DPR Desak Pemerintah Hitung Neraca Vaksin Covid-19 Secara Cermat
Minggu, 01 Agustus 2021 - 09:00 WIB
JAKARTA - Merespons antusiasme masyarakat mengikuti program vaksinasi nasional, Wakil Ketua Fraksi PKS DPR, Mulyanto mendesak Pemerintah untuk menghitung neraca vaksin secara cermat.
“Jangan sekadar menarget 5 juta dosis per hari tapi faktanya, hingga 28 Juli 2021, Pemerintah hanya mampu menyuntikkan 800.000 dosis per hari. Itu pun sudah dengan termehek-mehek,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (1/8/2021).
Di satu sisi, kata Mulyanto, kepala daerah sudah banyak yang teriak kehabisan vaksin. Sementara di sisi lain, Kementerian BUMN mengatakan ada sebanyak 12 juta dosis vaksin yang belum terpakai. “Ada dimana barang itu? Jangan sampai vaksin ini kedaluarsa. Perlu kejelasan,” tegasnua.
Sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes), sambung Anggota Komisi VII DPR ini, pemerintah sudah mendatangkan 173.306.740 dosis vaksin. Sebanyak 64.13 juta dosis telah digunakan atau sekitar 37%. Dengan demikian stok vaksin tersedia sebesar 63% atau sebanyak 109 juta dosis. Namun sayangnya, sambungnya, sebagian sedang dalam proses pengujian oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara sisanya sebagian besar masih dalam bentuk bahan baku (bulk) yang perlu proses lanjut oleh Bio Farma.
“Jadi kalau kita cermati angka-angka ini, maka ada dua titik krusial yang perlu mendapat perhatian pemerintah, karena akan menjadi titik ‘kemandekan’, yakni vaksin yang tersisa di daerah dan lambatnya proses pengolahan bahan baku vaksin menjadi vaksin jadi di Bio Farma,” ujarnya.
Mulyanto menegaskan, pemerintah tidak usah ngotot dengan mendatangkan vaksin dalam bentuk bahan baku. “Merek vaksin lain dalam bentuk jadi atau yang dapat diolah oleh BUMN lain perlu diperbanyak. Tentu saja dengan mempertimbangkan tingkat keamanan, kemanjuran, kehalalan dan keekonomian,” jelasnya.
Menurut dia, hitung-hitungan neraca vaksin ini penting, agar kecepatan dan pemerataan sebaran vaksinasi semakin proporsional sesuai dengan kebutuhan dan dapat terus ditingkatkan.
Diketahui, dari sejumlah 173 juta vaksin impor yang tersedia, sebesar 85% didominasi oleh Vaksin Sinovac. Baru setelah itu Vaksin Astra Zeneca sebesar 8,6%, Sinopharm sebanyak 3,5%, vaksin Moderna hanya 2,5%, Vaksin Pfizer masih 0%. Sampai 26 Juli 2021, jumlah orang yang telah divaksin dosis pertama sebanyak 45,5 juta orang atau 21,9% dari target. Sementara mereka yang telah menerima dosis lengkap sebanyak 18,6 juta orang atau sebesar 8,9% dari target.
Berdasarkan prosentase populasi sebagaimana dirilis Our World ini Data per 30 Juli 2021, Indonesia baru memvaksinasi penduduknya sebesar 16,7% dari populasi. Kecepatan vaksinasi kita rata-rata masih di bawah 1 juta dosis per hari. Sementara program vaksinasi di Malaysia dan Thailand masing-masing sudah mencapai 39,7% dan 17,6% populasi. Indonesia hanya sedikit lebih baik dibanding Vietnam.
“Jangan sekadar menarget 5 juta dosis per hari tapi faktanya, hingga 28 Juli 2021, Pemerintah hanya mampu menyuntikkan 800.000 dosis per hari. Itu pun sudah dengan termehek-mehek,” kata Mulyanto dalam keterangannya, Minggu (1/8/2021).
Di satu sisi, kata Mulyanto, kepala daerah sudah banyak yang teriak kehabisan vaksin. Sementara di sisi lain, Kementerian BUMN mengatakan ada sebanyak 12 juta dosis vaksin yang belum terpakai. “Ada dimana barang itu? Jangan sampai vaksin ini kedaluarsa. Perlu kejelasan,” tegasnua.
Sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan (Menkes), sambung Anggota Komisi VII DPR ini, pemerintah sudah mendatangkan 173.306.740 dosis vaksin. Sebanyak 64.13 juta dosis telah digunakan atau sekitar 37%. Dengan demikian stok vaksin tersedia sebesar 63% atau sebanyak 109 juta dosis. Namun sayangnya, sambungnya, sebagian sedang dalam proses pengujian oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Sementara sisanya sebagian besar masih dalam bentuk bahan baku (bulk) yang perlu proses lanjut oleh Bio Farma.
“Jadi kalau kita cermati angka-angka ini, maka ada dua titik krusial yang perlu mendapat perhatian pemerintah, karena akan menjadi titik ‘kemandekan’, yakni vaksin yang tersisa di daerah dan lambatnya proses pengolahan bahan baku vaksin menjadi vaksin jadi di Bio Farma,” ujarnya.
Mulyanto menegaskan, pemerintah tidak usah ngotot dengan mendatangkan vaksin dalam bentuk bahan baku. “Merek vaksin lain dalam bentuk jadi atau yang dapat diolah oleh BUMN lain perlu diperbanyak. Tentu saja dengan mempertimbangkan tingkat keamanan, kemanjuran, kehalalan dan keekonomian,” jelasnya.
Menurut dia, hitung-hitungan neraca vaksin ini penting, agar kecepatan dan pemerataan sebaran vaksinasi semakin proporsional sesuai dengan kebutuhan dan dapat terus ditingkatkan.
Diketahui, dari sejumlah 173 juta vaksin impor yang tersedia, sebesar 85% didominasi oleh Vaksin Sinovac. Baru setelah itu Vaksin Astra Zeneca sebesar 8,6%, Sinopharm sebanyak 3,5%, vaksin Moderna hanya 2,5%, Vaksin Pfizer masih 0%. Sampai 26 Juli 2021, jumlah orang yang telah divaksin dosis pertama sebanyak 45,5 juta orang atau 21,9% dari target. Sementara mereka yang telah menerima dosis lengkap sebanyak 18,6 juta orang atau sebesar 8,9% dari target.
Berdasarkan prosentase populasi sebagaimana dirilis Our World ini Data per 30 Juli 2021, Indonesia baru memvaksinasi penduduknya sebesar 16,7% dari populasi. Kecepatan vaksinasi kita rata-rata masih di bawah 1 juta dosis per hari. Sementara program vaksinasi di Malaysia dan Thailand masing-masing sudah mencapai 39,7% dan 17,6% populasi. Indonesia hanya sedikit lebih baik dibanding Vietnam.
(cip)
tulis komentar anda