Dampak Mutasi Covid-19, Mantan Direktur WHO: Alat Tes PCR Tidak Berfungsi
Sabtu, 20 Maret 2021 - 12:12 WIB
JAKARTA - Mantan Direktur World Health Organization (WHO) Asia Tenggara kini menjabat sebagai Direktur Pascasarjana Universitas YARSI dan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Tjandra Yoga Aditama mengatakan dampak mutasi Covid-19 salah satunya alat tes polymerase chain reaction (PCR) tidak berfungsi. Padahal, PCR menjadi salah satu alat untuk mendeteksi apakah seseorang terinfeksi Covid-19.
Tjandra yang juga pernah menjabat sebagai dan Mantan Direktur Jenderal P2P sekaligus Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini, mengatakan jika alat PCR tidak berfungsi untuk mendeteksi varian baru Covid-19 ini terjadi di beberapa negara. Di antaranya Perancis dan Finlandia.
“Pada 15 Maret 2021 Menteri Kesehatan Perancis mengumumkan penemuan varian terbaru virus penyebab Covid-19 sesudah melakukan pemeriksaan sekuens genomik pada suatu klaster infeksi di rumah sakit di kota Lannion. Ada 8 pasien Covid-19 di sana yang terbukti membawa varian terbaru ini, yang sementara ini mereka beri nama le variant breton,” kata Tjandra dalam keterangan yang diterima, Sabtu (20/3/2021).
Namun, kata Tjandra, ketika dilakukan tes dengan PCR ternyata negatif. Padahal saat dilakukan pemeriksaan mendalam ditemukan varian virus baru ini. “Yang perlu dapat perhatian adalah bahwa kasus-kasus ini ternyata memberi hasil negatif waktu di tes dengan PCR test yang biasa kita pakai untuk memastikan seseorang sakit atau tidak. Untuk kasus-kasus di Perancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-paru nya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan,” ungkap Tjandra.
Selain di Perancis, Tjandra juga mengungkapkan hal yang sama terjadi di Finlandia. Dimana pemerintah Finlandia melaporkan mutasi Covid-19 bernama Fin-796H. Namun, varian mutasi ini tidak bisa terdeteksi dengan menggunakan PCR. “Pada pertengahan Februari 2021 Finlandia melaporkan mutasi varian “Fin-796H” yang mereka temukan di “Helsinki-based Vita Laboratories”, yang virusnya tidak bisa terdeteksi dengan salah satu pemeriksaan PCR yang mereka biasa gunakan. Memang data dari Finlandia belum terlalu konklusif,” jelas Tjandra.
Tjandra pun menegaskan, saat ini harus dipersiapkan menghadapi tantangan baru seperti alat PCR yang tidak bisa mendeteksi mutasi Covid-19 ini. “Tentu kita belum tahu bagaimana perkembangan mutasi “le variant breton” ini selanjutnya, tetapi kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mendiagnosis Covid-19,” katanya.
Tjandra yang juga pernah menjabat sebagai dan Mantan Direktur Jenderal P2P sekaligus Kepala Balitbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) ini, mengatakan jika alat PCR tidak berfungsi untuk mendeteksi varian baru Covid-19 ini terjadi di beberapa negara. Di antaranya Perancis dan Finlandia.
“Pada 15 Maret 2021 Menteri Kesehatan Perancis mengumumkan penemuan varian terbaru virus penyebab Covid-19 sesudah melakukan pemeriksaan sekuens genomik pada suatu klaster infeksi di rumah sakit di kota Lannion. Ada 8 pasien Covid-19 di sana yang terbukti membawa varian terbaru ini, yang sementara ini mereka beri nama le variant breton,” kata Tjandra dalam keterangan yang diterima, Sabtu (20/3/2021).
Namun, kata Tjandra, ketika dilakukan tes dengan PCR ternyata negatif. Padahal saat dilakukan pemeriksaan mendalam ditemukan varian virus baru ini. “Yang perlu dapat perhatian adalah bahwa kasus-kasus ini ternyata memberi hasil negatif waktu di tes dengan PCR test yang biasa kita pakai untuk memastikan seseorang sakit atau tidak. Untuk kasus-kasus di Perancis ini mereka baru dipastikan sakit sesudah dilakukan pemeriksaan mendalam darah dan bahkan jaringan paru-paru nya, suatu pemeriksaan yang amat tidak mudah dilakukan,” ungkap Tjandra.
Selain di Perancis, Tjandra juga mengungkapkan hal yang sama terjadi di Finlandia. Dimana pemerintah Finlandia melaporkan mutasi Covid-19 bernama Fin-796H. Namun, varian mutasi ini tidak bisa terdeteksi dengan menggunakan PCR. “Pada pertengahan Februari 2021 Finlandia melaporkan mutasi varian “Fin-796H” yang mereka temukan di “Helsinki-based Vita Laboratories”, yang virusnya tidak bisa terdeteksi dengan salah satu pemeriksaan PCR yang mereka biasa gunakan. Memang data dari Finlandia belum terlalu konklusif,” jelas Tjandra.
Tjandra pun menegaskan, saat ini harus dipersiapkan menghadapi tantangan baru seperti alat PCR yang tidak bisa mendeteksi mutasi Covid-19 ini. “Tentu kita belum tahu bagaimana perkembangan mutasi “le variant breton” ini selanjutnya, tetapi kalau memang nantinya keampuhan tes PCR jadi benar-benar terganggu maka tentu dunia akan menghadapi babak baru dan tantangan cukup berat untuk mendiagnosis Covid-19,” katanya.
(cip)
Lihat Juga :
tulis komentar anda