KPK Dalami Dugaan Transaksi Perbankan dalam Kasus Suap Azis Syamsuddin
Sabtu, 09 Oktober 2021 - 14:53 WIB
JAKARTA - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendalami dugaan transaksi perbankan tersangka Azis Syamsuddin, terkait suap penanganan perkara Tindak Pidana Korupsi (TPK) di Kabupaten Lampung Tengah.
Hal tersebut didalami saat tim penyidik KPK memeriksa seorang saksi staf bank Fajar Arafadi. Fajar diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. "Fajar Arafadi hadir dan dikonfirmasi terkait dengan dugaan transaksi perbankan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik juga memanggil seorang karyawan BUMN bernama Neta Emilia. Namun Neta tidak hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang. Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah.
Azis diduga memberi suap kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang kuasa hukum Maskur Husain (MH) sebesar Rp3,1 miliar. Pemberian itu dimaksudkan agar Robin dan Maskur dapat mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza Gunado yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK di Lampung Tengah.
Setelah itu Maskur diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada Azis. Azis pun mentransfer Rp200 juta secara bertahap melalui rekening pribadinya. Sekitar Agustus 2020, Robin juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis, yaitu USD100.000, SGD17.600 dan SGD 140.500.
Uang itu kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain. Terungkap bahwa Azis baru menyerahkan Rp3,1 miliar kepada Robin dan Maskur dari total kesepakatan Rp4 miliar sebelumnya.
Atas perbuatannya tersebut, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Hal tersebut didalami saat tim penyidik KPK memeriksa seorang saksi staf bank Fajar Arafadi. Fajar diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin. "Fajar Arafadi hadir dan dikonfirmasi terkait dengan dugaan transaksi perbankan dengan pihak-pihak lain yang terkait dengan perkara," ujar Plt Juru bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Sabtu (9/10/2021).
Dalam pemeriksaan tersebut, tim penyidik juga memanggil seorang karyawan BUMN bernama Neta Emilia. Namun Neta tidak hadir dan akan dilakukan penjadwalan ulang. Perlu diketahui, KPK telah menetapkan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sebagai tersangka penanganan perkara korupsi yang ditangani KPK di Kabupaten Lampung Tengah.
Azis diduga memberi suap kepada mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju (SRP) dan seorang kuasa hukum Maskur Husain (MH) sebesar Rp3,1 miliar. Pemberian itu dimaksudkan agar Robin dan Maskur dapat mengurus kasus yang melibatkan Azis dan Aliza Gunado yang sedang dilakukan penyelidikannya oleh KPK di Lampung Tengah.
Setelah itu Maskur diduga meminta uang muka terlebih dahulu sejumlah Rp300 juta kepada Azis. Azis pun mentransfer Rp200 juta secara bertahap melalui rekening pribadinya. Sekitar Agustus 2020, Robin juga diduga datang menemui Azis di rumah dinasnya di Jakarta Selatan untuk kembali menerima uang secara bertahap yang diberikan oleh Azis, yaitu USD100.000, SGD17.600 dan SGD 140.500.
Uang itu kemudian ditukarkan oleh Robin dan Maskur ke money changer untuk menjadi mata uang rupiah dengan menggunakan identitas pihak lain. Terungkap bahwa Azis baru menyerahkan Rp3,1 miliar kepada Robin dan Maskur dari total kesepakatan Rp4 miliar sebelumnya.
Atas perbuatannya tersebut, Azis disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
(cip)
tulis komentar anda