Penanganan Kasus Ruslan Buton Dinilai Berlebihan
Selasa, 02 Juni 2020 - 13:47 WIB
JAKARTA - Langkah kepolisian menangkap mantan anggota TNI Angkatan Darat (AD) Ruslan Buton menuai kritikan. Adapun Ruslan Buton ditangkap karena mengkritik atau membuat surat terbuka mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) mundur. (Baca juga: IPW Desak Polri Bebaskan Ruslan Buton, Ini Alasannya)
"Penanganan kasus Ruslan Buton saya pandang terlalu berlebihan," ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Ossy Dermawan kepada SINDOnews, Selasa (2/6/2020). (Baca juga: Buntut Surat ke Presiden, Ruslan Buton Dijemput Paksa Polisi)
Ossy mengatakan, jangan sampai penanganan berlebihan itu menguatkan persepsi publik terjadinya hukum tebang pilih. "Seolah-olah pihak yang mengkritik pemerintah langsung menjadi sasaran dari penegakan hukum pemerintah," tuturnya. (Baca juga: Terjerat Kasus Ujaran Kebencian, Ruslan Buton Dijerat UU ITE)
Menurut Ossy, negara harus tetap menyisakan ruang bagi kebebasan berpendapat sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. "Kritik harus dianggap sebagai obat guna meningkatkan kinerja pemerintah," katanya.
Seperti diketahui, Ruslan Buton ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara dan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri pada Kamis 28 Mei 2020 di Kediamannya, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
"Penanganan kasus Ruslan Buton saya pandang terlalu berlebihan," ujar Kepala Badan Komunikasi Strategis (Bakomstra) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Ossy Dermawan kepada SINDOnews, Selasa (2/6/2020). (Baca juga: Buntut Surat ke Presiden, Ruslan Buton Dijemput Paksa Polisi)
Ossy mengatakan, jangan sampai penanganan berlebihan itu menguatkan persepsi publik terjadinya hukum tebang pilih. "Seolah-olah pihak yang mengkritik pemerintah langsung menjadi sasaran dari penegakan hukum pemerintah," tuturnya. (Baca juga: Terjerat Kasus Ujaran Kebencian, Ruslan Buton Dijerat UU ITE)
Menurut Ossy, negara harus tetap menyisakan ruang bagi kebebasan berpendapat sebagaimana yang diamanatkan konstitusi. "Kritik harus dianggap sebagai obat guna meningkatkan kinerja pemerintah," katanya.
Seperti diketahui, Ruslan Buton ditangkap Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Sulawesi Tenggara dan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88 Mabes Polri pada Kamis 28 Mei 2020 di Kediamannya, Kecamatan Wabula, Kabupaten Buton, Sulawesi Tenggara.
(cip)
tulis komentar anda