CSIS Nilai PKB Mampu Jadi Jangkar Hubungan Agama dan Negara

Kamis, 19 Agustus 2021 - 13:59 WIB
Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar menyampaikan pidato politik dalam Peringatan 50 Tahun Emas CSIS, di Jakarta, Kamis 19/8/2021.
JAKARTA - Pendiri Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Harry Tjan Silalahi meminta Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar membawa agama sebagai kekuatan konstruktif dalam konstelasi politik nasional. Sebagai representasi politik Islam moderat, PKB dinilai mempunyai peran strategis dalam mengatasi ketegangan hubungan agama dan negara.

“Di berbagai belahan dunia masih muncul ketegangan hubungan agama dan negara. Saat ini kekuatan taliban bisa menang begitu saja, hati-hati menjadi inspirasi gerakan agama yang destruktif di Indonesia,” ujar ujar Hary Tjan Sillahi saat memberikan pandangan dalam serial pidato ketua umum partai politik dalam rangka peringatan 50 Tahun berdirinya CSIS, di Jakarta, Kamis (19/8/2021).

Harry menjelaskan PKB mempunyai potensi dan kekuatan untuk membawa agama sebagai kekuatan konstruktif dalam pembangunan nasional. Menurutnya CSIS terlibat aktif dalam memberikan masukan saat pembentukan PKB di awal reformasi. Lembaga think thank ini percaya jika PKB yang membawa nilai-nilai Nadhlatul Ulama dalam politik nasional akan bisa menjaga persatuan, kebhinekaan, dan Pancasila sebagai dasar negara. “Dulu di sini kita dirikan PKB karena ingin meletakan agama sebagai kekuatan konstruktif bukan kekuatan destruktif. Dan saat ini PKB harus memerankan bagaimana agama sebagai kekuatan konstruktif dalam percepatan pembangunan di Indonesia,” katanya. (Baca Juga :Jaga Semangat Otda dan Desentralisasi Fiskal, PKB Minta Masukan Kepala Daerah)



Sementara itu dalam pidato politiknya, Abdul Muhaimin Iskandar menilai saat ini waktu untuk melakukan re-starting laju pembangunan nasional. Menurutnya pasca pandemi Covid-19, Indonesia menghadapi berbagai tantangan berat di bidang ekonomi, sosial, maupun politik. Dengan segala keterbatasannya, maka mau tidak mau semua pihak harus berkolaborasi untuk bersama-sama bangkit dari keterpurukan akibat pandemi. “Ini butuh kolaborasi semua pihak. Karena sekuatnya pemerintah pasti terganjal di level anggaran. Ibarat merebut kemerdekaan tentu Bung Karno pada saat itu tak bisa sendiri mendorong Indonesia merdeka, tetapi kerjasama dengan tokoh masyarakat lain,” ujarnya.

Gus Muhaimin-panggilan akrab-Muhaimin Iskandar menilai kolaborasi ini tentu membutuhkan kepemimpinan yang bisa menyatukan semua kekuatan bangsa. Saat ini sebenarnya sudah muncul kolaborasi apik antara pemerintah dan kekuatan politik di tanah air. Hampir semua kekuatan politik di parlemen misalnya memberikan ruang besar bagi pemerintah untuk melakukan berbagai terobosan pembangunan. “Saat ini pemerintah melakukan apa saja bisa karena semua parpol memberikan ruang bagi pemerintah untuk melakukan terobosan dalam percepatan pembangunan. Kolaborasi ini tentu perlu diperluas dengan melibatkan kekuatan masyarakat sipil, lembaga think thank, hingga kekuatan ekonomi nasional untuk bersama bangkit pasca pandemi,” katanya. (Baca Juga :Lagi Genting Covid-19, PKB dan PPP Minta Kegaduhan Politik Dihentikan)

Gus Muhaimin menilai di awal abad 21 ini muncul tiga tantangan besar dalam percaturan politik global. Pertama adalah adanya disrupsi teknologi yang mengubah secara fundamental pola komunikasi dan pola kerja masyarakat dunia, kedua masih munculnya ketegangan antara pandangan agama dan pandangan ekonomi pasar, dan ketiga munculnya kekuatan ekonomi berbasis digital yang melampui otoritas negara. “Ketiga tantangan harus diantisipasi sehingga Indonesia mampu bangkit menjadi kekuatan dominasi dalam percaturan politik global,” ujarnya.
(war)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More