Dalam Demokrasi, Wajar Ada Pro-Kontra KKB OPM Ditetapkan sebagai Teroris

Jum'at, 07 Mei 2021 - 13:47 WIB
Dalam Demokrasi, Wajar...
KKB di Papua sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris. Penetapan ini pun banyak mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro dan kontra. Foto/Istimewa
JAKARTA - Organisasi Papua Merdeka (OPM) dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua sudah ditetapkan sebagai organisasi teroris. Penetapan ini pun banyak mendapat tanggapan dari berbagai kalangan, baik yang pro dan kontra, karena dikhawatirkan terjadi pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Baca juga: HRW Sebut Cap Teroris KKB OPM Bisa Memperburuk Rasisme di Papua

"Dalam perspektif negara demokrasi, hal itu wajar dan tidak dilarang," kata Anggota Komisi III DPR Arsul Sani di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (7/5/2021).

"Tetapi satu hal yang saya catat, ketika OPM ditetapkan sebagai organisasi teroris, konsen elemen masyarakat sipil mengkhawatirkan akan terjadinya pelanggaran HAM. Oleh karenanya hal inilah yang harus kita dalami secara lebih jauh," tambahnya.

Baca juga: Kapolda Papua Instruksikan Buru dan Tindak OPM Pelaku Pembakaran di Ilaga

Arsul berpandangan, ditetapkannya KKB sebagai organisasi teroris, potensi pelanggaran HAM itu tidak termaktub pada pemberian atau penetapan statusnya. Tetapi, itu tergantung pada karakter-karakter dan juga kultur dari aparatur keamanan TNI-Polri di Indonesia.

"Kalau karakter aparatur kita yang melakukan operasi penegakkan hukum itu suka melanggar HAM, maka tetap akan terjadi juga (pelanggaran). Tetapi kita melihat, paling tidak setelah masa reformasi dan selama beberapa tahun terakhir ini, karakter itu telah berbeda dan sudah ada perubahan dari masa sebelumnya," paparnya.

Baca juga: Gedung SD, Rumah Guru dan Puskesmas Dibakar saat 6 Kelompok OPM Masih Berkumpul di Kabupaten Puncak

Untuk itu, Wakil Ketua MPR ini juga mengingatkan kepada jajaran pemerintah, ketika KKB ditetapkan sebagai organisasi atau pelaku terorisme berarti ada kerja besar yang harus dilakukan oleh institusi pemerintahan terkait. Penanganan tidak hanya terbatas pada kerja TNI dan Polri.

Arsul melanjutkan, sistem pemberantasan terorisme di Indonesia mengacu pada pendekatan penegakkan hukum berbasis sistem tindak pidana, maka penyelesaiannya juga harus dengan proses hukum pidana. Pemerintah juga harus melakukan kerja-kerja pencegahan.

"Di dalam UU Nomor 5 Tahun 2018 disebutkan bahwa dalam rangka menangkal dan memberantas terorisme, bukan sekedar dengan menurunkan Densus 88 dan menangkapi saja, tetapi ada pekerjaan lain, yang dirumuskan dalam UU nomenklaturnya disebut sebagai kesiapsiagaan nasional yang terdiri dari kontra radikalisasi dan deradikalisasi," tegas Arsul.

Untuk itu, politikus PPP ini berharap, ketika terjadi penetapan sebagai kelompok teroris, maka jajaran pemerintahan itu juga melakukan kerja-kerja kontra radikalisasi dan deradikalisasi untuk masyarakat Papua agar tidak tertarik untuk bergabung dengan OPM itu.

"Kerja dimaksud adalah kerja kemanusiaan, mulai dari percepatan pembangunan dan memperhatikan kesejahteraan," pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!