Jejak Dukungan Bung Karno untuk Kemerdekaan Palestina
Minggu, 16 Mei 2021 - 08:19 WIB
Israel yang didirikan atas bantuan Inggris dinilai bentuk nyata kolonialisme baru yang mengancam perdamaian dunia.
Sebaliknya, saat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955, Soekarno mengundang Palestina meskipun saat itu belum diakui sebagai negara merdeka. Mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini datang dan mewakili kepentingan Palestina.
Dalam pidato pembukaan KAA, Soekarno secara lantang memberikan dukungan kepada negara-negara yang masih mengalami penjajahan. "Kolonialisme belum mati, hanya berubah bentuknya. Neokolonialisme itu ada di berbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair, dan seterusnya," kata Soekarno.
Semangat Bandung yang menyuarakan antiimperialisme dan kolonialisme bergaung hingga negeri Palestina. Pidato pembukaan Soekarno di KAA juga menginspirasi tokoh perjuangan kemerdekaan Yasser Arafat yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1929 atau saat itu berusia berusia 34 tahun. Pidato tersebut juga menjadi dukungan moril bagi ribuan pejuang kemerdekaan Palestina lainnya.
Lepas Piala Dunia demi Palestina
Pasca-KAA, solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika menguat dan semangat antikolonialisme makin membara di dada rakyat kedua benua. Soekarno pun makin keras mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina. Sikap keras Bung Karno juga ditunjukkan melalui tim sepak bola nasional (Timnas) Indonesia.
Pada 1957, Timnas Indonesia juara Grup 1 Zona Asia setelah di laga akhir mengalahkan China. Tim asuhan Antony Pocganick pada putaran kedua dipertemukan juara grup dari zona Asia dan Afrika, yaitu Mesir, Israel, dan Sudan. Pertandingan dijadwalkan berlangsung akhir Juli 1957.
Artinya, selangkah lagi Ramang dkk melenggang ke Piala Dunia 1958 di Swedia. Namun, Timnas menolak dan memilih tidak tampil di Piala Dunia ketimbang beradu di satu lapangan dengan Israel. Mesir dan Sudan juga menolak bertanding, begitu juga sejumlah tim pengganti, seperti Turki.
Maulwi Saelan, mantan kiper Timnas Indonesia yang juga ajudan Bung Karno, mengatakan, mundurnya Timnas Indonesia karena perintah Soekarno. Padahal saat itu Indonesia yang bergabung di penyisihan wilayah Asia Timur, telah menundukkan China.
"Itu sama saja mengakui Israel," ujar Maulwi menirukan ucapan Bung Karno, seperti dikutip dari Historia. "Ya, kita nurut. Nggak jadi berangkat," kata pria yang pernah membawa Indonesia menahan imbang Uni Soviet dalam Olimpiade Melbourne 1956.
Sebaliknya, saat penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika (KAA) pada 1955, Soekarno mengundang Palestina meskipun saat itu belum diakui sebagai negara merdeka. Mufti besar Palestina, Syekh Muhammad Amin Al-Husaini datang dan mewakili kepentingan Palestina.
Dalam pidato pembukaan KAA, Soekarno secara lantang memberikan dukungan kepada negara-negara yang masih mengalami penjajahan. "Kolonialisme belum mati, hanya berubah bentuknya. Neokolonialisme itu ada di berbagai penjuru bumi, seperti Vietnam, Palestina, Aljazair, dan seterusnya," kata Soekarno.
Semangat Bandung yang menyuarakan antiimperialisme dan kolonialisme bergaung hingga negeri Palestina. Pidato pembukaan Soekarno di KAA juga menginspirasi tokoh perjuangan kemerdekaan Yasser Arafat yang lahir pada tanggal 24 Agustus 1929 atau saat itu berusia berusia 34 tahun. Pidato tersebut juga menjadi dukungan moril bagi ribuan pejuang kemerdekaan Palestina lainnya.
Lepas Piala Dunia demi Palestina
Pasca-KAA, solidaritas bangsa-bangsa Asia-Afrika menguat dan semangat antikolonialisme makin membara di dada rakyat kedua benua. Soekarno pun makin keras mendukung perjuangan kemerdekaan rakyat Palestina. Sikap keras Bung Karno juga ditunjukkan melalui tim sepak bola nasional (Timnas) Indonesia.
Pada 1957, Timnas Indonesia juara Grup 1 Zona Asia setelah di laga akhir mengalahkan China. Tim asuhan Antony Pocganick pada putaran kedua dipertemukan juara grup dari zona Asia dan Afrika, yaitu Mesir, Israel, dan Sudan. Pertandingan dijadwalkan berlangsung akhir Juli 1957.
Artinya, selangkah lagi Ramang dkk melenggang ke Piala Dunia 1958 di Swedia. Namun, Timnas menolak dan memilih tidak tampil di Piala Dunia ketimbang beradu di satu lapangan dengan Israel. Mesir dan Sudan juga menolak bertanding, begitu juga sejumlah tim pengganti, seperti Turki.
Maulwi Saelan, mantan kiper Timnas Indonesia yang juga ajudan Bung Karno, mengatakan, mundurnya Timnas Indonesia karena perintah Soekarno. Padahal saat itu Indonesia yang bergabung di penyisihan wilayah Asia Timur, telah menundukkan China.
"Itu sama saja mengakui Israel," ujar Maulwi menirukan ucapan Bung Karno, seperti dikutip dari Historia. "Ya, kita nurut. Nggak jadi berangkat," kata pria yang pernah membawa Indonesia menahan imbang Uni Soviet dalam Olimpiade Melbourne 1956.
tulis komentar anda