Soal Perpres 33/2021, Ini Penjelasan Kepala BRIN
Kamis, 06 Mei 2021 - 11:41 WIB
JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) beredar di kalangan awak media. Namun demikian, beleid itu hingga kini belum dimuat dalam laman Jaringan Dokumentasi dan Informasi Hukum (JDIH) Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg).
Kedua, sebanyak empat lembaga kini dilebur ke dalam BRIN. Keempatnya yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
"Dengan integrasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Tenaga Nuklir Nasional dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menjadi OPL di lingkungan BRIN," demikian isi Pasal 69 Ayat (2) Perpres 33/2021.
Ketiga, masih dalam Perpres itu, Pemerintah Daerah (Pemda) diberi kewenangan membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA). Pembentukan BRIDA dapat diintegrasikan dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintah daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemda di bidang penelitian dan pengembangan daerah.
Perpres 33/2021 tersebut mendapat kritik dari Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra. Ia berpendapat, penyatuan lembaga non kementerian ke dalam BRIN akan berujung pada malapetaka riset di Indonesia.
"Penyatuan LIPI, BPPT dan Batan ke dalam BRIN sesuai Perpres 33/2021 yang baru saja dikeluarkan Presiden Jokowi nampaknya bakal berujung pada malapetaka riset Indonesia," ucap Azra.
Alih-alih akan menghasilkan riset dan inovasi yang berkualitas, BRIN justru bisa terseret dalam pusaran politik partisan dan kekuasaan karena Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri didapuk menjadi Ketua Dewan Pengarahnya.
"Pembubaran lembaga-lembaga penelitian historis seperti LIPI atau BPPT yang telah memberi kontribusi penting dalam riset dan inovasi sangat disesalkan," terang Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Azra menambahkan, kebijakan penghapusan lembaga riset itu berbarengan dengan kekacauan pengelolaan pendidikan. Dampaknya akan membuat masa depan Indonesia menjadi tidak menentu.
"Bisa dipastikan, jika riset dan pendidikan kacau, Indonesia semakin tidak kompetitif di tengah gelombang revolusi industri 4.0 yang sangat disruptif," tandasnya.
Kedua, sebanyak empat lembaga kini dilebur ke dalam BRIN. Keempatnya yakni Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan).
"Dengan integrasi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Badan Tenaga Nuklir Nasional dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional menjadi OPL di lingkungan BRIN," demikian isi Pasal 69 Ayat (2) Perpres 33/2021.
Ketiga, masih dalam Perpres itu, Pemerintah Daerah (Pemda) diberi kewenangan membentuk Badan Riset dan Inovasi Daerah (BRIDA). Pembentukan BRIDA dapat diintegrasikan dengan perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintah daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah atau perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemda di bidang penelitian dan pengembangan daerah.
Perpres 33/2021 tersebut mendapat kritik dari Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra. Ia berpendapat, penyatuan lembaga non kementerian ke dalam BRIN akan berujung pada malapetaka riset di Indonesia.
"Penyatuan LIPI, BPPT dan Batan ke dalam BRIN sesuai Perpres 33/2021 yang baru saja dikeluarkan Presiden Jokowi nampaknya bakal berujung pada malapetaka riset Indonesia," ucap Azra.
Alih-alih akan menghasilkan riset dan inovasi yang berkualitas, BRIN justru bisa terseret dalam pusaran politik partisan dan kekuasaan karena Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri didapuk menjadi Ketua Dewan Pengarahnya.
"Pembubaran lembaga-lembaga penelitian historis seperti LIPI atau BPPT yang telah memberi kontribusi penting dalam riset dan inovasi sangat disesalkan," terang Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu.
Azra menambahkan, kebijakan penghapusan lembaga riset itu berbarengan dengan kekacauan pengelolaan pendidikan. Dampaknya akan membuat masa depan Indonesia menjadi tidak menentu.
"Bisa dipastikan, jika riset dan pendidikan kacau, Indonesia semakin tidak kompetitif di tengah gelombang revolusi industri 4.0 yang sangat disruptif," tandasnya.
(maf)
tulis komentar anda