Muhammad Ali Taher, Raja Media Palestina yang Enggak Basa-Basi Bantu Perjuangan Kemerdekaan Indonesia
Sabtu, 22 Mei 2021 - 12:10 WIB
Namun, pada 1 Maret 1949, Tentara Nasional Indonesia kembali berhasil menguasai Ibu Kota Yogyakarta selama 6 jam. Fakta ini membuktikan bahwa Indonesia memiliki kekuatan untuk melakukan perlawanan dan perjuangan mempertahankan kemerdekaan. Ditambah meninggalnya Jenderal Spoor secara mendadak pada 25 Mei 1949, yang diisukan “bunuh diri” semakin membuat tekad bangsa Indonesia membaja untuk mempertahankan kemerdekaan.
Melihat kegigihan perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan, Muhammad Ali Taher tergerak untuk membantu. M Zein Hassan Lc Lt menuturkan, Muhammad Ali Taher, pemimpin Palestina yang mencintai Indonesia sejak lama itu, tanpa basa-basi menarik dirinya ke Bank Arabia dan mengeluarkan semua uangnya yang disimpan kemudian memberikan kepadanya.
“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia!” kata Muhammad Ali Taher seraya menyerahkan uangnya tanpa meminta tanda bukti penerimaan. (hal. 247, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Pada 16 Oktober 1945, Muhammad Ali Taher sebagai Ketua Panitia Palestina, bergabung dalam Panitia Komite Pembela Indonesia (Lajnatud Difa’i-an Indonesia) bersama sejumlah pemimpin negara Arab yang dipimpin Jenderal Saleh Harb Pasya (mantan Menteri Pertahanan Mesir). Dalam pertemuan di Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam (Jami’ah Syubhan Muslimin), Panitia Komite Pembela Indonesia menyerukan, menyokong perjuangan Bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan menuntut terutama negara-negara Arab dan Islam supaya mengakui Republik Indonesia. (hal. 64, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Bahkan setelah Indonesia merdeka, dukungan Muhammad Ali Taher tak pernah surut. Ketika Delegasi Republik Indonesia pada 9 Juni 1947 atau satu hari sebelum penandatanganan Perjanjian Persahabatan, Hubungan Diplomatik dan Perdagangan Mesir-Indonesia, mengadakan resepsi di Semiramis Hotel, salah satu hotel kelas satu di tepi sungai Nil, dia ikut hadir.
Pada resepsi itu diputar Film Proklamasi yang telah diubah berbahasa Arab, sehingga memberikan pengertian kepada para pemimpin Arab tentang kenyataan hidup di Indonesia, sejak masa perjuangan hingga merdeka. (Baca juga; Saudagar Keturunan Arab dan Rumah Proklamasi )
Muhammad Ali Taher mengatakan kepada hadirin sekelilingnya: “Sungguh-sungguh kita telah menyaksikan kelahiran satu bangsa.” (hal 211, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Presiden Republik Indonesia pertama Sukarno, menurut eltaher.org, pada 1965 berencana mengadakan upacara khusus untuk menghormati dan memberi penghargaan kepada Muhamad Ali Taher atas jasanya terhadap gerakan pembebasan nasional melawan kolonial Belanda di Indonesia. Namun, rencana yang akan digelar di Jakarta itu tak pernah terlaksana karena Presiden Sukarno keburu lengser dari jabatannya. (p. 28, @eltaher.org)
Melihat kegigihan perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan, Muhammad Ali Taher tergerak untuk membantu. M Zein Hassan Lc Lt menuturkan, Muhammad Ali Taher, pemimpin Palestina yang mencintai Indonesia sejak lama itu, tanpa basa-basi menarik dirinya ke Bank Arabia dan mengeluarkan semua uangnya yang disimpan kemudian memberikan kepadanya.
“Terimalah semua kekayaan saya ini untuk memenangkan perjuangan Indonesia!” kata Muhammad Ali Taher seraya menyerahkan uangnya tanpa meminta tanda bukti penerimaan. (hal. 247, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Pada 16 Oktober 1945, Muhammad Ali Taher sebagai Ketua Panitia Palestina, bergabung dalam Panitia Komite Pembela Indonesia (Lajnatud Difa’i-an Indonesia) bersama sejumlah pemimpin negara Arab yang dipimpin Jenderal Saleh Harb Pasya (mantan Menteri Pertahanan Mesir). Dalam pertemuan di Gedung Pusat Perhimpunan Pemuda Islam (Jami’ah Syubhan Muslimin), Panitia Komite Pembela Indonesia menyerukan, menyokong perjuangan Bangsa Indonesia mempertahankan kemerdekaan dan menuntut terutama negara-negara Arab dan Islam supaya mengakui Republik Indonesia. (hal. 64, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Bahkan setelah Indonesia merdeka, dukungan Muhammad Ali Taher tak pernah surut. Ketika Delegasi Republik Indonesia pada 9 Juni 1947 atau satu hari sebelum penandatanganan Perjanjian Persahabatan, Hubungan Diplomatik dan Perdagangan Mesir-Indonesia, mengadakan resepsi di Semiramis Hotel, salah satu hotel kelas satu di tepi sungai Nil, dia ikut hadir.
Pada resepsi itu diputar Film Proklamasi yang telah diubah berbahasa Arab, sehingga memberikan pengertian kepada para pemimpin Arab tentang kenyataan hidup di Indonesia, sejak masa perjuangan hingga merdeka. (Baca juga; Saudagar Keturunan Arab dan Rumah Proklamasi )
Muhammad Ali Taher mengatakan kepada hadirin sekelilingnya: “Sungguh-sungguh kita telah menyaksikan kelahiran satu bangsa.” (hal 211, Diplomasi Revolusi di Luar Negeri karya M Zein Hassan Lc Lt).
Presiden Republik Indonesia pertama Sukarno, menurut eltaher.org, pada 1965 berencana mengadakan upacara khusus untuk menghormati dan memberi penghargaan kepada Muhamad Ali Taher atas jasanya terhadap gerakan pembebasan nasional melawan kolonial Belanda di Indonesia. Namun, rencana yang akan digelar di Jakarta itu tak pernah terlaksana karena Presiden Sukarno keburu lengser dari jabatannya. (p. 28, @eltaher.org)
(wib)
tulis komentar anda