Polemik Pilkada Serentak, Penggiat Pemilu Sarankan Ditunda Tahun Depan
Selasa, 19 Mei 2020 - 07:36 WIB
JAKARTA - Polemik waktu pelaksanaan Pilkada Serentak yang dijadwalkan Desember mendatang terus berlanjut. Bahkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menilai pilkada serentak akan lebih baik ditunda hingga 2021.
Pilkada serentak di 270 daerah harusnya dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun, karena adanya wabah corona (Covid-19), beberapa tahapan pilkada terpaksa ditunda. Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020, pemerintah akhirnya memutuskan pilkada akan dilaksanakan pada Desember 2020. (Baca: PDIP Sebut pelaksanaan Pilkada Tahun Depan Lebih Ideal)
Salah satu alasan pemerintah memilih Desember adalah ketersediaan anggaran yang telah dialokasikan dalam APBD 2020. Kendati demikian, keputusan ini ditentang para penggiat pemilu, termasuk Perludem. Mereka menilai jika dilaksanakan pada Desember kualitas pilkada berpotensi menurun. Kondisi ini terjadi karena tahapan pilkada banyak yang masih tertunda.
Selain itu, belum berakhirnya wabah Covid-19 berpotensi menurunkan partisipasi pemilih. “Idealnya tahun depan, karena problem dasar sampai hari ini, pemerintah tidak punya data referensi memastikan puncak pandemi turun, bahkan juga tingkat dunia,” ungkap anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Komaruddin Watubun di Jakarta kemarin.
Ketua DPP PDIP ini berpandangan, sekalipun pelaksanaan pilkada digelar dengan mengikuti protokol kesehatan, potensi penyebaran virus korona tetap tinggi. Sebab, tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. Dia pun mencontohkan kasus larangan mudik, masih banyak masyarakat melakukan pelanggaran dengan berbagai cara.
“Sekarang saja ada larangan mudik banyak yang nekat lewat jalan tikus. Jadi tingkat kedisiplinan kita masih rendah, bila dipaksakan pilkada digelar tahun ini,” ujarnya.
Komaruddin khawatir pendaftaran para peserta pilkada datang bersama rombongan pendukungnya ke kantor KPU daerah, justru akan terjadi kontak fisik yang memungkinkan penyebaran Covid-19 sangat mudah tertular. Karena itu, dia meminta agar tidak perlu ada kecurigaan jika ada pihak yang menolak pilkada tahun ini karena dianggap menguntungkan pihak tertentu. (Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara UNS Kritisi Perppu Pilkada)
“Jangan saling curiga satu sama lain hanya untuk mempertahankan kekuasaan, ini jelas persoalan kepedulian dampak dan risiko jika dilaksanakan saat penyebaran pandemi masih tinggi,” katanya.
Selain itu, legislator asal Papua ini juga mengapresiasi sikap sejumlah calon kepala daerah yang berencana mundur karena pilkada digelar Desember 2020. Itu bentuk kepedulian para calon atas kepentingan rakyat.
Pilkada serentak di 270 daerah harusnya dilaksanakan pada 23 September 2020. Namun, karena adanya wabah corona (Covid-19), beberapa tahapan pilkada terpaksa ditunda. Melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2/2020, pemerintah akhirnya memutuskan pilkada akan dilaksanakan pada Desember 2020. (Baca: PDIP Sebut pelaksanaan Pilkada Tahun Depan Lebih Ideal)
Salah satu alasan pemerintah memilih Desember adalah ketersediaan anggaran yang telah dialokasikan dalam APBD 2020. Kendati demikian, keputusan ini ditentang para penggiat pemilu, termasuk Perludem. Mereka menilai jika dilaksanakan pada Desember kualitas pilkada berpotensi menurun. Kondisi ini terjadi karena tahapan pilkada banyak yang masih tertunda.
Selain itu, belum berakhirnya wabah Covid-19 berpotensi menurunkan partisipasi pemilih. “Idealnya tahun depan, karena problem dasar sampai hari ini, pemerintah tidak punya data referensi memastikan puncak pandemi turun, bahkan juga tingkat dunia,” ungkap anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP Komaruddin Watubun di Jakarta kemarin.
Ketua DPP PDIP ini berpandangan, sekalipun pelaksanaan pilkada digelar dengan mengikuti protokol kesehatan, potensi penyebaran virus korona tetap tinggi. Sebab, tingkat kedisiplinan masyarakat masih rendah. Dia pun mencontohkan kasus larangan mudik, masih banyak masyarakat melakukan pelanggaran dengan berbagai cara.
“Sekarang saja ada larangan mudik banyak yang nekat lewat jalan tikus. Jadi tingkat kedisiplinan kita masih rendah, bila dipaksakan pilkada digelar tahun ini,” ujarnya.
Komaruddin khawatir pendaftaran para peserta pilkada datang bersama rombongan pendukungnya ke kantor KPU daerah, justru akan terjadi kontak fisik yang memungkinkan penyebaran Covid-19 sangat mudah tertular. Karena itu, dia meminta agar tidak perlu ada kecurigaan jika ada pihak yang menolak pilkada tahun ini karena dianggap menguntungkan pihak tertentu. (Baca juga: Pakar Hukum Tata Negara UNS Kritisi Perppu Pilkada)
“Jangan saling curiga satu sama lain hanya untuk mempertahankan kekuasaan, ini jelas persoalan kepedulian dampak dan risiko jika dilaksanakan saat penyebaran pandemi masih tinggi,” katanya.
Selain itu, legislator asal Papua ini juga mengapresiasi sikap sejumlah calon kepala daerah yang berencana mundur karena pilkada digelar Desember 2020. Itu bentuk kepedulian para calon atas kepentingan rakyat.
tulis komentar anda