Puasa: Menyadarkan Kita dari Ragam Pengkhianatan

Selasa, 13 April 2021 - 06:02 WIB
Muhammad Makmun Rasyid Dewan Pakar PW ISNU Gorontalo. Foto/ist
Muhammad Makmun Rasyid

Dewan Pakar PW ISNU Gorontalo

BETAPA sayang dan kasihnya Tuhan kepada hambanya. Meski segudang dosa dan noda kita lakukan, meski seperangkat pengkhianatan kita lakukan. Baik khianat kepada-Nya, kepada sesama manusia maupun kepada negara. Tuhan tak bosan-bosan memberikan kasih sayang-Nya hingga rahmat-Nya yang tak pernah putus. Bersyukurlah, kita diberikan kenikmatan untuk bergumul dan bercinta dengan bulan Ramadhan ini hingga kita dinyatakan fitri kembali.

Puasa pada hakikatnya merupakan wadah untuk kita agar mengelupaskan daki-daki yang menempel. Ditampakkan oleh-Nya pula sepotong kolam yang berair tenang, sehingga semua manusia melihat dirinya secara jelas. Di situ, semua dosa-dosa kita tampak jelas, namun tak kuasa menghapusnya. Kekurangan dan kealpaan tampak, layaknya kita berada di depan cermin yang bersih. Pengelupasan itu dipersyarat oleh-Nya sebelum mempertebal keimanan.

Tentu, terlebih dahulu kita diajak jeda dari kerutinan. Tidak saja jeda dari pengisian bahan bakar jasad, tapi memberhentikan ragam pengkhiatan yang terus dilakukan tanpa kesadaran sama sekali. Kegunaan puasa menjadi momen hibernasi demi memulihkan kesehatan akal-pikiran dan tindakan kita dalam beragama dan bernegara.



Tiga Janji Yang Kita Khianati

Ketika kita hendak turun ke muka bumi–sebelum ruh menyatu dengan jasad. Kita telah ber-MoU dengan Allah. Kita menyepakati untuk taat kepada-Nya tanpa syarat apapun. Kita pun dibekali akal-hati-nafsu dan ditampakkan ragam perniagaan dunia (Qs. Ali Imran [3]: 14).

Sesampainya di dunia. Tujuan utama sebagai khalifah di muka bumi yang taat kepada-Nya sirna beriringan dengan target-target duniawi yang hendak kita gapai. Ibadah wajib shalat misalnya, yang kita terima dalam sehari lima kali, kita lakukan menjadi lima hari sekali. Maka puasa ditetapkan sebagai wadah pengelupasan dan pengosongan. Kita diajak mengurangi kepenuhan perut dan menghindari kolesterol jahat yang kerap kita konsumsi. Agar ada peremajaan kembali sel-sel dalam tubuh.

Setelah terjadi peremajaan sel-sel tubuh, kita mulai sadar hakikat kita hidup yang saling membutuhkan satu sama lain, terlepas perbedaannya apapun. Kita diajak untuk instrospeksi diri dan menanggalkan nilai kebendaan dan kekuasaan yang menghambat dari capaian derajat tertinggi. Sulitnya kita menggapai derajat tertinggi disebabkan perbudakan nafsu terus kita pelihara. Agama pun menjadi kehilangan misi utamanya: menjadikan agama sebagai rahmat bagi alam semesta. Perbudakan nafsu itu pun mengakibatkan kita khianat saat dua kalimat sahadat kita lantunkan melalui lidah yang bertulang itu.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More