Arab Saudi Perlonggar Masjid untuk Salat Jumat, Haji Tunggu Awal Juni

Kamis, 28 Mei 2020 - 06:45 WIB
Suasana Kakbah ketika ditutup sementara untuk mengantisipasi penyebaran Covid-19. Foto/REUTERS
JAKARTA - Pemerintah Arab Saudi mulai pekan ini kembali membuka masjid-masjid untuk penyelenggaraan salat Jumat. Pelonggaran ini disambut gembira rakyat Saudi karena mereka telah cukup lama tak bisa melaksanakan salat Jumat. Tiap masjid diizinkan dibuka 20 menit sebelum hingga 20 menit setelah salat Jumat selesai. Otoritas Saudi menyatakan, secara bertahap pengetatan tempat ibadah akibat pandemi Covid-19 ini akan dicabut dan puncaknya bakal ditandai dengan berakhirnya jam malam pada 21 Juni mendatang.

Meski masjid-masjid mulai diperlonggar, Kota Suci Mekkah hingga kemarin masih dinyatakan tertutup. Masjidilharam, tempat umat Islam menjalankan sebagian ritual haji dan umrah, juga belum dibuka untuk umum. Belum diketahui sampai kapan Pemerintah Saudi akan menutup Kota Mekkah tersebut. Hingga kini Saudi juga belum memutuskan apakah tahun ini akan digelar haji atau tidak. Belum adanya kepastian ini membuat Kementerian Agama (Kemenag) RI mengundur deadline pengumuman kepastian penyelenggaraan haji yang awalnya akan disampaikan pada 20 Mei menjadi awal Juni. (Baca: Kemenag Siapkan Dua Skenario Ibadah Haji 2020)

Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi mengatakan, keputusan untuk mengundur jadwal pengumuman setelah mendapat arahan dari Presiden Joko Widodo. Menurut Menag, pemerintah masih menunggu perkembangan terakhir di Arab Saudi. "Semoga ada perkembangan baik terkait penanganan Covid-19, baik di Indonesia maupun Arab Saudi," katanya.



Kemenag juga telah mengutus staf pada Konsulat Jenderal RI di Jeddah untuk mengecek persiapan haji di lapangan. Menag mengungkapkan, saat ini semakin terlihat geliat persiapan haji yang dilakukan oleh Saudi seperti pemasangan tenda-tenda di Arafah oleh muassasah Asia Tenggara. "Sejak 17 Mei lalu, tenda di Arafah sudah mulai terpasang meski progresnya lambat," tutur Menag.

Persiapan minim serupa menurut Menag terjadi di Muzdalifah dan Mina. “Tidak ada kegiatan yang signifikan di sana. Tapi kan kita juga (persiapan) sangat mendesak. Kloter (kelompok terbang) pertama kan rencananya diberangkatkan 26 Juni. Jadi kan tidak lama lagi,” tutur Menag.

Menag menambahkan, penyelenggaraan ibadah haji di tengah pandemi Covid-19 tentu menjadi tugas berat yang harus diemban. Karenanya, pemerintah terus mempersiapkan segala kemungkinan dengan sebaik-baiknya. “Terus terang saja ini akan menjadi kerja berat bagi kami. Tapi enggak apa-apa, ini kewajiban kami untuk melakukannya, dan kami persiapkan sebaik-baiknya,” katanya.

Salah satu yang tengah dipersiapkan pemerintah adalah protokol kesehatan penyelenggaraan ibadah haji. Pertimbangan kemampuan (istita’ah) kesehatan jamaah misalnya, bukan menjadi satu-satunya faktor yang menentukan jamaah akan dapat diberangkatkan. “Kami akan memberlakukan seleksi (pemberangkatan) dari aspek lain, misalnya kerentanan dari penularan penyakit. Ini tentu dasarnya dari institusi kesehatan,” ujar Menag.

Menurut Fachrul, langkah ini dilakukan untuk mengantisipasi agar jamaah tidak terjangkit penyakit saat pelaksanaan ibadah haji yang kemungkinan besar digelar dalam situasi pandemi global Covid-19. “Dokter yang bertanggung jawab akan menentukan, misalnya, si A tidak bisa berangkat karena situasinya demikian, dan sangat rentan penularan penyakit,” tuturnya. (Baca juga: Terjunkan TNI/Poli, Jokowi Harap Rasio Penularan Corona Bisa Ditekan)

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Nizar menyatakan, guna mendapat kepastian soal haji ini, direktoratnya juga bersurat ke Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI agar mengomunikasikan masalah ini melalui Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More