RUU EBT Dikhawatirkan Tidak Dorong Kemandirian Energi Nasional

Senin, 02 Agustus 2021 - 19:08 WIB
Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dikhawatirkan tidak mendorong kemandirian energi nasional. Foto/SINDOnews
JAKARTA - Rancangan Undang-undang Energi Baru Terbarukan (RUU EBT) dikhawatirkan tidak mendorong kemandirian energi nasional. Bahkan, RUU itu berpeluang menghasilkan berbagai beban dan masalah bagi negara.

Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Mukhtasor mengatakan RUU EBT yang tengah dibahas di DPR berpeluang mengulangi kondisi seperti UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.

“UU Migas melanggar konstitusi sehingga dibatalkan. Dampaknya, ada krisis regulasi migas sampai sekarang. Jangan sampai RUU EBT mengalami hal serupa,” ujarnya dalam webinar Dampak Regulasi EBT Terhadap Ketahanan Energi Nasional, Senin (2/8/2021).

Pembuatan setiap UU seharusnya dilandasi semangat meningkatkan kedaulatan dan kemandirian nasional. Sayangnya, RUU EBT mencerminkan semangat mendukung impor dan memfasilitasi oligarki. “Detil sekali untuk fasilitasi kepentingan,” kata dia.

Ia antara lain melihat Pasal 40 pada RUU EBT yang mewajibkan PLN membeli listrik EBT dari pembangkit swasta. Kewajiban itu tidak menimbang kebutuhan PLN dan listrik nasional. Hal itu bisa membebani PLN dan di sisi lain menjamin investasi para pelaku EBT.



Feed-In Tariff

Mukthasor juga menyoroti pasal 51 yang mengatur soal feed-in tariff. Ada beberapa masalah dari aturan itu. Pertama, aturan itu bisa membengkakkan subsidi.

“Aturan itu mengasumsikan negara punya uang untuk menutup selisih produksi listrik PLN dan EBT. Kalau memang uangnya ada, kenapa tidak dipakai untuk menguatkan PLN atau industri nasional?” ujarnya.

Kedua, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merekomendasikan tidak ada feed-in tariff. Jika RUU EBT tetap memasukkan klausul itu, maka RUU itu tersebut berpotensi melanggar rekomendasi KPK dan hal itu berpotensi menimbulkan kerugian negara.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More