Muhammadiyah Berharap Pemerintah Terbitkan Regulasi Anti-Ekslusivisme
Jum'at, 20 Agustus 2021 - 08:55 WIB
JAKARTA - Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti berharap pemerintah mencegah ekslusivisme di Indonesia. Hal ini ditandai dengan munculnya arus modernisasi termasuk di antaranya pembangunan apartemen dan perumahan kluster, baik yang didasarkan pada tingkat ekonomi atau pandangan keagamaan tertentu.
“Ini kan nggak boleh dalam sebuah negara ada kawasan yang terlalu ekslusif seperti itu atau kemudian pemukiman di mana yang masyarakatnya itu semuanya elit. Nggak ada orang alit (kecil)-nya. Kalau ada orang alitnya itu mungkin sebagai tukang kebun atau apa yang menurut saya ini tidak sehat dalam kita membangun kekuatan kewargaan itu,” jelas Abdul demikian dikutip pada laman resmi Muhammadiyah, Jumat,(20/08/2021).
Ia mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mencegah ekslusivisme dan mencontohkan negara Singapura. Sebab jika diabaikan, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama akan lebih rentan dipecah belah.
“Singapura itu kan kebijakan tata ruang, mayoritas tinggal di apartemen, itu kan didata secara rapi siapa saja yang tinggal di situ dari latar belakang etnis, suku dan lain-lain. Ketika satu etnis terlalu dominan, maka tidak boleh tinggal di situ dan harus diisi dengan etnis lain. Agar compound (hunian) itu benar-benar menjadi bagian dari compound yang menggambarkan kebhinekaan Singapura,”urainya.
Ia pun merasa heran atas fenomena ini yang justru negara-negara modern sangat memperhatikan aspek keragaman, interaksi di antara mereka dan mencegah ekslusivisme.
“Nah itu yang saya maksud bahwa sarana-sarana meeting point itu harus tetap harus dibangun dan by regulation oleh negara sehingga kalau ada orang membangun perumahan misalnya, itu harus ada ruang yang disediakan oleh pengembang di mana yang terbuka bagi siapa saja di mana warga itu bisa bertemu di situ, bisa berinteraksi,"ungkapnya.
“Ini kan nggak boleh dalam sebuah negara ada kawasan yang terlalu ekslusif seperti itu atau kemudian pemukiman di mana yang masyarakatnya itu semuanya elit. Nggak ada orang alit (kecil)-nya. Kalau ada orang alitnya itu mungkin sebagai tukang kebun atau apa yang menurut saya ini tidak sehat dalam kita membangun kekuatan kewargaan itu,” jelas Abdul demikian dikutip pada laman resmi Muhammadiyah, Jumat,(20/08/2021).
Baca Juga
Ia mengusulkan agar pemerintah mengeluarkan regulasi untuk mencegah ekslusivisme dan mencontohkan negara Singapura. Sebab jika diabaikan, masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa dan agama akan lebih rentan dipecah belah.
“Singapura itu kan kebijakan tata ruang, mayoritas tinggal di apartemen, itu kan didata secara rapi siapa saja yang tinggal di situ dari latar belakang etnis, suku dan lain-lain. Ketika satu etnis terlalu dominan, maka tidak boleh tinggal di situ dan harus diisi dengan etnis lain. Agar compound (hunian) itu benar-benar menjadi bagian dari compound yang menggambarkan kebhinekaan Singapura,”urainya.
Ia pun merasa heran atas fenomena ini yang justru negara-negara modern sangat memperhatikan aspek keragaman, interaksi di antara mereka dan mencegah ekslusivisme.
“Nah itu yang saya maksud bahwa sarana-sarana meeting point itu harus tetap harus dibangun dan by regulation oleh negara sehingga kalau ada orang membangun perumahan misalnya, itu harus ada ruang yang disediakan oleh pengembang di mana yang terbuka bagi siapa saja di mana warga itu bisa bertemu di situ, bisa berinteraksi,"ungkapnya.
(muh)
tulis komentar anda