemudian ada peta yang disepakati dengan negara tetangga, dan sebagainya, yang kita peroleh dari pelaksanaan fungsi kita. Ini perlu kita amankan, ini aset negara," kata Restuardy dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kearsipan BNPP di Jakarta dikutip, Senin (7/2/2022).
Menyinggung arsip di kawasan perbatasan negara, Direktur Kearsipan Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Azmi meminta BNPP belajar dari sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang terjadi di era 2000-an, jauh sebelum terbentuknya BNPP. Indonesia saat itu kalah di Mahkamah Internasional karena tidak punya satu dokumen penting yang menjadi penentu atas kepemilikan lahan di perbatasan.
"Kita kalah dalam satu jenis arsip yang bernama administration record," kata Azmi.
Azmi menyebut proses penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan kala itu sempat melalui beberapa tahapan pengecekan arsip dari masing-masing negara dan pemerintah kolonial pendahulunya. Pertama, dilakukan pengecekan eksistensi "Sipadan-Ligitan" dalam berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan sebagainya.
"Yang kedua, ada treaty record. Ada enggak perjanjian Hindia Belanda dengan local kingdom saat itu? Ada. Tetapi Inggris/Malaysia juga punya," kata Azmi.
Baca juga: Inilah Sejarah Kelam Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Tangan Malaysia
Sekretaris Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Restuardy Daud mengakui kenyataan tersebut, sehingga perlu penguatan arsip untuk pulau-pulau lainnya di Indonesia, terutama Pulau-Pulau Kecil Terluar (PPKT) tak berpenghuni.
"Kita punya peran atau kontribusi atau ruang yang sangat besar di situ karena cukup banyak dokumen negara yang berkaitan dengan tugas-tugas BNPP. Naskah perjanjian, kemudian ada peta yang disepakati dengan negara tetangga, dan sebagainya, yang kita peroleh dari pelaksanaan fungsi kita. Ini perlu kita amankan, ini aset negara," kata Restuardy dalam kegiatan Bimbingan Teknis (Bimtek) Kearsipan BNPP di Jakarta dikutip, Senin (7/2/2022).
Menyinggung arsip di kawasan perbatasan negara, Direktur Kearsipan Pusat Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) Azmi meminta BNPP belajar dari sengketa Sipadan-Ligitan antara Indonesia dan Malaysia yang terjadi di era 2000-an, jauh sebelum terbentuknya BNPP. Indonesia saat itu kalah di Mahkamah Internasional karena tidak punya satu dokumen penting yang menjadi penentu atas kepemilikan lahan di perbatasan.
"Kita kalah dalam satu jenis arsip yang bernama administration record," kata Azmi.
Azmi menyebut proses penyelesaian sengketa Sipadan-Ligitan kala itu sempat melalui beberapa tahapan pengecekan arsip dari masing-masing negara dan pemerintah kolonial pendahulunya. Pertama, dilakukan pengecekan eksistensi "Sipadan-Ligitan" dalam berbagai peraturan yang berlaku, mulai dari Undang-Undang Dasar (UUD), Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), dan sebagainya.
"Yang kedua, ada treaty record. Ada enggak perjanjian Hindia Belanda dengan local kingdom saat itu? Ada. Tetapi Inggris/Malaysia juga punya," kata Azmi.
Baca juga: Inilah Sejarah Kelam Lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke Tangan Malaysia
tulis komentar anda