Pengamat Sarankan Presiden Jokowi Lebih Baik Reshuffle Moeldoko
Selasa, 16 November 2021 - 16:06 WIB
JAKARTA - Wacana reshuffel kabinet setelah Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto pensiun sebaiknya dimanfaatkan Presiden Jokowi untuk mencopot Moeldoko . Kepala Staf Kepresidenan itu dinilai terlalu sering melakukan blunder yang merugikan pemerintahan Jokowi-Ma'ruf di tengah upaya menyiapkan warisan (legacy) kepemimpinan menjelang pergantian pada 2024 nanti.
Pengamat politik dari UNPAD Firman Manan mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review terhadap AD/ART Partai Demokrat merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya.
"Penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang notabene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang. Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi," kata Firman dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (16/11/2021).
Baca juga: KSP Moeldoko: Publik Harus Tahu Alasan Indonesia Menjadi Presidensi G20
Di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, kata Firman, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum.
"Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Kepresidenan," katanya.
Manuver Moeldoko juga menjadi atensi Ubedilah Badrun, pengamat politik dari UNJ. Ia menyitir pepatah 'Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama'. "Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Di tengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan," katanya.
Ubedilah mengingatkan bahwa bukan hanya dalam kasus Demokrat, Moeldoko melakukan manuver yang merugikan reputasi pemerintah. Dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli. Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi.
Pengamat politik dari UNPAD Firman Manan mengingatkan bahwa keputusan Mahkamah Agung (MA) untuk menolak permohonan judicial review terhadap AD/ART Partai Demokrat merupakan blunder Moeldoko yang kesekian kalinya.
"Penolakan MA ini merupakan tamparan tersendiri. Konstruksinya saja sudah tidak lazim. KSP Moeldoko memotori gugatan terhadap Menkumham yang notabene adalah sesama anggota kabinet. Objek gugatannya juga problematik. Tidak terbayang kekacauan hukum yang terjadi jika AD/ART organisasi boleh digugat sembarang orang. Andai dikabulkan, ini tentu mengancam kebebasan berserikat yang dijamin konstitusi," kata Firman dikutip dari keterangan tertulisnya, Selasa (16/11/2021).
Baca juga: KSP Moeldoko: Publik Harus Tahu Alasan Indonesia Menjadi Presidensi G20
Di tengah menumpuknya kasus-kasus peradilan yang belum selesai dan rasa keadilan masyarakat yang terluka, kata Firman, permohonan judicial review atas AD/ART Partai Demokrat ini sesungguhnya pemborosan sumber daya hukum.
"Moeldoko kena prank tiga kali. Sebelumnya oleh Darmizal dan Jhony Allen Marbun, sekarang oleh Yusril (Ihza Mahendra). Moeldoko makin kelihatan tidak kompeten sebagai Kepala Staf Kepresidenan," katanya.
Manuver Moeldoko juga menjadi atensi Ubedilah Badrun, pengamat politik dari UNJ. Ia menyitir pepatah 'Gajah mati meninggalkan gading, manusia mati meninggalkan nama'. "Presiden biasanya ingin dikenang baik setelah usai menjabat. Di tengah terus menurunnya citra Jokowi, sayangnya langkah-langkah yang diambil KSP Moeldoko lebih banyak merugikan ketimbang menguntungkan," katanya.
Ubedilah mengingatkan bahwa bukan hanya dalam kasus Demokrat, Moeldoko melakukan manuver yang merugikan reputasi pemerintah. Dalam kasus Jiwasraya, terdakwa Hary Prasetyo pernah direkrut Moeldoko sebagai tenaga ahli. Pada saat itu, manipulasi keuangan para nasabah sudah dan sedang terjadi.
tulis komentar anda