Vaksin Booster Gratis Keputusan Bijak
Rabu, 12 Januari 2022 - 15:32 WIB
PRESIDEN Joko Widodo (Jokowi) kemarin memutuskan bahwa pemerintah akan memberikan vaksin ketiga (booster) kepada seluruh masyarakat Indonesia dan tanpa membayar alias gratis. Kebijakan ini melegakan sekaligus tepat.
Melegakan lantaran masyarakat akhirnya mendapat kepastian bahwa vaksin tambahan itu akhirnya tak lama lagi akan mereka terima. Tak pandang orang kaya, sedang, atau miskin. Seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke nantinya akan mendapat hak yang sama vaksinasi sebagai ikhtiar bersama mencegah terpapar virus Covid-19 itu.
Dengan tanpa dibebankan biaya, tentu hal ini makin melegakan. Artinya, vaksin akhirnya bisa menjangkau semua masyarakat. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kegaduhan yang akan terjadi jika vaksin booster dikenakan tarif, seperti halnya yang sudah berlaku di sejumlah negara. Tentu tidak semua rakyat akan mampu membelinya.
Sehingga jelas bahwa bukan pilihan ringan bagi pemerintah Indonesia membuat keputusan ini. Apalagi, vaksin-vaksin itu mayoritas masih diproduksi penuh di luar negeri. Dengan fakta ini, anggaran negara yang dihabiskan untuk pengadaan vaksin jelas sangatlah besar. Pada 2021, total anggaran untuk pengadaan vaksin pun sudah mencapai Rp13,92 triliun. Jika ditambah untuk booster, tentu jumlahnya kian membengkak.
Bagi Indonesia, vaksin pun bukan barang murah. Sinovac misalnya, vaksin produksi perusahaan farmasi China ini harganya bekisar Rp243.000 per dosis. Demikian juga PfizerBioNTech, harganya sekitar Rp330.000 per dosis. Sedang AstraZeneca lebih murah, yakni sekitar Rp60.000 per dosis. Harga-harga itu tentu fluktuatif tergantung situasi pasar. Apalagi, di saat dunia dihantam varian baru Covid-19, yakni Omicron saat ini, tentu sangat mungkin harga vaksin menjadi melambung. Belum lagi, untuk mendapat vaksin itu juga seolah rebutan. Bagi negara-negara lemah, ini tentu makin menjadi tantangan tersendiri.
Namun begitu, pemerintah Indonesia pasti sudah menghitung jeli, termasuk aspek politik, ketahanan negara dan lain sebagainya. Di tengah situasi kebangsaan yang penuh keprihatinan ini, kebijakan membebankan biaya vaksin kepada masyarakat tidaklah tepat. Publik pasti akan bereaksi karena untuk memenuhi kebutuhan makan saja, saat ini, bukan hal ringan lagi. Bahkan tak sedikit rakyat yang masih kesulitan mendapat pekerjaan akibat disrupsi pandemi. Alih-alih, untuk membeli vaksin yang harganya ratusan ribu rupiah itu, tentu menjadi hal yang jauh dalam pikiran.
Jelas kiranya, keputusan menggratiskan vaksin booster ini adalah langkah bijak. Ketika semua rakyat memiliki akses vaksin, maka sejatinya pemerintah telah menjamin keadilan terutama akses kesehatan bagi seluruh warganya. Keseragaman ini juga menjadi pondasi yang lebih kokoh terciptanya kekebalan bersama (herd immunity). Semakin tinggi kekebalan terbentuk, semakin tangguh pula masyarakat.
Indonesia pun telah banyak belajar pentingnya kekebalan bersama ini. Banyak kalangan internasional menilai, kekebalan masyarakat Indonesia saat ini dianggap yang paling tinggi setelah dihantam gelombang Covid varian Delta Juni-Juli 2021 lalu. Vaksinasi gencar yang digelorakan pemerintah disebut-sebut menjadi pembangun imunitas tersebut. Kini vaksinasi tahap 1 sudah mencapai 82% dari total penduduk. Sedang tahap 2 mencapai 56%. Ditargetkan pada Maret nanti, sekitar 99% penduduk Indonesia sudah vaksin 1 dan 2.
Kita semua berharap, vaksinasi booster yang rencananya digelar mulai hari ini, Rabu (12/1), menjadi tonggak kekuatan baru masyarakat Indonesia. Namun keputusan besar yang dibuat pemerintah dengan menggratiskan vaksin booster tak banyak berarti jika publik juga tidak memberikan respons yang baik. Untuk itu, komunikasi pemerintah kepada publik patut terus diperbaiki, khususnya menyadarkan pihak-pihak yang menentang vaksin karena mereka sejatinya belum mendapatkan penjelasan secara utuh.
Vaksinasi booster ini pun bukan ritualitas semata. Di dalamnya ada tujuan yang lebih luas, yakni perjuangan Indonesia untuk segera bangkit dan pulih seperti kondisi sebelum wabah. Ini tentu bukan tugas ringan. Untuk itu, sudah seharusnya semua pihak untuk bahu membahu menyukseskan program ini. Jangan sampai ikhtiar besar bangsa ini mendapat banyak kendala, apalagi tercederai dengan kepentingan praktis kelompok tertentu. Memimjam istilah Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri saat berpidato pada HUT ke-49 PDIP, Senin (10/1), saatnya "benalu-benalu" pandemi harus dibasmi secara kolektif.
Melegakan lantaran masyarakat akhirnya mendapat kepastian bahwa vaksin tambahan itu akhirnya tak lama lagi akan mereka terima. Tak pandang orang kaya, sedang, atau miskin. Seluruh rakyat dari Sabang hingga Merauke nantinya akan mendapat hak yang sama vaksinasi sebagai ikhtiar bersama mencegah terpapar virus Covid-19 itu.
Dengan tanpa dibebankan biaya, tentu hal ini makin melegakan. Artinya, vaksin akhirnya bisa menjangkau semua masyarakat. Kita tidak bisa membayangkan bagaimana kegaduhan yang akan terjadi jika vaksin booster dikenakan tarif, seperti halnya yang sudah berlaku di sejumlah negara. Tentu tidak semua rakyat akan mampu membelinya.
Sehingga jelas bahwa bukan pilihan ringan bagi pemerintah Indonesia membuat keputusan ini. Apalagi, vaksin-vaksin itu mayoritas masih diproduksi penuh di luar negeri. Dengan fakta ini, anggaran negara yang dihabiskan untuk pengadaan vaksin jelas sangatlah besar. Pada 2021, total anggaran untuk pengadaan vaksin pun sudah mencapai Rp13,92 triliun. Jika ditambah untuk booster, tentu jumlahnya kian membengkak.
Bagi Indonesia, vaksin pun bukan barang murah. Sinovac misalnya, vaksin produksi perusahaan farmasi China ini harganya bekisar Rp243.000 per dosis. Demikian juga PfizerBioNTech, harganya sekitar Rp330.000 per dosis. Sedang AstraZeneca lebih murah, yakni sekitar Rp60.000 per dosis. Harga-harga itu tentu fluktuatif tergantung situasi pasar. Apalagi, di saat dunia dihantam varian baru Covid-19, yakni Omicron saat ini, tentu sangat mungkin harga vaksin menjadi melambung. Belum lagi, untuk mendapat vaksin itu juga seolah rebutan. Bagi negara-negara lemah, ini tentu makin menjadi tantangan tersendiri.
Namun begitu, pemerintah Indonesia pasti sudah menghitung jeli, termasuk aspek politik, ketahanan negara dan lain sebagainya. Di tengah situasi kebangsaan yang penuh keprihatinan ini, kebijakan membebankan biaya vaksin kepada masyarakat tidaklah tepat. Publik pasti akan bereaksi karena untuk memenuhi kebutuhan makan saja, saat ini, bukan hal ringan lagi. Bahkan tak sedikit rakyat yang masih kesulitan mendapat pekerjaan akibat disrupsi pandemi. Alih-alih, untuk membeli vaksin yang harganya ratusan ribu rupiah itu, tentu menjadi hal yang jauh dalam pikiran.
Jelas kiranya, keputusan menggratiskan vaksin booster ini adalah langkah bijak. Ketika semua rakyat memiliki akses vaksin, maka sejatinya pemerintah telah menjamin keadilan terutama akses kesehatan bagi seluruh warganya. Keseragaman ini juga menjadi pondasi yang lebih kokoh terciptanya kekebalan bersama (herd immunity). Semakin tinggi kekebalan terbentuk, semakin tangguh pula masyarakat.
Indonesia pun telah banyak belajar pentingnya kekebalan bersama ini. Banyak kalangan internasional menilai, kekebalan masyarakat Indonesia saat ini dianggap yang paling tinggi setelah dihantam gelombang Covid varian Delta Juni-Juli 2021 lalu. Vaksinasi gencar yang digelorakan pemerintah disebut-sebut menjadi pembangun imunitas tersebut. Kini vaksinasi tahap 1 sudah mencapai 82% dari total penduduk. Sedang tahap 2 mencapai 56%. Ditargetkan pada Maret nanti, sekitar 99% penduduk Indonesia sudah vaksin 1 dan 2.
Kita semua berharap, vaksinasi booster yang rencananya digelar mulai hari ini, Rabu (12/1), menjadi tonggak kekuatan baru masyarakat Indonesia. Namun keputusan besar yang dibuat pemerintah dengan menggratiskan vaksin booster tak banyak berarti jika publik juga tidak memberikan respons yang baik. Untuk itu, komunikasi pemerintah kepada publik patut terus diperbaiki, khususnya menyadarkan pihak-pihak yang menentang vaksin karena mereka sejatinya belum mendapatkan penjelasan secara utuh.
Vaksinasi booster ini pun bukan ritualitas semata. Di dalamnya ada tujuan yang lebih luas, yakni perjuangan Indonesia untuk segera bangkit dan pulih seperti kondisi sebelum wabah. Ini tentu bukan tugas ringan. Untuk itu, sudah seharusnya semua pihak untuk bahu membahu menyukseskan program ini. Jangan sampai ikhtiar besar bangsa ini mendapat banyak kendala, apalagi tercederai dengan kepentingan praktis kelompok tertentu. Memimjam istilah Presiden kelima RI Megawati Soekarnoputri saat berpidato pada HUT ke-49 PDIP, Senin (10/1), saatnya "benalu-benalu" pandemi harus dibasmi secara kolektif.
(bmm)
Lihat Juga :
tulis komentar anda