Lambat Respons Kubu AHY, Pemerintah Dinilai Nikmati Kisruh Demokrat
Sabtu, 13 Maret 2021 - 10:19 WIB
JAKARTA - Dosen Universitas Paramadina, Khoirul Imam menilai, etika dan moralitas politik yang ditampilkan KSP Moeldoko sebagai pejabat Istana dikhawatirkan berbuah karma. Moeldoko seharusnya pandai berhitung dalam mengambil langkah politiknya.
"Kehadiran dan keputusannya untuk menerima menjadi Ketum KLB adalah blunder dan bunuh diri secara politik (political suicide) yang justru akan menghadirkan karma. Moeldoko salah hitung. Dia bisa su'ul khotimah secara politik," katanya saat dihubungi, Sabtu (13/3/2021).
Umam juga menilai, lambatnya pemerintah dalam bersikap memunculkan persepi publik bahwa pemerintah tampak menikmati kisruh di internal Partai Demokrat. Menurut dia, sudah sekitar 1,5 bulan pasca pernyataan pers yang disampaikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pemerintah tak kunjung bersikap.
Baca juga: Mahkamah Partai Gerindra Telisik Dugaan Kader Ikut KLB Demokrat
Selain itu, hampir dua pekan pasca Kongres Luar Biasa (KLB), pemerintah juga memilih diam. Sehingga, sikap diam pemerintah itu mengindikasikan bahwa pemerintah menikmati kisruh di Partai Demokrat.
"Jika memang pemerintah tidak mendalangi manuver Moeldoko, pemerintah harus cepat bersikap untuk memberhentikan Moeldoko dari posisi KSP dan bersikap tegas terhadap politik dagelan yang dipraktikkan Moeldoko Cs. Untuk kebaikan nama baik dan kredibilitas pemerintah, Presiden harus segera bersikap tegas," ujarnya.
Di sisi lain, analis politik itu mengatakan, hasil atau berkas KLB Deliserdang yang tak kunjung dilaporkan ke Kemenkumham menjadi bukti bahwa kubu Moeldoko tak yakin dengan legalitas kepengurusan mereka. Indikatornya, pemilik suara DPC dan DPD hanya 34 saja, atau hanya 7% dari 514 pemilik suara yang ada.
Baca juga: Peluang Moeldoko di 2024 Dinilai Kian Terbuka Setelah KLB Demokrat
"Tampaknya Moeldoko, Johnny Allen, Marzuki Alie Cs kesulitan membuktikan legalitas dan legitimasi KLB 'abal-abal' yang dibuatnya. Mereka hanya berharap keajaiban politik dari jaringan Moeldoko di pemerintahan untuk menabrak logika berdemorkasi dan aturan partai politik yang ada," kata Umam.
"Kehadiran dan keputusannya untuk menerima menjadi Ketum KLB adalah blunder dan bunuh diri secara politik (political suicide) yang justru akan menghadirkan karma. Moeldoko salah hitung. Dia bisa su'ul khotimah secara politik," katanya saat dihubungi, Sabtu (13/3/2021).
Umam juga menilai, lambatnya pemerintah dalam bersikap memunculkan persepi publik bahwa pemerintah tampak menikmati kisruh di internal Partai Demokrat. Menurut dia, sudah sekitar 1,5 bulan pasca pernyataan pers yang disampaikan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), pemerintah tak kunjung bersikap.
Baca juga: Mahkamah Partai Gerindra Telisik Dugaan Kader Ikut KLB Demokrat
Selain itu, hampir dua pekan pasca Kongres Luar Biasa (KLB), pemerintah juga memilih diam. Sehingga, sikap diam pemerintah itu mengindikasikan bahwa pemerintah menikmati kisruh di Partai Demokrat.
"Jika memang pemerintah tidak mendalangi manuver Moeldoko, pemerintah harus cepat bersikap untuk memberhentikan Moeldoko dari posisi KSP dan bersikap tegas terhadap politik dagelan yang dipraktikkan Moeldoko Cs. Untuk kebaikan nama baik dan kredibilitas pemerintah, Presiden harus segera bersikap tegas," ujarnya.
Di sisi lain, analis politik itu mengatakan, hasil atau berkas KLB Deliserdang yang tak kunjung dilaporkan ke Kemenkumham menjadi bukti bahwa kubu Moeldoko tak yakin dengan legalitas kepengurusan mereka. Indikatornya, pemilik suara DPC dan DPD hanya 34 saja, atau hanya 7% dari 514 pemilik suara yang ada.
Baca juga: Peluang Moeldoko di 2024 Dinilai Kian Terbuka Setelah KLB Demokrat
"Tampaknya Moeldoko, Johnny Allen, Marzuki Alie Cs kesulitan membuktikan legalitas dan legitimasi KLB 'abal-abal' yang dibuatnya. Mereka hanya berharap keajaiban politik dari jaringan Moeldoko di pemerintahan untuk menabrak logika berdemorkasi dan aturan partai politik yang ada," kata Umam.
(abd)
Lihat Juga :
tulis komentar anda