Fraksi Gerindra DPR Terima Audiensi Aliansi Vendor Barata
Senin, 06 Desember 2021 - 21:55 WIB
JAKARTA - Fraksi Partai Gerindra di Komisi VI DPR telah menerima audiensi dari Aliansi Vendor Barata, Kamis (18/11/2021). Adapun yang menerima Aliansi Vendor Barata itu adalah Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal didampingi Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) Gerindra, Andre Rosiade, dan Muhammad Husein Fadlulloh.
Perwakilan aliansi itu mengadukan PT Barata Indonesia (Persero) berkaitan dengan belum dilakukannya pembayaran tagihan terhadap ratusan vendor yang telah bekerja sama dengan perusahaan pelat merah itu. Koordinator Aliansi Vendor Barata Irfan mengatakan pihaknya menghadapi masalah terkait hubungan bisnis dengan PT Barata Indonesia.
Dia menjelaskan awal mula perkara itu saat PT Barata Indonesia menetapkan skema pembayaran menggunakan fasilitas Supply Chain Financing (SCF). Ketentuan tersebut tertuang dalam surat PT Barata Nomor 21.19.066 tertanggal 13 Juni 2019 mengenai Prasyarat Pembayaran Vendor Mekanisme SCF BSI.
Dalam proses kerja sama ini, lanjut dia, para vendor telah memenuhi semua kewajiban sesuai dengan kontrak dan kemudian mengajukan tagihan pembayaran kepada PT Barata. Akan tetapi, PT Barata belum juga melakukan pembayaran tagihan. Bahkan, dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT).
Dia mengatakan di tengah kondisi tersebut para vendor gelisah dengan tagihan pihak BSI terkait pembayaran PT Barata kepada vendor. Atas tagihan itu, kolektibilitas para vendor di BI berstatus coll 3.
Status coll 3 tersebut disebutnya membuat para vendor kesulitan mengakses fasilitas pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan lain. "Dalam skema SCF itu, kami kerja lalu tagihan kami dibayar oleh Barata. Kami sudah kerja, itu hak kami. Tapi kenapa saat BSI tidak bisa menagih ke Barata lantas tagihan itu dilayangkan ke kami?" katanya dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, Fraksi Gerindra berjanji bakal segera berkomunikasi dengan pihak Barata Indonesia dan pihak BSI. Kapoksi Gerindra Andre Rosiade menjelaskan pihaknya berkomitmen segera menyelesaikan persoalan ini.
“Begitu Bapak keluar dari ruangan ini, kami akan telepon langsung pihak BSI. Tanggal 29 November nanti kami juga akan ke Surabaya untuk bertemu dengan PT Barata dalam kerangka kunjungan Panja Restrukturisasi BUMN. Insya Allah kalau bisa sebelum tahun baru kita bisa selesaikan persoalan ini," kata Andre.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal berharap perusahaan-perusahaan pelat merah bisa berkontribusi positif terhadap perekonomian negara melalui panja dan penyusunan RUU BUMN. Kata dia, salah satu latar belakang perumusan UU BUMN itu untuk mempermudah penyelesaian persoalan seperti ini.
“Kita ingin BUMN bisa bertanggung jawab pada karyawan dan vendor-vendor. BUMN ini kan abangnya para pelaku usaha kecil seperti Bapak Ibu yang selama ini turut bekerja membangun perekonomian nasional. Mudah-mudahan segera ada jalan keluar," pungkasnya.
Perwakilan aliansi itu mengadukan PT Barata Indonesia (Persero) berkaitan dengan belum dilakukannya pembayaran tagihan terhadap ratusan vendor yang telah bekerja sama dengan perusahaan pelat merah itu. Koordinator Aliansi Vendor Barata Irfan mengatakan pihaknya menghadapi masalah terkait hubungan bisnis dengan PT Barata Indonesia.
Dia menjelaskan awal mula perkara itu saat PT Barata Indonesia menetapkan skema pembayaran menggunakan fasilitas Supply Chain Financing (SCF). Ketentuan tersebut tertuang dalam surat PT Barata Nomor 21.19.066 tertanggal 13 Juni 2019 mengenai Prasyarat Pembayaran Vendor Mekanisme SCF BSI.
Dalam proses kerja sama ini, lanjut dia, para vendor telah memenuhi semua kewajiban sesuai dengan kontrak dan kemudian mengajukan tagihan pembayaran kepada PT Barata. Akan tetapi, PT Barata belum juga melakukan pembayaran tagihan. Bahkan, dalam keadaan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Tetap (PKPUT).
Dia mengatakan di tengah kondisi tersebut para vendor gelisah dengan tagihan pihak BSI terkait pembayaran PT Barata kepada vendor. Atas tagihan itu, kolektibilitas para vendor di BI berstatus coll 3.
Status coll 3 tersebut disebutnya membuat para vendor kesulitan mengakses fasilitas pembiayaan dari bank atau lembaga keuangan lain. "Dalam skema SCF itu, kami kerja lalu tagihan kami dibayar oleh Barata. Kami sudah kerja, itu hak kami. Tapi kenapa saat BSI tidak bisa menagih ke Barata lantas tagihan itu dilayangkan ke kami?" katanya dalam keterangan tertulis.
Sementara itu, Fraksi Gerindra berjanji bakal segera berkomunikasi dengan pihak Barata Indonesia dan pihak BSI. Kapoksi Gerindra Andre Rosiade menjelaskan pihaknya berkomitmen segera menyelesaikan persoalan ini.
“Begitu Bapak keluar dari ruangan ini, kami akan telepon langsung pihak BSI. Tanggal 29 November nanti kami juga akan ke Surabaya untuk bertemu dengan PT Barata dalam kerangka kunjungan Panja Restrukturisasi BUMN. Insya Allah kalau bisa sebelum tahun baru kita bisa selesaikan persoalan ini," kata Andre.
Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Mohamad Hekal berharap perusahaan-perusahaan pelat merah bisa berkontribusi positif terhadap perekonomian negara melalui panja dan penyusunan RUU BUMN. Kata dia, salah satu latar belakang perumusan UU BUMN itu untuk mempermudah penyelesaian persoalan seperti ini.
“Kita ingin BUMN bisa bertanggung jawab pada karyawan dan vendor-vendor. BUMN ini kan abangnya para pelaku usaha kecil seperti Bapak Ibu yang selama ini turut bekerja membangun perekonomian nasional. Mudah-mudahan segera ada jalan keluar," pungkasnya.
(rca)
tulis komentar anda