Mahfud MD Ingatkan Hakim Tegakkan Keadilan bukan Hanya Peraturan
Jum'at, 27 Agustus 2021 - 07:25 WIB
JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD meminta agar para hakim lebih kreatif dalam upaya menegakkan keadilan. Menurut dia, hakim pada dasarnya bertugas menegakkan keadilan, bukan peraturan.
"Pasal 1 ayat 3 hasil amendemen UUD 1945 memberikan hakim kreativitas membuat putusan berdasarkan rasa keadilan di masyarakat. Hakim di samping menegakkan hukum, juga menegakkan keadilan," kata Mahfud dalam diskusi bertajuk '80 Tahun Prof Bagir Manan', Kamis (26/8/2021).
Mahfud menuturkan, putusan eks Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan banyak memengaruhi pembentukkan hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, dirinya turut mencontohkan ketika menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus sengketa Pilkada.
Baca juga: Hakim Jadikan Cacian Masyarakat Alasan Ringankan Vonis Juliari, Saut: Siapa Suruh Korupsi
"Kecurangan dalam Pilkada harus Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM) menjadi bagian dari tata hukum kita setelah Putusan MK. Sebelumnya tidak ada dalam tata hukum kita, namun setelah itu digunakan terus. Bahkan di UU disebutkan, di peraturan KPU dan Bawaslu disebut, hal itu yang membuat pertama kali adalah MK," katanya.
Adapun contoh lain menurut dia saat pembuktian mendengarkan rekaman di pengadilan MK, pada kasus Bibit-Chandra di Tahun 2010 silam. Atas dasar bukti pemutaran rekaman itu, lantas dijadikan dasar memutuskan membatalkan pasal yang berpotensi mengkriminalisasi pimpinan KPK.
"Oleh sebab itu hakim harus kreatif untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan, tidak boleh hanya dibelenggu UU, karena jual beli rentan bisa terjadi pada penggunaan pasal UU yang mana pada memutuskan suatu perkara," tuturnya.
Baca juga: Bagir Manan Sebut Revisi UU KPK Meniadakan Prinsip Extra Ordinary
Sementara itu, Bagir Manan dalam sambutannya mengatakan, saat ini peran hakim tak begitu mengedepan. Menurut Bagir, sistem pendidikan hukum Indonesia kurang membawa mahasiswa ke hal-hal nyata tentang hukum, termasuk pembahasan kasus-kasus, sehingga lulusan hukum tidak familiar dengan seluk beluk putusan hakim.
"Contoh kalau ilustrasi kasus hukum dalam pengajaran, memakai putusan di Belanda di Hogeraad tahun 1900-an. Seolah-olah tidak ada kasus di negeri kita. Seharusnya kita gunakan putusan-putusan terkini untuk mendekatkan kenyataan hukum dengan mashasiswa," ujar Bagir.
"Pasal 1 ayat 3 hasil amendemen UUD 1945 memberikan hakim kreativitas membuat putusan berdasarkan rasa keadilan di masyarakat. Hakim di samping menegakkan hukum, juga menegakkan keadilan," kata Mahfud dalam diskusi bertajuk '80 Tahun Prof Bagir Manan', Kamis (26/8/2021).
Mahfud menuturkan, putusan eks Ketua Mahkamah Agung (MA) Bagir Manan banyak memengaruhi pembentukkan hukum yang ada di Indonesia. Selain itu, dirinya turut mencontohkan ketika menjadi hakim di Mahkamah Konstitusi (MK) dalam kasus sengketa Pilkada.
Baca juga: Hakim Jadikan Cacian Masyarakat Alasan Ringankan Vonis Juliari, Saut: Siapa Suruh Korupsi
"Kecurangan dalam Pilkada harus Terstruktur, Sistematis, Masif (TSM) menjadi bagian dari tata hukum kita setelah Putusan MK. Sebelumnya tidak ada dalam tata hukum kita, namun setelah itu digunakan terus. Bahkan di UU disebutkan, di peraturan KPU dan Bawaslu disebut, hal itu yang membuat pertama kali adalah MK," katanya.
Adapun contoh lain menurut dia saat pembuktian mendengarkan rekaman di pengadilan MK, pada kasus Bibit-Chandra di Tahun 2010 silam. Atas dasar bukti pemutaran rekaman itu, lantas dijadikan dasar memutuskan membatalkan pasal yang berpotensi mengkriminalisasi pimpinan KPK.
"Oleh sebab itu hakim harus kreatif untuk menegakkan hukum, keadilan, dan kemanfaatan, tidak boleh hanya dibelenggu UU, karena jual beli rentan bisa terjadi pada penggunaan pasal UU yang mana pada memutuskan suatu perkara," tuturnya.
Baca juga: Bagir Manan Sebut Revisi UU KPK Meniadakan Prinsip Extra Ordinary
Sementara itu, Bagir Manan dalam sambutannya mengatakan, saat ini peran hakim tak begitu mengedepan. Menurut Bagir, sistem pendidikan hukum Indonesia kurang membawa mahasiswa ke hal-hal nyata tentang hukum, termasuk pembahasan kasus-kasus, sehingga lulusan hukum tidak familiar dengan seluk beluk putusan hakim.
"Contoh kalau ilustrasi kasus hukum dalam pengajaran, memakai putusan di Belanda di Hogeraad tahun 1900-an. Seolah-olah tidak ada kasus di negeri kita. Seharusnya kita gunakan putusan-putusan terkini untuk mendekatkan kenyataan hukum dengan mashasiswa," ujar Bagir.
(abd)
tulis komentar anda