Dipakai Jokowi, Pakaian Adat Baduy Simbol Perjuangan Hak dan Budaya Asli Indonesia

Sabtu, 21 Agustus 2021 - 07:12 WIB
Presiden Jokowi disambut Wakil Presiden Maruf Amin, Ketua MPR RI Bambang Soesatyo saat tiba di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen,Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). FOTO/IST/HUMAS MPR
JAKARTA - Presidium Perhimpunan Nasional Aktivis 98 (PENA 98), Rizki Faisal menyebut, pihak yang mencemooh Presiden Joko Widodo (Jokowi) karena menggunakan baju adat Baduy saat pidato Kepresidenan di Sidang Tahunan MPR RI 2021, benar-benar gagal faham. Pasalnya, pakaian itu merupakan budaya asli dari Indonesia.

"Mereka yang mencemooh Presiden Jokowi itu adalah orang yang gagal paham. Karena sesungguhnya pesan yang disampaikan Presiden dengan mengenakan pakaian adat Baduy adalah simbol seorang Presiden yang berpihak serta memperjuangkan hak, budaya dan tanah adat asli Indonesia," katanya dalam keterangan kepada wartawan di Jakarta, Jumat (20/8/2021).

Rizki Faisal yang kini menjabat sebagai Ketua Komisi IV DPRD Kepulauan Riau (Kepri) ini mengungkapkan, sejak Jokowi memimpin Indonesia, sudah menjadi tradisi di saat Sidang Tahunan MPR RI dan peringatan Hari Kemerdekaan, orang nomor 1 di negeri ini selalu mengenakan pakaian adat. Sehingga tidak perlu ada pernyataan miring seharusnya, ketika pada Sidang Tahunan MPR RI 2021 kemarin Presiden mengangkat kebudayaan suku Baduy.

Baca juga: Mengenakan Busana Adat Baduy saat Pidato Kenegaraan Presiden Bawa Pesan Kebersamaan





"Ini merupakan suatu inisiatif yang baik dalam menekankan Kebhinekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Sehingga tidak seharusnya ada pernyataan miring atas hal itu," ujar politikus Golkar ini.

Selain itu, diungkapkannya, tingkat kepedulian Presiden Jokowi terhadap masyarakat seharusnya sudah tidak perlu diragukan lagi. Sesungguhnya pesan tersebutlah yang sedang ditegaskan Jokowi saat mengenakan pakaian adat Baduy itu.

"Salah satu yang masuk dalam Undang-Undang Cipta Kerja memberikan keberpihakan dan melindungi masyarakat adat, terutama yang tinggal di kawasan hutan dan kebun. Dalam UU Cipta Kerja, masyarakat adat akan diikutkan dalam kebijakan penataan kawasan hutan, konservasi hingga Tanah Objek Reforma Agraria (TORA)," terang Rizki.

Selain itu, menurut Rizki, UU Cipta Kerja juga membahas persoalan lingkungan hutan yang terbagi atas dua bagian, yakni bagian persetujuan lingkungan yang menjadi persyaratan dasar perizinan berusaha dan bagian perizinan berusaha serta kemudahan persyaratan investasi dari sektor kehutanan.
Halaman :
Lihat Juga :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More