Bertemu Hantu Laut, Prajurit Marinir Lolos dari Maut Setelah 3 Hari Terombang-ambing
Senin, 29 Maret 2021 - 07:34 WIB
JAKARTA - Malam pada 8 Desember 1975 adalah malam yang menentukan bagi mereka. Beberapa kali mereka mengalami kejadian luar biasa. Menjelang tengah malam angin bertiup kencang menyebabkan gelombang pecah tidak teratur mengombang-ambingkan mereka yang sudah kelelahan. Sekitar pukul 24.00 pada saat Nur Kamid terlentang, berenang dengan gaya punggung, menyaksikan di antara taburan bintang-bintang di langit muncul istana-istana yang luar biasa indahnya dengan tangga-tangga yang sangat artisitik.
Badan terasa mengambang di awang awang, Nur Kamid ajak rekan Soeyono berhenti dan naik saja ke istana tersebut. Untung rekan Soeyono menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang beres pada diri Nur Kamid mungkin karena hampir kehabisan tenaga, kesadaran Nur Kamid berkurang sehingga mengalami halusinasi. Maka diajaklah beristirahat dan Mereka berdua segera pulas.
Namun keajaiban terjadi lagi. Tiba-tiba Nur Kamid dibangunkan, entah oleh siapa, karena rekan Soeyono masih pulas. Nur Kamid melihat jam dan ternyata Nur Kamid baru tertidur sekitar 3 menit. Anehnya badan Nur Kamid terasa segar dan kuat. Laut yang tadinya bergolak seolah mendidih, menjadi tenang seperti kolam renang dan airnya terasa hangat. Sebentar kemudian terdengar suara pecahan gelombang disusul sinar-sinar baterai seolah-olah pantai sudah di depan mata. Nur Kamid membangunkan Kopral Soeyono dan berkata: “Yon mari segera meneruskan perjalanan, pertolongan Tuhan telah datang, daratan sudah dekat”.
Jam menunjukkan tanggal 9 Desember 1975. Mereka berenang dengan semangat, moril tinggi dan tenaga berlipat ganda. Dengan penuh harapan dan keyakinan mereka menuju ke arah suara dan lampu-lampu tersebut. Yang aneh lampu-lampu tersebut dikomando. Bila lampu padam mereka berteriak “Tolong lampu, kami akan mendarat”. Seketika lampu menyala kembali seolah-olah dapat berkomunikasi dengan orang-orang di pantai. Mereka melakukan hal tersebut berulang-ulang, setiap lampu padam mereka berteriak.
Tetapi sampai pagi daratan nampak masih jauh. Dikemudian hari penduduk Alor mengatakan bahwa lampu-lampu tersebut sebenarnya hantu laut yang sering mengganggu para nelayan, dan suara pecahan gelombang adalah berdeburnya air karena lompatan ikan-ikan besar sejenis lumba-lumba yang banyak terdapat di sekitar mereka berdua. Tetapi bagi mereka, lampu-lampu dan suara-suara pecahan gelombang tersebut adalah wujud dari pertolongan Tuhan yang telah berhasil mengembalikan semangat dan morilnya sehingga dapat menyelamatkannya.
Pukul 08.00 panas matahari terasa menyengat pohon-pohon di pantai Alor sudah Nampak jelas, bahkan mereka sudah dapat membedakan pohon-pohon kelapa di antara pohon-pohon lainnya. Hiu dan Lumba-Lumba banyak sekali seolah-olah sebagai pengawalnya. Dan mereka yakin ikan-ikan buas tidak akan mengganggunya, karena tidak mengalami luka-luka yang mengeluarkan darah. Dan kebiasaan dari Hiu hanyalah menyerang bila terangsang bau darah atau gerakan-gerakan yang tidak teratur. Oleh karena itu mereka tetap berenang tanpa menimbulkan banyak percikan-percikan yang bisa menarik perhatian ikan-ikan tersebut. Dan kejauhan mereka dapat melihat ada sebuah perahu nelayan yang menuju pantai tetapi karena jauhnya tidak mungkin mengetahuinya. Dan itu adalah satu-satunya perahu yang dijumpai selama perjalanan tersebut.
Mereka terus berenang dengan harapan untuk selamat semakin besar. Dan berkat kekuatan yang dikurniakan Tuhan Yang Maha Esa, pukul 12.15 tanggal 9 Desember 1975, mereka berhasil mendarat dengan selamat di pantai Peitoko Alor Timur setelah berenang selama tiga hari tiga malam dan menempuh jarak hampir 90 mil. Kebetulan didekat tempat mereka mendarat terdapat mata air yang jernih, disitulah mereka melepas dahaga setelah tiga hari tiga malam tidak makan dan tidak minum. Kemudian mereka mengambil air wudlu dan melakukan sembahyang, syukur atas rahmat Tuhan kepada mereka.
Selesai sembahyang dengan muka hancur terkelupas, tanpa baju dan dengan kaki terpincang-pincang mereka menuju arah kampung yang teletak ± 4 Km di sebelah barat tempat mereka mendarat. Dari tengah laut sebenarnya kampung tersebut sudah tampak, tetapi karena arus kuat ke arah timur, mereka tidak berhasil mendarat tepat di kampung tersebut. Mereka berjalan pelan-pelan di jalanan yang berbatu-batu karang menyebabkan kaki terasa sakit dan ngilu sekali. Tetapi rupanya mereka masih harus mengalami cobaan lagi, yang hampir-hampir menyita nyawanya.
Badan terasa mengambang di awang awang, Nur Kamid ajak rekan Soeyono berhenti dan naik saja ke istana tersebut. Untung rekan Soeyono menyadari bahwa ada sesuatu yang kurang beres pada diri Nur Kamid mungkin karena hampir kehabisan tenaga, kesadaran Nur Kamid berkurang sehingga mengalami halusinasi. Maka diajaklah beristirahat dan Mereka berdua segera pulas.
Baca Juga
Namun keajaiban terjadi lagi. Tiba-tiba Nur Kamid dibangunkan, entah oleh siapa, karena rekan Soeyono masih pulas. Nur Kamid melihat jam dan ternyata Nur Kamid baru tertidur sekitar 3 menit. Anehnya badan Nur Kamid terasa segar dan kuat. Laut yang tadinya bergolak seolah mendidih, menjadi tenang seperti kolam renang dan airnya terasa hangat. Sebentar kemudian terdengar suara pecahan gelombang disusul sinar-sinar baterai seolah-olah pantai sudah di depan mata. Nur Kamid membangunkan Kopral Soeyono dan berkata: “Yon mari segera meneruskan perjalanan, pertolongan Tuhan telah datang, daratan sudah dekat”.
Jam menunjukkan tanggal 9 Desember 1975. Mereka berenang dengan semangat, moril tinggi dan tenaga berlipat ganda. Dengan penuh harapan dan keyakinan mereka menuju ke arah suara dan lampu-lampu tersebut. Yang aneh lampu-lampu tersebut dikomando. Bila lampu padam mereka berteriak “Tolong lampu, kami akan mendarat”. Seketika lampu menyala kembali seolah-olah dapat berkomunikasi dengan orang-orang di pantai. Mereka melakukan hal tersebut berulang-ulang, setiap lampu padam mereka berteriak.
Tetapi sampai pagi daratan nampak masih jauh. Dikemudian hari penduduk Alor mengatakan bahwa lampu-lampu tersebut sebenarnya hantu laut yang sering mengganggu para nelayan, dan suara pecahan gelombang adalah berdeburnya air karena lompatan ikan-ikan besar sejenis lumba-lumba yang banyak terdapat di sekitar mereka berdua. Tetapi bagi mereka, lampu-lampu dan suara-suara pecahan gelombang tersebut adalah wujud dari pertolongan Tuhan yang telah berhasil mengembalikan semangat dan morilnya sehingga dapat menyelamatkannya.
Pukul 08.00 panas matahari terasa menyengat pohon-pohon di pantai Alor sudah Nampak jelas, bahkan mereka sudah dapat membedakan pohon-pohon kelapa di antara pohon-pohon lainnya. Hiu dan Lumba-Lumba banyak sekali seolah-olah sebagai pengawalnya. Dan mereka yakin ikan-ikan buas tidak akan mengganggunya, karena tidak mengalami luka-luka yang mengeluarkan darah. Dan kebiasaan dari Hiu hanyalah menyerang bila terangsang bau darah atau gerakan-gerakan yang tidak teratur. Oleh karena itu mereka tetap berenang tanpa menimbulkan banyak percikan-percikan yang bisa menarik perhatian ikan-ikan tersebut. Dan kejauhan mereka dapat melihat ada sebuah perahu nelayan yang menuju pantai tetapi karena jauhnya tidak mungkin mengetahuinya. Dan itu adalah satu-satunya perahu yang dijumpai selama perjalanan tersebut.
Mereka terus berenang dengan harapan untuk selamat semakin besar. Dan berkat kekuatan yang dikurniakan Tuhan Yang Maha Esa, pukul 12.15 tanggal 9 Desember 1975, mereka berhasil mendarat dengan selamat di pantai Peitoko Alor Timur setelah berenang selama tiga hari tiga malam dan menempuh jarak hampir 90 mil. Kebetulan didekat tempat mereka mendarat terdapat mata air yang jernih, disitulah mereka melepas dahaga setelah tiga hari tiga malam tidak makan dan tidak minum. Kemudian mereka mengambil air wudlu dan melakukan sembahyang, syukur atas rahmat Tuhan kepada mereka.
Selesai sembahyang dengan muka hancur terkelupas, tanpa baju dan dengan kaki terpincang-pincang mereka menuju arah kampung yang teletak ± 4 Km di sebelah barat tempat mereka mendarat. Dari tengah laut sebenarnya kampung tersebut sudah tampak, tetapi karena arus kuat ke arah timur, mereka tidak berhasil mendarat tepat di kampung tersebut. Mereka berjalan pelan-pelan di jalanan yang berbatu-batu karang menyebabkan kaki terasa sakit dan ngilu sekali. Tetapi rupanya mereka masih harus mengalami cobaan lagi, yang hampir-hampir menyita nyawanya.
tulis komentar anda