IDI Sebut 48 Kasus COVID-19 dari Mutasi N439K Terdeteksi di Indonesia
Sabtu, 13 Maret 2021 - 15:18 WIB
JAKARTA - Ketua Satuan Tugas COVID-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia ( PB IDI ), Zubairi Djoerban menyebutkan saat ini terdeteksi 48 kasus COVID-19 mutasi N439K di Indonesia. Mutasi N439K ini menyebar di Skotlandia.
“Sebanyak 48 kasus mutasi N439K telah terdeteksi di Indonesia. Kemudian, apa yang harus kita ketahui tentang varian N439K ini?” ujar Zubairi dalam keterangannya, Sabtu (13/3/2021).
Zubairi mengatakan bahwa varian N439K diduga muncul dua kali secara terpisah. Pertama kali itu di Skotlandia. Pada waktu awal pandemi. Lalu, kali kedua dengan jangkauan lebih luas di Eropa dan saat ini sudah sampai Indonesia.
“N439K ini awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia. Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Dan, mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas,” jelas Zubairi.
Zubairi mengatakan mutasi N439K ini bersifat resisten terhadap antibodi. “Yang paling disorot dari N439K adalah sifatnya yang resisten terhadap antibodi alias tidak mempan. Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi, maupun antibodi yang telah disuntikkan ke tubuh kita.”
Zubairi mengungkapkan bahwa Amerika Serikat telah mencoba antisipasi N439K ini. “Mereka mengeluarkan EUA untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan COVID-19. Tapi, yang jadi soal, N439K ini tidak mempan diintervensi oleh obat itu,” katanya.
“Dikatakan Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, N439K punya banyak cara mengubah domain immunodominant untuk menghindari kekebalan (tubuh manusia) sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang,” sambung Zubairi.
Zubairi mengatakan bahwa yang jadi catatan epidemiolog bahwa penyebaran N439K tidak secepat B117 yang menyebar di Inggris dan sudah masuk ke Indonesia. “Namun, yang jadi catatan epidemiolog, penyebaran N439K tidak secepat B117, dan semoga kedepannya juga demikian,” jelasnya.
Zubairi pun berpesan dengan penemuan ini, disiplin protokol kesehatan menjadi sangat penting. Dia juga mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 belum usai. “Pesan saya. Tetap jaga jarak, pakai masker dan hindari kerumunan, apalagi di dalam ruangan. Jangan bosan saling ingatkan. Pandemi belum usai,” tegasnya.
“Sebanyak 48 kasus mutasi N439K telah terdeteksi di Indonesia. Kemudian, apa yang harus kita ketahui tentang varian N439K ini?” ujar Zubairi dalam keterangannya, Sabtu (13/3/2021).
Zubairi mengatakan bahwa varian N439K diduga muncul dua kali secara terpisah. Pertama kali itu di Skotlandia. Pada waktu awal pandemi. Lalu, kali kedua dengan jangkauan lebih luas di Eropa dan saat ini sudah sampai Indonesia.
“N439K ini awalnya dianggap menghilang saat lockdown diberlakukan di Skotlandia. Tapi justru muncul di Rumania, Swiss, Irlandia, Jerman dan Inggris. Dan, mulai November tahun lalu, varian ini dilaporkan menyebar secara luas,” jelas Zubairi.
Zubairi mengatakan mutasi N439K ini bersifat resisten terhadap antibodi. “Yang paling disorot dari N439K adalah sifatnya yang resisten terhadap antibodi alias tidak mempan. Baik itu antibodi dari tubuh orang yang telah terinfeksi, maupun antibodi yang telah disuntikkan ke tubuh kita.”
Zubairi mengungkapkan bahwa Amerika Serikat telah mencoba antisipasi N439K ini. “Mereka mengeluarkan EUA untuk dua jenis obat antibodi monoklonal dalam pengobatan COVID-19. Tapi, yang jadi soal, N439K ini tidak mempan diintervensi oleh obat itu,” katanya.
“Dikatakan Gyorgy Snell, Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology California, N439K punya banyak cara mengubah domain immunodominant untuk menghindari kekebalan (tubuh manusia) sekaligus mempertahankan kemampuannya untuk menginfeksi orang,” sambung Zubairi.
Zubairi mengatakan bahwa yang jadi catatan epidemiolog bahwa penyebaran N439K tidak secepat B117 yang menyebar di Inggris dan sudah masuk ke Indonesia. “Namun, yang jadi catatan epidemiolog, penyebaran N439K tidak secepat B117, dan semoga kedepannya juga demikian,” jelasnya.
Zubairi pun berpesan dengan penemuan ini, disiplin protokol kesehatan menjadi sangat penting. Dia juga mengingatkan bahwa pandemi COVID-19 belum usai. “Pesan saya. Tetap jaga jarak, pakai masker dan hindari kerumunan, apalagi di dalam ruangan. Jangan bosan saling ingatkan. Pandemi belum usai,” tegasnya.
(kri)
Lihat Juga :
tulis komentar anda